Aturan kampanye pemilu 2024 telah ditetapkan Komisi Pemilihan Umum. Sama halnya dengan ketentuan pengawasan pelaksanaan kampanye juga telah dibuat oleh Badan Pengawas Pemilihan Umum. Pemasangan alat peraga kampanye hingga rapat  terbatas telah mulai dilakukan oleh para calon anggota legislatif. Ada yang masif pemasangan alat peraganya dan ada pula yang terlihat santai-santai saja. Ada yang mulai mengumpulkan massa melalui program tertentu dan ada pula yang memilih door to door memperkenalkan diri.Â
Banyak cara dilakukan oleh para kandidat untuk menggaet pemilih. Ada yang bekerja sendiri, bersama tim kecil dan ada pula yang memiliki struktur teroganisir tim pemenangan. Beragam strategi yang digunakan oleh para peserta Pemilu 2024 seyogyanya tidak keluar dari koridor tata cara kampanye yang telah ditetapkan KPU. Taat aturan kampanye adalah tanggung jawab caleg, partai dan timnya. Pengawas atas pelanggaran kampanye bukan hanya Bawaslu melainkan juga masyarakat. Tentunya caleg yang taat aturan pelan-pelan akan mendapat simpati dari calon pemilih.
Terdapat beberapa alasan yang melandasi keseriusan kandidat dalam melakukan sosialisasi diri atau kampanye. Alasan-alasan tersebutlah yang membuat perbedaan mencolok sosialisasi antara caleg A dengan caleg lainnya. Berdasarkan pengalaman selama ini dapat disimpulkan sejumlah alasan terjadinya perbedaan kualitas dan kuantitas kampanye.Â
Pertama, ramainya alat peraga kampanye caleg adalah tergantung dari seberapa besar budget kampanye yang dimilikinya. Ini bisa dilihat dari ukuran dan kualitas bahan  APK  yang dipasangnya. Tergambar pula dari jumlah APK. Selain itu, dana besar caleg mendorong terbentuknya tim sukses atau tim kampanye. Adanya tim sukses juga akan membuat marak berdirinya posko-posko pemenangan. Pemasangan APK masif tentunya didukung oleh ketersediaan dana yang mumpuni. Sementara yang biasa-biasa saja APKnya juga didukung oleh kekuatan yang biasa-biasa saja. Selain itu jumlah sebaran APK demikian pula ukurannya. Biasanya para caleg yang mapan secara finansial, APKnya jarang yang melanggar aturan kampanye. Balok-balok kayu yang kokoh rata-rata menjadi media pemasangan APK. Belum termasuk yang menggunakan media mewah seperti TV, media online, website dan bahkan adapula yang menggunakan billboard. Kondisi ini biasa berbanding terbalik dengan kegiatan caleg yang secara finansial terbatas. APK dalam bentuk poster dan stiker lebih banyak ditempelkan di kios-kios atau tiang listrik. Budget murah dan tanpa tim pemenangan.Â
Terkait akan adanya money politic dari kemapanan budget setiap caleg itu tergantung perilaku caleg dan tim pemenangannya. Demikian halnya dengan pemilih, tergantung pada integritas dan kata hati.
Kedua, dengan adanya tim sukses maka akan banyak membantu caleg dalam melakukan sosialisasi. Terutama caleg yang mencalonkan diri untuk tingkat DPR RI dan DPRD Provinsi. Kehadiran tim sukses membuat pekerjaan kampanye caleg dimudahkan. Pergerakan lebih mobile dan bisa menjangkau banyak orang dalam waktu yang singkat. Jangkauan daerah yang mencakup beberapa kabupaten tentunya membutuhkan tenaga tambahan dan biaya yang besar pula. Ini terkait langsung dengan jumlah dukungan biaya. Keuntungan caleg yang memiliki banyak jaringan keluarga dan kolega adalah mereka bisa terbantu dari ketersediaan lokasi untuk memasang APK. Rumah atau properti yang dimiliki jaringan keluarga dan kolega bisa pula bebas digunakan sebagai sarana kampanye untuk rapat terbatas.
Ketiga, motivasi dan peluang yang dilihat oleh caleg mendorongnya untuk lebih serius dalam melakukan sosialisasi. Caleg dengan latar belakang pengusaha biasanya lebih kentara motivasinya untuk lolos. Kekuatan finansial dan kolega lagi-lagi mendasari motivasi besar itu. Dengan adanya gambaran data jumlah calon pemilihnya kelak, caleg akan termotivasi untuk aktif melakukan sosialisasi. Gambaran kekuatan jumlah pemilih diperoleh dari informasi tim sukses, jaringan keluarga, jaringan kekerabatan dan kolega.Â
Keempat, caleg tertentu mendapat dukungan secara politik dari tokoh politik yang sudah mapan. Misalnya, caleg A satu frekuensi dengan ketua umum partai politik, kepala daerah atau bahkan presiden. Ketika ia membuat alat peraga, maka tokoh-tokoh tersebut muncul pada APKnya. Secara tidak langsung, ada dampak yang dibawa oleh tokoh-tokoh tertentu. Sekali berlayar, dua tiga pulau terlewati. Di samping kampanye untuk dirinya, ada komitmen untuk menggolkan ketum atau tokoh tertentu. Elektabilitas caleg sudah pasti teruji di sini, yakni pengaruh dari tokoh yang bersamanya di APK.
Kelima, caleg dengan latar belakang mantan pejabat publik atau tokoh yang pensiun dari Polri dan TNI biasanya sudah memiliki ketersediaan massa calon pemilih. Nama besar dari jabatan yang pernah dipegang biasanya akan menjadi nilai jual caleg. Apalagi jika selama ia menduduki jabatan tersebut tergolong baik di mata masyarakat. Lalu, dengan jabatan di pemerintahan yang pernah dipegangnya, maka secara tidak langsung menuntun caleg tersebut untuk teliti dalam melakukan kampanye.
Keenam, latar belakang pendidikan setiap caleg berpengaruh pula pada ketaatan pada aturan kampanye. Update informasi yang terjadi setiap saat melalui perangkat gadget caleg bisa dicerna dengan cepat pula. Kinerja tim pemenangan melalui pengetahuan akan aturan kampanye berkontribusi pula di sini.
Caleg dengan latar belakang eks pejabat dan pengusaha besar biasanya lebih mudah dalam mengumpulkan massa untuk melakukan pertemuan terbatas. Ia pun cenderung lebih mudah dikenal dan diperkenalkan dalam sebuah kegiatan warga. Dari mulut ke mulut lebih cepat tersosialisasi.Â
Tidak terlepas pula caleg yang merupakan incumbent atau pernah mencalonkan diri sebagai caleg pada Pemilu sebelumnya sudah memiliki pengetahuan dasar akan aturan kampanye.
Tantangan besar semua caleg pda kampanye Pemilu 2024 adalah bagaimana memperkenalkan nomor urut dan nama mereka di kertas suara. Ini menjadi PR besar bagi caleg dan tim pemenangannya. Aturan KPU untuk Pemilu 2024 sudah menyatakan bahwa di kertas suara nantinya tidak akan ada lagi foto kandidat. Tapi hanya memuat nomor urut dan nama kandidat.Â
Kreatifitas menjual nomor urut dan nama di kertas suara cenderung lebih dioptimalkan dibandingkan dengan sosialisasi visi dan misi. Bagi caleg yang memahami konteks ini seharusnya makin meminimalkan sosialisasi pemasangan APK yang melanggar aturan.
Sebenarnya masih banyak alasan-alasan logis lainnya. Namun, sejumlah alasan di atas adalah yang paling dominan terjadi di tengah masa kampanye. Efektifitas kepatuhan pada aturan bukan hanya tergantung pada sosok calegnya. Perilaku dan pengetahuan tim pemenangan yang terjun ke tengah masyrakatlah yang paling mendominasi lahirnya pelanggaran kampanye atau tidak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H