Putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 23 P/HUM/2024 sebagai hasil uji materil Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 9 Tahun 2020 tentang Perubahan Keempat atas PKPU Nomor 3 Tahun 2017 yang mengatur tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota telah banyak menuai komentar, baik berupa dukungan maupun kritikan.Â
Polemik bermula ketika putusan MA mengubah syarat usia paling rendah 30 tahun untuk calon Gubernur dan Wakil Gubernur; dan 25 tahun untuk calon Bupati dan Wakil Bupati, calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota sebagaimana diatur pada Peraturan KPU Nomor 9 tahun 2020 pasal 4 ayat 1 huruf d yang sebelumnya terhitung sejak penetapan pasangan calon dan sekarang sejak pelantikan pasangan calon terpilih.
Polemik putusan MA tentang usia kepala daerah, bupati dan gubernur memang masih panas. Penghitungan syarat usia kepala daerah dari penetapan calon menjadi pelantikan pasangan terpilih itulah yang dipolemikkan, baik warga biasa maupun para pakar hukum tata negara.Â
Tetapi, tanpa mengesampingkan sisi negatif secara politik, penetapan usia 30 dan 25 tahun untuk kepala daerah sangat memberikan peluang calon pemimpin potensial dari usia muda untuk menang kontestasi. Artinya, semua warga negara kini memiliki hak yang relatif sama untuk berpolitik.
Dunia sedang berkembang bukan hanya di sisi pengusaha dan para crazy rich. Dunia politik juga sudah mulai terpapar kepemimpinan muda usia. Efek kehidupan milenial oleh karena propaganda teknologi informasi yang sangat cepat dan pesat turut membawa dampak dirindukannya seorang pemimpin yang masih fresh.Â
Pemimpin usia muda memang rentan godaan. Bujukan moral untuk kepentingan pribadi dan umum tentu menjadi tantangan seorang pemimpin muda. Uang, pasangan, popularitas dan kekayaan tak bisa lepas dari tekanan kepemimpinan.Â
Konteks ini bisa dihindari jika sang pemimpin muda memang memiliki aura memimpin di dalam dirinya. Ada niat melayani rakyat dengan tulus di atas kepentingan pribadi dan keluarga. Intinya, imannya kuat terhadap godaan duniawi.Â
Berbicara sisi positif, kehadiran pemimpin muda adalah ia bisa mengambil keputusan strategis dengan cepat. Selain itu, gaya kepemimpinan usia muda tidak terlalu penuh kewibawaan sehingga ia lebih lugas bergaul dengan siapapun.Â
Memang tetap harus diwanti-wanti bahwa gaya tanpa pikir panjang dalam mengambil sebuah keputusan strategis, apalagi jika disertai emosi muda, kerap berbenturan dengan norma-norma dan aturan tertentu. Tak menutup kemungkinan pula, tindakan dan hasil justru menjadi blunder yang berujung penangkapan KPK dan berakhir di hotel prodeo.Â
Putusan MA yang makin membuat "muda" umur seorang kepala daerah selevel bupati dan gubernur makin memudahkan sederet calon kepala daerah untuk bisa melenggang ke kursi nomor satu pemimpin di daerah. Ini tidak terkait dengan isu memudahkan Ketum PSI semata, Kaesang Pangarep yang berencana maju di Pilgub DKI.
Jauh ke daerah-daerah calon pemimpin muda juga diberi celah. Contoh konkret mantan ketua PMKRI, Benidiktus Papa yang kini mengajukan diri sebagai salah satu bakal calon bupati Tana Toraja. Ia adalah sahabat karib Kaesang dan mereka pun seumuran.Â
Melihat perolehan suara Benidiktus pada pileg yang lalu di Dapil Sulsel 1, ia bisa mengungguli sejumlah nama besar di wilayah selatan Sulsel untuk perebutan kursi DPR RI. Sekiranya PSI lolos ambang batas Parlemen, satu kursi dari Dapil Sulsel 1 diraih oleh Benidiktus.Â
Data dari perolehan suara menunjukkan bahwa aura pemimpin muda tengah diminati pemilih. Apalagi Benidiktus ini asli warga Sumbang, Tana Toraja. Pemuda Katolik ini memiliki semacam aura kepemimpinan yang sukses menarik banyak pemilih pada pileg yang lalu.Â
Ditambah dengan adanya putusan MA yang membolehkan kepala daerah berusia 30 tahun, maka peluang slaah satu pengurus PSI di tingkat pusat ini untuk memenangkan pilkada Tana Toraja terbuka lebar. Usia muda dan militansi tim dari pemuda bisa mendongkrak dan memberikan kejutan di pilkada mendatang.Â
Memang ia belum memiliki partai pengusung. Tetapi melihat kiprah politiknya di tingkat nasional, bukan tak mungkin, salah satu partai pengumpul kursi terbanyak di pileg yang lalu, Gerindra dan Golkar bisa ia dapatkan lewat lobi di tingkat pusat.Â
Di pilkada Kabupaten Enrekang, eks anggota DPR RI dari Partai Amanat Nasional, Mitra Fachruddin MB juga sudah paten maju di perebutan kursi nomor satu dari daerah penghasil sayur terbesar Indonesia Timur tersebut. Putusan MA cukup menolong Mitra untuk meneruskan kursi kepemimpinan bapaknya, Muslimin Bando, sebagai bupati tanah Massenrenpulu lima tahun ke depan.Â
Di kancah pertarungan gubernur Sulawesi Selatan, Andi Sudirman Sulaiman sejauh ini masih menjadi kandidat termuda until memperebutkan kursi nomor satu di Sulsel. Adik dari Menteri Pertanian, Amran Sulaiman, memiliki peluang besar kembali menduduki jabatan gubernur.Â
Sejauh ini, kandidat kuat penantangnya bukan dari usia muda. Mereka adalah Walikota Makassar, Danny Pomanto dan eks Walikota Makassar, Ilham Arif Sirajuddin.Â
Khusus bacagup berusia 30 tahun di Sulsel, senjauh ini belum muncul. Menarik untuk menunggu lebih jauh kehadiran calon pemimpin muda untuk menantang Andi Sudirman Sulaiman di pilgub mendatang.Â
Meskipun masih kontradiktif di tengah perbincangan masyarakat, putusan MA tetap memiliki manfaat bagi calon pemimpin muda di daerah. Pembangunan bisa saja lebih sukses di tangan pemimpin muda dibandingkan kepemimpinan usia senior.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H