Rembesan air justru memicu terjadinya pergeseran tanah. Kondisi inilah yang secara tidak langsung pula mempengaruhi tingginya debit air yang mengalir ke arah utara menuju kota Makale.Â
Selanjutnya, pertumbuhan pemukiman di sepanjang jalan trans Sulawesi dari KM9 menuju kota Makale juga masif. Khususnya di KM7 anak sungai yang menuju kota Makale juga mulai menyempit.Â
Sejumlah rumah warga menggunakan bantaran sungai sebagai lokasi bangunan. Hanya tersisa lebar satu-dua meter. Pohon berkurang, sampah menumpuk, lebar sungai menyempit dan masifnya pemanfaatan bantaran sungai sebagai tempat membangun hunian membawa dampak buruk tambahan untuk banjir di kota Makale.
Bersamaan dengan banjir, terjadi pula tanah longsor di kampung Lebane', Lembang Gasing, Kecamatan Mengkendek tadi malam. Bencana ini boleh dikatakan satu rantai dari hulu ke hilir.
Perlu ada ketegasan dari pemda terkait normalisasi aliran sungai ke depan. Selain itu, kesadaran pengelola pendidikan, warga, dan pelaku usaha di wilayah Mengkendek perlu disinergikan demi kenyamanan bersama.Â
Alam butuh penghijauan di sela-sela masifnya pembangunan. Air butuh aliran yang menjadi haknya. Dengan demikian akan tercipta harmonisasi alam dan warga.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H