Sapi, kerbau dan kuda berkacamata bisa dijumpai di Lembang Bau. Tapi bukan kacamata pada umumnya. Kacamata yang dimaksud sebenarnya adalah pengaman. Mata ternak liar ditutup ketika tertangkap.Â
Meskipun banyak ternak liar yang patuh pada pemiliknya, akan tetapi sejumlah besar lainnya memang berperilaku liar. Sulit berinteraksi dengan manusia. Agar tidak membahayakan, maka mata sapi dan kerbau ditutup.
Jika metode penangkapan dan pengelolaan ternak liar ini terpoles dengan optimal, sudah pasti akan menjadi daya tarik wisatawan.Â
Melihat potret kehidupan harian warga Lembang Bau yang dominan bertani, sedikit berbeda dengan tempat lain. Tak ada sawah di Lembang Bau.Â
Tanah kering, berpasir, berbatu dan didominasi lereng pegunungan dengan rumput saban disertai cuaca panas mirip di pesisir membuat sawah tak bisa hadir di Lembang Bau. Komoditi penghasilan utama pertanian di sana adalah jagung. Pepaya juga menjadi tanaman asli perkampungan.
Cara warga bergotong-royong dan bercocok tanam masih membawa tradisi nenek moyang mereka. Pengunjung akan menikmati keunikan perkampungan di Lembang Bau di sejumlah titik.
Ada tiang-tiang kayu setinggi badan orang dewasa terpancang sebagai pagar pembatas pekarangan, halaman, dan kebun warga dengan kehidupan ternak liar.Â
Pemandangan ini menambah khasanah kearifan lokal yang terpelihara di Bau. Meminimalisir modernisasi dan memperkuat kearifan lokal.Â
Melakukan perjalanan ke Lembang Bau saat ini masih terbilang sedikit berat. Jarak kurang lebih 40 km dari ibu kota kabupaten harus ditempuh dengan jalan berliku, berkelok tajam, menukik dan tanjakan.Â