Mengapa tapal batas Pangkep ini berubah drastis? Padahal kurang lebih 400 meter dari tapal batas berdiri politeknik pertanian negeri Pangkep. Apakah ada izin dari pihak terkait? Atau apakah ada yang membekingi sehingga sangat mudah mendirikan usaha dan beroperasi di sana? Yang jelasnya cafe-cafe tersebut bersolek ria setelah pandemi Covid-19 diumumkan resmi berakhir.
Ditenggarai salah satu pemicu tumbuh suburnya cafe-cafe yang menyajikan minuman beralkohol dengan pelayan wanita-wanita cantik nan seksi ini adalah tingginya PHK yang terjadi kepada mereka di tempat kerjanya di luar pulau Sulawesi. Kesimpulan awal saya para pekerja dari kaum hawa tersebut adalah para perantau.
Tingginya kebutuhan ekonomi atau keperluan hidup sehari-hari tidak sebanding dengan penghasilan jika hanya sekedar membuka kios menjual kopi, teh, mie instant, air mineral atau soft drink.
Di sisi lain memang agak susah untuk bersaing mencari pekerjaan dengan penghasilan mumpuni tanpa latar belakang yang memadai pula.
Lalu, berbekal pekerjaan serupa yang mereka kerjakan sebelumnya di tanah rantau, maka profesi itu pula yang mereka bawa ke tapal batas di Pangkep. Tambahan pula, rendahnya tingkat pendidikan yang maksimal SMA/SMK membuat para wanita penghuni cafe kesulitan memperoleh pekerjaan yang lebih baik.Â
Selain itu, minimnya skill meraka yang pulang kampung menambah peluang untuk menjalankan  profesi remang-remang ini.  Demikian kira-kira latar belakang pertama sehingga para pesolek tapal batas Barru-Pangkep ini berkembang pesat.Â
Kemudian, tapal batas ini sejak dulu menjadi tempat persinggahan bagi sopir-sopir truk ekspedisi antar kabupaten dan antar provinsi. Inilah yang menjadi salah satu daya tarik para pengusaha cafe untuk mengoperasikan cafe-cafenya di sana.Â
Jadi, sopir-sopir di samping istirahat atau memperbaiki kendaraan pada beberapa bengkel di sana, sekalian beristirahat sambil mendapat layanan pijat plus-plus.Â
Beberapa hari yang lalu, sekitar pukul 9.30 malam, saya sempat berhenti di tapal batas Barru-Pangkep ini untuk beristirahat setelah menempuh perjalanan 4 jam dari Tana Toraja.Â
Saya memilih istirahat pas di samping tugu tapal batas karena lokasinya yang luas dan agak gelap. Kondisi ini memberikan saya keleluasaan untuk menikmati kopi panas yang saya bawa dalam termos. Kemudian saya bisa buang air kecil gratis di semak-semak samping tugu tapal batas.Â