Kondisi badan basah sangat terasa. Dua teguk air kembali masuk kerongkongan. Pikiran aneh sempat muncul lagi. Tempat ini adalah langganan orang terjatuh, meskipun warga lokal sekalipun.Â
Hari makin gelap ketika saya melanjutkan perjalanan. Namun, ada sedikit hiburan tambahan. Ada titik cahaya bulan di langit. Artinya perjalanan saya tak akan gelap gulita selama tidak tertutup awan.Â
Memasuki kampung Leppan, sayup-sayup terlihat lampu sorot mobil. Saya berhenti mengatur posisi. Bagian kanan jalan langsung menatap jurang. Bagian kiri langsung beririsan dengan perbukitan berbatu. Dua mobil pick up yang tak lain para pedagang peralatan rumah tangga keliling muncul di depan saya. Mereka mau kembali ke kota Makale. Tak sempat saya tanyakan apakah mereka kembali dari pasar Lekke' atau balik arah karena jalan rusak. Saya peringatkan bahwa ada longsor di tanjakan Talayo. Pengendara adalah warga Makassar, kentara dari logat mereka.Â
Lewatnya kedua mobil ini makin menambah becek jalan. Bebatuan besar sesekali saya temui ada di tengan jalan. Ban motor terhempas karena bebatuan beradu dengan jalan tak rata. Rerumputan yang tebal turut menambah bash celana dan pakaian.Â
Tanjakan kedua di kampung Leppan segera menghadang saya. Inilah tanjakan yang paling alamiah, puluhan bebatuan besar berwarna gelap di puncaknya tertanam secara alamiah, butuh mesin untuk memecahkannya. Di tanjakan ini saya terjatuh pertama kalinya waktu perjalanan perdana ke Simbuang pada bulan September tahun lalu. Hanya saja, saya terjatuh saat itu bukan karena mendaki, tetapi waktu menuruni jalur ini.Â
Motor saya lajukan dengan sangat hati-hati. Di tikungan pertama tanjakan, sebuah mobil pick up penuh barang berupa lemari terparkir di tengah jalan yang sempit. Memanfaatkan tempat yang kosong, saya memajukan motor. Tak ada sopir, sementara kaca sopir terbuka. Ketika gas sementara saya tarik, di balik tikungan yang menanjak, berlumpur dan berbatu, terdengar teriakan keras, "Berhenti."Â
Kaki pendek saya menyulitkan untuk berpijak di tanjakan. Sebelah kiri sangat dalam,bekas ban mobil, penuh bebatuan bercampur tanah lembek. Rem depan saya tarik sambil turun dari motor. Sebuah mobil pibk up tak kuat mendaki bebatuan hitam di tanjakan. Bebatuan besar segera dipasang kernet untuk mengganjal.
Dua orang kernet pick up membantu saya memindahkan motor ke sisi bukit bagian kiri dengan cara diangkat. Hal ini dilakukan agar mobil bisa mundur perlahan ke bawah sejauh kira-kira 70 meter ke sisi tikungan yang agak landai. Motor diletakkan pada sebuah batu besar, mobil mundur perlahan. Dengan bantuan kernet, saya berhasil menaikkan motor ke tempat yang rata. Saat itu sudah pukul tujuh malam lewat.Â
Hampir setengah jam saya berhenti di tanjakan Leppan. Saya turut membantu mengarahkan mobil pick up. Sopir dan kernet mengumpulkan bebatuan sebagai tempat berpijak ban mobil. Agak susah memang bagi mobil non 4x4 melaju. Aksi nekat para sopir pantas diacungi jempol.Â
"Bapak-bapak sudah berbuka puasa, "