Setelah menyusuri sedikit lokasi kami terjatuh, ternyata itu adalah tempat saya juga terjatuh ketika pulang dari Simbuang sebulan yang lalu. Pak guru rekan saya akhirnya ikut bercanda bahwa memang tidak sempurna perjalanan ke Simbuang jika tidak terjatuh, Meskipun katanya sudah mahir dan sering melalui jalan ke Simbuang, pasti akan terjatuh.Â
Kami memeriksa kondisi motor. Tidak ada lecet parah. Kekhawatiran kami justru pada bambu shock depan motor yang menghantam batuan besar di tengah tanjakan saat terjatuh. Untunglah aman-aman saja.Â
Celana dan jaket kami serta ransel yang kami bawa penuh debu putih pucat efek tertidur di jalan saat terjatuh. Saya memeriksa tripon kamera yang saya pengang, ternyata satu baut penyangganya lepas. Kami mencoba mencarinya tetapi tidak ketemu. Adapun tas kecil yang melintag di badan saya juga turut robek. Entah tersangkut apa hingga robek.Â
Memastikan bahwa kondisi kami sudah baik, kami melanjutkan pendakian di Leppan menuju kampung Petarian. Perjalanan malam di tanjakan seolah berlangsung lambat sekali. Mungkin karena kami sudah terjatuh hingga laju motor juga mulai hati-hati. Memasuki Petarian, di kejauhan mulai nampak silau lampu listrik dari rumah warga. Bekas rabat beton sudah menajdi penghias jalan. Itu tanda bahwa Petarian sudah menajdi kampung berikutnay untuk dilalui. Dua kali kami berpapasan dengan kawanan sapi liar di Petarian. Mereka sudah terbiasa dengan kendaraan sehingga tidak panik dan seolah menyambut teman saja.Â
Rasa pegal makin mengganggu kedua kaki dan pantat saya manakala tanjakan tiada ujung di sepanjang jalan di Lembang Makkodo kami lalui. Saya sudah meminta ke rekan saya untuk berhenti jika sudah tiba di jalan yang rata. Selama di tanjakan yang dirabat beton, kami hanya dua kali berpapasan dengan motor. Selebihnya kampung sunyi meskipun sudah dihiasi dengan lampu listirk dari tenaga turbin. Oleh karena daya yang kecil, maka lampu-lampu di rumah warga seperti kerlap-kerlip lampu Natal. Menyala dan padam bergantian. Wajar memang karena debit air sungai di sumber air di mana turbin berada sangat kurang karena musim kemarau.Â
Memang sudah ada tiang pancang PLN lengkap dengan kabelnya yang berasal dari Kabupaten Mamasa telah menghiasi jalan di Lembang Makkodo. Menurut rekan saya, seharusnya listrik PLN sudah beroperasi di akhir tahun 2022. Namun, tak kunjung berfungsi karena terjadi longsor di kampung Buangin yang membatasi Kecamatan Simbuang dan Mappak. Puluhan tiang listrik di sana katanya hancur terbawa longsor musim hujan tahun lalu.Â
Cerita pak guru tentang listrik PLN inilah yang menjadi bumbu perjalanan hingga pada akhirnya kami memutuskan berhenti ketika memasuki ibu kota Lembang Makkodo. Jalan mulai rata meskipun tak ada rumah. Jaringan internet pun sudah ada meskipunterbatas. Kami berdua mendapat telepon dari istri masing-masing. Jam menunjukkan pukul 07.40 saat itu. Perjalanan masih diperkirakan lebih sejam lagi.Â
Meskipun pada akhirnya kami terjatuh, tumbang di jalan, itu adalah pengalaman menarik saya dalam perjalanan kedua saya ke Kecamatan Simbuang. Ini adalah jawaban yang memastikan bahwa Kecamatan Simbuang memang butuh pembangunan infrastruktur jalan raya. Musim hujan ekstrim sama saja dengan musim kemarau.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H