Mohon tunggu...
Yulius Roma Patandean
Yulius Roma Patandean Mohon Tunggu... Guru - English Teacher (I am proud to be an educator)

Guru dan Penulis Buku dari kampung di perbatasan Kabupaten Tana Toraja-Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan. Menyukai informasi seputar olahraga, perjalanan, pertanian, kuliner, budaya dan teknologi.

Selanjutnya

Tutup

Halo Lokal Pilihan

Dilema Sampah dan Galian Tanah terhadap Kelestarian Lingkungan

8 Mei 2024   16:24 Diperbarui: 8 Mei 2024   21:33 173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lingkungan adalah tempat di mana manusia, hewan dan tumbuhan hidup dalam satu ikatan keluarga. Hubungan di antara ketiganya akan senantiasa harmonis dan lestari jika ketiganya saling menjaga satu sama lain.

Tantangan terbesar lingkungan agar tetap lestari adalah dari manusianya. Perilaku kecil yang berpotensi merusak lingkungan adalah kebiasaan membuang sampah.

Aturan dan himbauan sudah ada di mana-mana. Uniknya lagi, sampah-sampah plastik yang terbuang begitu saja sebenarnya sudah memberikan ajakan agar penggunanya membuang sampah pada tempatnya. Kemasan-kemasan plastik sudah memiliki tulisan dengan jelas agar mereka dibuang ke tempat sampah. 

Karakter positif akan rasa peduli terhadap lingkungan sekitar tersamar oleh budaya konsumtif. Ala bisa karena biasa, sampah pun melambai di mana-mana. 

Kini sampah benar-benar memenuhi setiap ruang dalam spektrum lingkungan. Tak terkecuali sekitar pinggir laut. Sudah menjadi berita klasik bahwa laut adalah sasaran empuk di mana sampah berkumpul. Boleh dikatakan, area laut adalah tempat pembuangan sampah terakhir yang sebenarnya.

Kondisi di mana area laut menjadi ajang TPA dapat dijumpai langsung di jalan trans Sulawesi poros Pare-Pare menuju Makassar. Di rest area Kupa dan Bojo Kabupaten Barru yang selalu ramai pengunjung, sampah terombang-ambing oleh semburan ombak. 

Makin menyedihkan pemandangannya kala air laut surut. Pengelola sudah menyiapkan tempat sampah, tetapi tetap saja ada tangan-tangan lepas kontrol yang membuang sisa makanan ke tepi pantai. 

Di sekitar rest area Mallusetasi yang terbuka tanpa gazebo dan pondok ala pantai, dalam masih dalam wilayah Kabupaten Barru, sampah dengan jelas menyapa siapa pun yang singgah di tempat ini. Baik yang berhenti di sisi kiri maupun sisi kanan jalan, sampah bekas konsumsi manusia berserakan di mana-mana.

Bau menyengat khas perpaduan aneka ragam sampah langsung menggoda hidung. Pada area pinggir laut Mallusetasi, tumpukan sampah dibiarkan begitu saja. Ada yang sudah berendam ria dalam laut sementara yang lainnya teronggok berserakan tak tentu arah di atas bebatuan pengantar ombak.

Botol-botol bekas air mineral, bungkus snack, kertas nasi, stereoform hingga popok berserakan di mana-mana. Bahkan di atas sisi jalan raya, sampah juga ada di mana-mana.

Kesadaran akan perilaku warga +62 dalam membuang sampah sepertinya masih menjadi tantangan besar lingkungan di sekitarnya. Jika dibiarkan lama, sampah-sampah ini bukan hanya mencemari lingkungan dan menjadi sumber penyakit. Jauh ke depannya bisa menjadi pemicu datangnya bencana alam, seperti genangan air dan banjir.

Lokasi galian tanah yang berpotensi longsor. Sumber: dok. pribadi
Lokasi galian tanah yang berpotensi longsor. Sumber: dok. pribadi

Di tempat yang sama pada titik yang berhadapan, terdapat satu lokasi penambangan yang lebih tepatnya disebut galian tanah. Proses penggalian tanah sudah berlangsung bertahun-tahun. Pada awalnya hanya bagian sisi jalan trans Sulawesi Poros Pare-Pare menuju Barru yang dikeruk. 

Seiring perjalanan waktu, lokasi galian makin meluas hingga merenggut puncak perbukitan. Tak terhitung berapa jumlah pohon yang telah ditebang. Semakin lama, area penambangan tanah makin merangsek ke dalam hijaunya hutan di sekitarnya.

Di balik masifnya penambangan tanah, ada potensi yang siap mengancam keselamatan dua buah bangunan rumah warga yang ada di bawah tebing tanah. Longsor bisa saja mengintai. Terlebih di bagian belakang rumah tersebut, terlihat curam efek dari galian tanah.

Saat ini, hujan dengan intensitas tinggi sedang melanda Sulawesi Selatan. Banjir dan longsor pun terjadi di sejumlah kabupaten/kota. Ada banjir di Sidrap, Enrekang, Wajo, Luwu, Luwu Utara dan Luwu Timur. Sementara tanah longsor melanda Enrekang, Luwu, Tana Toraja dan Toraja Utara. 

Perpaduan kerusakan lingkungan dari berbagai titik di Kabupaten inilah yang juga turut membawa dampak buruk di sekitar pemukiman warga. 

Sampah perlu dikelola dengan bijak sehingga tidak merusak lingkungan. Edukasi tentang pentingnya membuang sampah sepertinya hanya sebatas himbauan saja sehingga masih banyak warga yang berperilaku sembrono terhadap sampah.

Demikian halnya dengan penambangan tanah tanpa memperhatikan kelestarian alam. Kebutuhan galian tanah sebagai timbunan untuk proyek perumahan banyak yang mengorbankan hutan. 

Lingkungan yang lestari ada di tangan kita semua. Belum terlambat untuk sadar dan peduli sejak hari ini sebelum bencana makin meluas ke depan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Halo Lokal Selengkapnya
Lihat Halo Lokal Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun