Mohon tunggu...
Yulius Roma Patandean
Yulius Roma Patandean Mohon Tunggu... Guru - English Teacher (I am proud to be an educator)

Guru dan Penulis Buku dari kampung di perbatasan Kabupaten Tana Toraja-Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan. Menyukai informasi seputar olahraga, perjalanan, pertanian, kuliner, budaya dan teknologi.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Perjalanan Malam yang Menegangkan Menuju Simbuang

12 Oktober 2023   20:37 Diperbarui: 15 Oktober 2023   21:40 246
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Istirahat di jalan menuju Simbuang. Sumber: dok. pribadi. 

Kecamatan Simbuang yang terpencil dan unik, akhirnya saya kembali menginjaknya untuk kedua kalinya. Setelah kunjungan pertama kurang lebih sebulan yang lalu, saya kembali menuju kecamatan dengan predikat 3T ini untuk menunaikan  tugas Pendampingan Individu 2 Program Guru Penggerak Angkatan 9 Kabupaten Tana Toraja. 

Medan yang ekstrim, rute menantang dan menguji adrenalin serta kampung yang unik dengan segala macam cerita misteriusnya tak menghalangi saya untuk menjalankan tugas mulia di bidang pendidikan. Jika pada perjalanan perdana saya berangkat siang hari menuju Kecamatan Simbuang, maka pada perjalanan kedua saya kali ini, perjalanan dilalui malam hari. 

Saya tidak sendiri ke sana. Saya ditemani salah satu tekan guru penggerak ngkatan 4. Bapak Neptianus Stepanus Podi. Akrab disapa pak Step. Ia menjadi driver saya. Kemampuannya menjajal rute ke Simbuang sudah tidak diragukan lagi. Sudah lebih 5 tahun beliau mengajar pada salah satu SD Negeri di Kecamatan Mappak yang berbatasan dengan Kabupaten Mamasa. Kami menunggangi motor jenis XTrail. Saya menjadi penumpang motor. Sekaligus kesempatan perdana saya menaiki motor jangkung ini sebagai penumpang. 

Kami agak terlambat berangkat berhubung saya harus menemani seorang petugas dari Balai Besar Guru Penggerak Provinsi Sulawesi Selatan untuk melakukan monitoring evaluasi pada kegiatan Pendampingan Individu 2. Kami meninggalkan kota Makale pukul 4 sore. Dengan estimasi perjalanan 3-4 jam karena berboncengan, maka sudah dipastikan kami akan menyusuri hutan dan rute ekstrim menuju Simbuang di malam hari. Untuk memangkas jarak, pak Step mengambil rute jalan pintas menuju area proyek PLTA Malea Energy di Makale Selatan. Pak Step membawa saya melewati lorong perkampungan yang abru pertama kali saya lewati. Katanya lewat rutetersebut bisa memangkas waktu tempuh satu jam dibandingkan lewat jalur normal yang beraspal. Meskipun kata warga dari Simbuang, "Meskipun jalur normal jauh, tapi kami orang Simbuang lebih suka melewati yang beraspal karena tidak ada aspal di Simbuang." 

Jalan berdebu menemani perjalanan pada 10 km pertama di sepanjang jalur PLTA. Menyusuri area proyek di sisi sungai Sa'dan perlahan saja. Sejumlah truk besar milik PT Malea melintas. Ditambah pengerjaan rabat beton, maka sempurnalah debu berhamburan diterpa angin. 

Oleh karena belum terbiasa membonceng di motor xtrail, maka rasa pegal menyerang kedua paha saya, padahal baru sepuluh km rute yang dilalui. Pantat pun mulai pegal. Helm yang saya gunakan juga sedikit menjadi beban saya. Merasa terganggu dengan helm, terlintas di pikiran saya untuk menitipkannya di warung atau kios nantinya. 

Sebuah jembatan gantung menjadi penghubung Kecamatan Makale Selatan memasuki wilayah Kecamatan Bonggakaradeng. Sedikit tegang juga ketika motor melintas di atasnya. 

Pukul 5 sore kami masuk Desa/Lembang Poton. Perut mulai lapar sehingga kami memutuskan untuk mencari warung makan sekaligus menitipkan helm. Jujur, saya kurang nyaman sebagai penumpang XTrail, lebih nyaman jika jadi driver. Sayangnya, tubuh saya pendek, kaki tidak menyentuh tanah jika saya jadi driver. Itulah alasannya saya cukup jadi penumpang yang dibonceng. 

