Masa libur Natal dan Tahun Baru (Nataru) segera berakhir. Tinggal menghitung hari bagi saya dan anak untuk kembali ke lingkungan sekolah. Tanggal 8 Januari 2024 adalah hari pertama masuk sekolah untuk semester genap tahun ajaran 2023/2024. Saya akan kembali ke rutinitas sebagai guru untuk mengajar di jenjang SMA dan anak juga kembali ke aktifitas wajibnya di bangku sekolah dasar. Sementara, istri sudah lebih dulu masuk kantor kembali sejak tanggal 2 Januari 2024.
Libur selama kurang lebih tiga minggu secara tidak langsung memberikan waktu bersantai dengan keluarga, kerabat dan sanak famili. Selain itu, waktu liburan juga banyak diisi dengan kegiatan sosial, seperti Perayaan Natal, Ibadah Syukur dan kegiatan kedukaan. Khusus pribadi saya, tidak ada waktu berlibur karena aktifitas sosial.Â
Namun, secara pribadi juga, libur kali ini banyak memberikan waktu luang untuk menikmati jam tidur. Jika selama hari kerja sebelum masuk libur Nataru kami sekeluarga rutin bangun pagi-pagi, selama libur kali ini kami beberapa kali terbiasa telat keluar kamar. Karena tidak adanya beban mengejar jam masuk kerja setiap pagi dan tidak diburu mengantar anak ke sekolah, kami seperti "bermalas-malasan" dan benar-benar menikmati jam tidur. Hampir setiap hari ada kegiatan kemasyarakatan di lampung, tetapi kami seperti diajak oleh suasana libur untuk menikmati liburan versi memperpanjang waktu tidur.Â
Nah, memasuki minggu terakhir libur ini, sepertinya kebiasaan memperpanjang tidur setiap pagi ini meminta jatah untuk diperpanjang. Ketika jam 5 pagi sudah memberikan kode untuk segera bangun pagi, saya biasa melihat jam, "Ah, masih mau tidur, mumpung libur. "
Oleh karena tergoda nyamannya tidur, sampai-sampai ketika tim kesayangan saya, Juventus sukses mengalahkan AS Roma, tak mampu saya tonton dengan maksimal lewat tayangan live streaming. Rayuan bantal dan kasur ditambah dinginnya suasana pagi mampu mengalahkan rutinitas menonton tim kesayangan.Â
Khusus pribadi saya, tubuh memang sepertinya enggan beranjak dari kasur setiap pagi. Nanti menjelang pukul 8 baru membuka gorden kamar. Kondisi yang sama ternyata menimpa anak saya. Beberapa kali ia berujar, "Pak, libur anak SD masih diperpanjang kan. Rasanya masih mau tidur. " Istri pun juga sama, ia masih beberapa bermalasan bangun pagi dalam dua hari terkahir, padahal sudah hampir pukul tujuh pagi dan jam masuk kantornya adalah pukul 8 pagi.Â
Hmmm... Sepertinya kami sekeluarga telah terjangkit gejala post holiday blues. Tubuh pegal-pegal dan menuntut istirahat lebih panjang lagi. Pokoknya ingin menambah jam tidur. Sepertinya kasur selalu melambaikan tangannya untuk mengajak rebahan kembali. Tak adanya tuntutan kewajiban yang harus dituntaskan ikut mendorong adanya gejala post holiday blues ini.Â
Harus saya akui bahwa liburan Nataru yang terlampau agak lama kali ini sangat mempengaruhi fisik saya. Bobot tubuh mengalami kenaikan yang boleh dikatakan signigfikan. Ukuran celana sudah masuk 36, padahal pada bulan November masih 34. Ada peningkatan  lemak oleh karena terlalu menikmati makan dan tidur.Â
Seperti yang saya tuliskan di awal bahwa, libur Nataru ini agak panjang tetapi banyak diisi oleh kegiata  sosial dan kemasyarakatan. Dengan demikian volume makan juga ikut meningkat. Apalagi saya yang tinggal di wilayah Toraja, hampir setiap hari akan bertemu makanan dari olahan daging dan berlemak. Desember hingga awal Januari banyak diisi kegiatan Natal dan ibadah syukur keluarga. Sementara, di sisi lain aktifitas fisik agak berkurang. Minimnya keringat yang keluar justru mendorong lemak bertambah dan makin memanjakan post holiday blues.Â
Dampak post holiday blues ini pun masih terasa ketika sedang mengendarai mobil. Rasa kantuk menyerang padahal baru jam 9 pagi. Kebiasaan telat bangun pagi selama libur Nataru ini sepertinya telah memanjakan tubuh untuk tidur.Â
Untuk mengatasi hal ini, saya mulai kembali ke kebiasaan lama seperti tahun-tahun sebelumnya. Karena saya penggemar olahraga, maka sasaran pertama adalah mengecek channel live sepakbola di TV. Suara gemuruh reporter dan suporter bola dari TV mampu menekan daya kantuk untuk segera membuka mata lebar-lebar.Â
Selanjutnya, tak sempurna bangun pagi tanpa mereguk nikmatnya kopi Toraja. Aktifitas pagi, menuju dapur, cuci muka, minum segelas air hangat dan mendidihkan air untuk membuat secangkir kopi mampu mengembalikan konsentrasi untuk tidak teringat kasur.Â
Ada secangkir kopi Toraja tanpa gula menemani sambil menikmati saat-saat terakhir tayangan live sepakbola. Kopi selama ini saya percaya sebagai penghilang kantuk. Makanya saya terbiasa minum kopi jika kantuk menyerang.Â
Menjelang matahari terbit, saya juga memutar lagu MP3 pagi-pagi dengan maksud membuat anak dan istri terjaga. Cara ini terbukti efektif seperti pagi ini, pukul 6 pagi kami semua susah terjaga karena aluna musik. Meskipun anak sendiri masih meminta untuk tidur lagi karena ia tahu nanti masuk sekolah tanggal 8 pagi.Â
Agar anak bisa segera terlepas dari kasur, selepas nonton bola, saya mengajak anak untuk membersihkan sekitar halamandengan mencabuti rerumputan. Selain itu, saya juga memandunya untuk mengumpulkan smpah yang bertebaran. Mengingat rumah tepat berada di jalan trans kabupaten menuju terminal bus, maka sampah-sampah plastik pun banyak ditemui setiap pagi.Â
Sedikit aktifitas fisik dan adanya keringat yang menetes pun sukses menyadarkan tubuh dari rasa bermalasan.Â
Kegiatan-kegiatan sederhana ini telah mampu memecah konsentrasi memperpanjang durasi tidur di pagi hari. Namun, jujur saja saya belum bisa memastikan apakah akan efektif lagi di hari-hari berikutnya. Mengingat Tana Torana sedang dilanda musim hujan dimana seringkali hujan lebat terjadi di waktu subuh.Â
Satu hal yang saya syukuri adalah kembali bergulirnya liga-liga sepakbola Eropa. Tayangan live lewat TV Kabel akan mengembalikan masa bangun subuh bagi saya yang akan banyak pula mempengaruhi aktifitas keluarga kecil saya.Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI