Mohon tunggu...
Yulius Roma Patandean
Yulius Roma Patandean Mohon Tunggu... Guru - English Teacher (I am proud to be an educator)

Guru dan Penulis Buku dari kampung di perbatasan Kabupaten Tana Toraja-Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan. Menyukai informasi seputar olahraga, perjalanan, pertanian, kuliner, budaya dan teknologi.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

KKN Produktif dan Bermakna

12 Juni 2024   10:39 Diperbarui: 12 Juni 2024   11:09 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Berbaur dengan warga lokal.  Sumber: Koleksi Foto Pribadi.

Masa Kuliah Kerja Nyata (KKN) adalah salah satu bagian pendidikan di perguruan tinggi yang paling ditunggu oleh mahasiswa. Ikut KKN tandanya tak lama lagi akan menyelesaikan  masa kuliah. Namanya mahasiswa, KKN menjadi ajang keluar "kandang" setelah sekian semester duduk serius dalam ruang kuliah menatap dosen. 

Program KKN dengan angka kredit besar dan istimewa juga membawa misi besar dan dampak istimewa di tengah masyarakat. Terjun ke tengah masyarakat menjadi ajang implementasi ilmu yang didapatkan selama kurang lebih lima semester di kampus. 

Masa KKN mahasiswa dia puluh tahun yang lalu tentunya sudah sangat berbeda dengan kondisi saat ini. Dulu, teknologi pendukung masih minim. Saya ikut KKN tahun 2006 di mana handphone baru mulai menjangkau daerah. 

Lokasi KKN yang menyasar pedesaan dan pedalaman banyak memberikan pengalaman berharga bagi mahasiswa. Termasuk saya dan rekan-rekan kala itu. KKN zaman lawas seringkali tidak hanya membawa misi dari kampus. Tak luput pula, program KKN memgikutsertakan program Pemda. 

Kondisi inilah yang saya alami dulu. Di sela-sela tugas pokok sebagai mahasiswa KKN, kami juga wajib melakukan pendataan kepada semua keluarga yang ada di lokasi KKN. Kondisi rumah, fasilitas sanitasi, jamban, penghasilan hingga listrik wajib didata satu per satu. Keterkaitannya adalah untuk mendukung program daerah yang terkait kesejahteraan sosial. 

Setiap hari kami menyisir setiap rumah warga. Melakukan pendataan anggota keluarga, dsbnya. Jalan kaki naik dan turun gunung. Sesekali masuk wilayah berbatasan dengan hutan. 

Teknik pendataan masih manual. Full tulis tangan. Foto dokumentasi seadanya saja. Menggunakan kamera saku merek Canon. 

Selain melakukan pendataan, kami juga setiap hari mengajar di sekolah-sekolah yang ada. Di lokasi KKN saya dulu sudah lengkap SD, SMP dan SMA. Khusus SMA, 28 siswa yang kami ajar adalah kelas perdana. Untuk SMP ada satu sekolah. Sementara SD 3 sekolah. 

Kami juga aktif terlibat dalam kegiatan ibadah. Beberapa teman melayani ibadah anak-anak selolah minggu di gereja setiap hari minggu pagi. Selebihnya, melayani ibadah jemaat. 

Konsep KKN lawas memiliki ciri umum yang gampang dikenali. Ciri ini di antaranya membuat papan nama jalan, pintu gerbang desa, pintu gerbang kantor desa dan kantor camat, papan potensi di kantor desa, kantor camat dan sekolah. Mahasiswa KKN akan meninggalkan jejak di tiang pintu gerbang dan tiang nama jalan. Misalnya, KKN Universitas A Tahun 2006. 

Suatu hari, kampus akan melakukan penarikan mahasiswa KKN dari lokasi kami. Seorang tokoh masyarakat bertanya, "Kenapa mahasiswa KKN tidak membuat papan potensi di kantor desa seperti yang selama ini saya lihat. Tidak ada juga pembuatan papan nama jalan dan pintu gerbang?"

Inilah sebagian pertanyaan kecil yang diajukan ke kami. Saat itu, saya merespon dengan mengatakan bahwa tujuan kami di lokasi KKN kali ini selain membantu pemerintah daerah melakukan pendataan, kami mencoba melakukan pendekatan berbeda dengan meninggalkan konsep KKN yang ada selama ini. 

Ya, kami memang meninggalkan pola lama. Kami justru sepakat untuk melakukan terobosan baru dengan melakukan aktifitas lain selain fokus membuat papan nama jalan dan papan potensi. 

Berbaur dengan warga lokal.  Sumber: Koleksi Foto Pribadi.
Berbaur dengan warga lokal.  Sumber: Koleksi Foto Pribadi.

Salah satu aktifitas kami adalah mencoba meluruskan sebuah kebiasaan turun-temurin yang ada di lokasi KKN. Kebiasaan itu adalah hanya kaum perempuan yang boleh menanam padi di sawah. Peran laki-laki hanya membuka dan membersihkan pematang sawah. Semua aktifitas mencabut benih hingga menanam menjadi tanggung jawab perempuan. 

Kami pun memberikan contoh konkrit dengan terjun ke sawah milik orang tua pak camat menanam padi. Meskipun pada awalnya kami diberi penyampaian bahwa ada "pemali" jika laki-laki menanam padi, kami berusah memberikan penjelasan secara ilmiah yang kami kaitkan dengan kearifan lokal setempat. 

Ketika kami masuk sebagai mahasiswa KKN di lokasi, kami mendapati bahwa padi-padi di sana banyak yang rusak oleh hama tikus. Menurut info warga lokal, penyebab utamanya adalah ada aktifitas warga yang bertentangan dengan tradisi lokal. 

Melihat cara bertani warga setempat yang tidak serentak, ada yang sudah panen, ada yang sementara panen, ada yang baru mulai berisi padinya, ada yang baru mulai menanam dan ada pula yang baru memulai membuka pematang. Kami pun menganjurkan bahwa tingginya serangan hama ke tanaman padi diakibatkan oleh tidak serentaknya warga menanam padi. 

Ketika tidak serentak menanam padi, maka otomatis terbuka peluang bagi hama padi untuk menyerang sawah tertentu yang padinya siap panen. Jika ditanam serentak, maka hama akan memiliki banyak pilihan. Sehingga ada kemungkinan lebih banyak hasil panen dibandingkan masing-masing menanam sendiri sesuai keinginan. 

Masukan kami sedikit banyak diterima oleh warga lokal. Memang butuh waktu untuk mendapatkan dampaknya. Saat ini, keindahan perkampungan di lokasi KKN kami adalah ketika padi menguning di hamparan sawah. Pola tanam yang serentak sukses membuat panen meningkat karena minimnya seragam hama. Memang ini ditunjang pula oleh penerapan metode efektif lainnya dari penyuluh pertanian. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun