Berpuasa di antara mayoritas warga non-Muslim tentu memiliki tantangan tersendiri. Sekilas mereka berdua seperti saudara kandung. Pada sisi lain, rekan-rekan kerja justru menjodohkan mereka.Â
Pak Syahrul memiliki kelebihan. Ia sering menjadi pemimpin sholat dan pemberi khutbah di masjid ketika ada di Lekke'. Adapun ibu Riris yang ahli memasak, bertugas membantu warga Muslim di sana untuk menyiapkan menu berbuka dan sahur. Mereka melakukan buka dan sahur bersama di masjid.Â
Sebelum kembali ke masjid di Lekke', setiap sore ibu Riris masih menyempatkan diri membuat kue untuk dijual di sekolah keesokan harinya. Animo siswa membeli kue tetap tinggi di bulan ramadan di Puangbembe Mesakada karena warga di sana tak ada yang Muslim.Â
Demikianlah kesimpulan dari pengalaman mereka yang saya dapatkan ketika melakukan pendampingan individu keenam program pendidikan guru penggerak di UPT SMPN Satap 2 Simbuang. Sebelum masuk Ramadan, kami selalu menginap bersama di dalam eks ruang kelas yang disekat menjadi empat bilik kamar. Kami makan, tertawa, bercanda dan bertukar pikiran bersama.Â
Cara menjalankan ibadah puasa yang dilakukan oleh ibu Riris dan pak Syahrul, pada umumnya berlaku pula buat para guru dan pegawai Muslim yang ditempatkan di Kecamatan Simbuang. Mereka wajib menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan, adat istiadat, budaya dan kearifan lokal warga setempat.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H