Siswa titipan pun merajalela efek dari banyaknya siswa dari kampung yang masuk kota. Rata-rata yang dititip adalah mereka yang menumpang di rumah pejabat atau di keluarga yang memiliki jabatan penting di kota, termasuk anggota DPRD kabupaten.
Sekolah swasta di kota pada akhirnya menjadi sasaran tempat berlabuh sementara. Dititip sementara, sambil mengecek ketersediaan kursi kosong di sekolah negeri yang diinginkan. Sekolah swasta pun tak mau sekedar dijadikan tempat titipan. Kepala sekolah setempat memasok uang pangkal tinggi yang wajib dibayar sekali. Hal ini untuk mengikat siswa agar tidak kabur lagi ke sekolah negeri di kemudian hari.Â
Sekolah negeri di pinggiran kota juga melakukan kebijakan yang dimaksudkan untuk mengikat siswa titipan untuk jera. Ada sekolah yang membuat perjanjian tertulis di atas materai. Menaikkan uang pindah keluar hingga memberikan layanan gratis. Tetapi masih tetap jebol, anak-anak lebih rindu masuk kota di sekolah negeri.
Rumitnya mencari penyelesaian polemik PPDB di sekolah negeri jenjang SMA ini akan terus terjadi setiap tahun. Sehingga, mungkin lebih baik jika seleksi PPDB ini diserahkan kembali kepada sekolah-sekolah untuk menyeleksi secara mandiri lewat tes tertulis. Jika pun ada polemik di dalamnya, akan mudah terselesaikan karena sifatnya interen.
Jalur zonasi, afirmasi, perpindahan tugas orang tua dan prestasi selama ini masih memiliki banyak celah yang membuat masalah demi masalah terkait PPDB terus terjadi. Aplikasi memang canggih, tetapi selalu ada celah masuknya ketika diperhadapkan pada kekuatan integritas penanggung jawab, panitia, operator dan admin PPDB.