Peralatan dan dukungan fasilitas belajar boleh dikatakan sangat memadai. Sejumlah perangkat komputer, laptop, keyboard, peralatan olah raga, seni, dan media pembelajaran telah tersedia. Selain ruang belajar, tersedia pula satu ruang kantor di bawah pastori gereja.Â
Jika di sekolah formal ada kepala sekolah, maka di PPA ada juga semacam kepala sekolah, bendahara, tutor dan staf. Secara berkala pengelolaan program dan keuangan dipantau dan dipandu langsung oleh seorang fasilitator kabupaten.
Sistem belajar PPA berbeda dengan sekolah formal. Tidak menonjolkan pada pengajaran mata pelajaran. Sesuai dengan tujuan utama PPA, yakni membebaskan anak dari kemiskinan, maka setiap detail kegiatan PPA akan mengarah ke sana.
Ada tiga hari belajar setiap minggunya. Dilakukan setelah siang hari atau selepas anak belajar di sekolah formal. Berlangsung hingga sore hari.
Pada bulan pertama, yang paling diperhatikan adalah gizi anak dan kesehatannya. Pihak PPA menjalin kerja sama dengan puskesmas terdekat atau dokter untuk membantu mendeteksi keadaan gizi dan kesehatan setiap anak.
Pemberian makanan 4 sehat 5 sempurna diberikan setiap hari belajar. Menunya pun berubah-ubah berdasarkan rekomendasi staf gizi.Â
Kemudian, tutor dan pendamping akan mendeteksi pula sejak dini kemampuan anak dalam membaca dan berhitung.Â
Jika ditemukan ada gejala serius, maka di sinilah peran tutor dan pendamping memberikan layanan khusus setiap hari belajar bahkan hingga pendampingan ke rumah melalui komunikasi dengan orang tua anak.
Untuk gizi dan kesehatan, akan dipantau setiap bulan. Anak akan ditimbang dan diukur tinggi badannya. Selain itu, setiap anak rutin mendapatkan peralatan mandi berupa sabun dan sikat gigi.
Peralatan dan kebutuhan sekolah pun diberikan, berupa tas, sepatu, alat tulis dan baju seragam sekolah untuk mereka gunakan di sekolah formal. Oya, murid PPA juga memiliki seragam formal tersendiri berupa baju kaos dengan tulisan kelas (ID) PPA.