Tuak yang juga dikenal dengan air nira adalah minuman beralkohol yang disadap dari pohon aren atau enau. Bagi warga Toraja, menyadap pohon aren untuk menghasilkan air tuak tidak dipandang sebagai sebuah pekerjaan, melainkan sebagai sebuah hobby.Â
Ketika memasuki wilayah Tana Toraja di kampung Salubarani yang berbatasan dengan kabupaten Enrekang, penyadap pohon aren sudah banyak. Apalagi ditunjang dengan masih tumbuhnya pohon aren di sekitar pinggiran sungai dan lembah-lembah perbukitan.Â
Memiliki pohon aren, sama nilainya dengan memiliki emas. Jika ada anak atau bibit aren tumbuh di kebun, aren itu akan dipelihara dengan baik oleh warga hingga mulai mengeluarkan buah.Â
Umumnya para pemuda kampung yang berperan sebagai penyadap aren. Masih tersisa pula beberapa orang tua lanjut usia yang masih setia menyadap. Bapak Christian Ruppu salah satunya. Ia adalah seorang kepala desa (kepala lembang), tetapi ia masih setia menyadap aren. Jabatan di desa tak menyurutkan niatnya untuk melaksanakan hobby turun-temurun dari pendahulunya. Rutin, dua kalo sehari, ia masih aktif melakoni kegiatan menyadap aren yang ada di sekitar kediamannya.Â
Jika tak memiliki pohon aren di kebun, banyak pula warga Toraja yang menyadap dari pohon aren milik tetangga dengan sistim bagi hasil jika banyak hasilnya dan diminum bersama jika hasil sadapan secukupnya saja.Â
Hanya satu dua orang warga Toraja yang menyadap aren untuk dibuat gula aren. Selain itu, tak ada warga Toraja yang memanfaatkan buah aren sebagai olahan kolang-kaling. Fokusnya hanya pada menghasilkan tuak. Pengaruh hobby sangat berpengaruh di dalamnya.Â
Oya, warga Toraja yang menyadap aren lebih populer disebut sebagai "passari tuak". Kegiatan menyadap aren dinamai "massari tuak."
Sebutan "to massari tuak" atau "passari tuak" pun sudah menjadi kebanggaan tersendiri bagi warga Toraja. Mengapa jadi kebanggaan? Tidak semua orang bisa menjadi penyadap aren yang lahir dan sukses. Ada yang mahir, tapi jarang berhasil mengumpulkan air tuak. Katanya itu tergantung pada garis tangan.Â
Keahlian "passari tuak" banyak suksesnya dari cara memukul tangkai dan batang aren (mangrambi) selama sebulan sebelum tiba masa "ma'tobangan" atau pemangkasan buah aren dari tangkainya. Ciri tangkai siap disadap adalah ketika sudah banyak serangga menghinggapi tangkai yang dipukul (dirambi).Â
Selain keahlian "mangrambi", seorang penyadap juga wajib memiliki parang/pisau khusus yang disebut "la'bo' pangrambian". Parang ini memiliki ketajaman dan cara mengasah khusus. Parang pun tak sembarang digunakan. Kiat terakhir adalah melihat hari baik dan posisi bulan.Â