Pak Step sudah hafal benar warung-warung makan di sepanjang rute menuju Simbuang dan Mappak. Sempat singgah di warung pertama, namun tak ada menu makan. Pak Step mengusulkan  ke warung mama Nova di kampung Pangala', Lembang Poton. Benar di warung ini ada menu makan, nasi dan daging ayam kampung. Tak lupa juga saya memesan kopi pahit. Sayangnya di warung ini tidak ada jaringan telpon dan internet. Selesai makan, saya minta izin ke mama Nova untuk titip helm. Esok hari kami singgah ambil. Ditambah basa-basi sana-sini, waktu terus berlalu, gelap menjemput. 

Pukul 5.50 petang kami melanjutkan perjalanan. Gejala duduk di sadel XTrail masih terasa di kedua paha saya. Terutama paha kaki kiri. Namun, saya sedikit merasa nyaman setelah melepas helm dan menitipkannya di warung. 

Jalan gersang dan sunyi menemani kami hingga mencapai pagar pembatas ternak atau sulu' di dusun Sandangan, Lembang Mappa'. Hawa dingin juga mulai menembus jaket. 

Oleh karena saya dibonceng, maka saya merekam full video perjalanan ke Kecamatan Simbuang. Berbekal kamera handphone dan tripod, saya mulai merekam sejak dari jalur PT Malea Energy hingga ke tujuan, UPT SMPN SATAP 2 Simbuang di Lembang Puangbembe Mesakada.

Kami menuruni jalur Sa'dan yang ekstrim. Jalan sepertinya makin parah dibanding ketika perjalanan perdana saya. Musim kemarau telah memaksa sisa-sisa rabat beton yang bercampur dengan bebatuan alami menyebar kesana kemari dihempas oleh ban motor dan ban mobil. Bebatuan bertebaran di sepanjang jalur. Pak Step terlihat santai mengendalikan motor. Ya, wajarlah... Sudah seperti menu harian beliau. 

Sadel motor yang pendek memaksa saya untuk konsentrasi pula di belakang pak Step. Jika jalan landai dan mendaki, rasa pegal menyerang kedua paha, tapi agak nyaman di jalur menurun. 

Lampu motor dinyalakan pak Step setelah sekitar 1 km menuruni jalur Sa'dan. Suara raungan motor Xtrail merek Honda pak Step yang memekakkan telinga sukses mengalahkan suara-suara misterius khas hutan. 

Sekali lagi, kali ini medan benar-benar berat. Beruntunglah pak Step selaku driver begitu lihai dan hafal betul jalur mana yang layak dan mudah dilalui ban motor. Saya pun selalu mencoba untuk memberikan keseimbangan pada motor dengan senantiasa rapat ke punggung pak Step. Sesekali saya menurunkan kedua kaki saya dari pedal kaki. Rasa pegal di paha sangat terasa. Tambahan pula, ransel di punggung yang berisi laptop agak berat. 

Saya sempat turun dari motor pada sebuah jalur tikungan, tanah berdebu. Ketika turun, saya melihat ban motor sepertinya sulit dikendalikan. Meluncur saja meskipun pak Step sudah menurunkan kedua kakinya. Bahkan, ketika saya injak jalur tanah tersebut, saya sedikit terpeleset. Saay memilih berjalan mendahului pak Step lalu mendokumentasikan pak Step melewati jalur kategori tantangan tersebut.

Jalur tanah di rute Sa'dan yang ekstrim. Sumber: dok. pribadi. 
Jalur tanah di rute Sa'dan yang ekstrim. Sumber: dok. pribadi. 

Dikagetkan Rombongan Babi Hutan

Suara aliran jeram sungai terdengar sayup-sayup bercampur dengan gemuruh angin dan raungan knalpot motor. Artinya, jalur makin menurun dan mendekati sungai. Sekitar 500 meter sebelum mencapai jembatan sungai Massuppu', kami mendapati sebuah ambulans yang bergerak perlahan dengan arah yang sama dengan arah motor kami. Ternyata ambulans Puskesmas Lekke' dari Kelurahan Sima, Kecamatan Simbuang. Itu adalah mobil yang sama yang dua kali berpapasan dengan saya pada perjalanan perdana ke Simbuang sebulan yang lalu. Pak Step membunyikan klakson dan memberi kode lampu agar kami diberi jalan over lap. Kami saling menyapa dengan sang sopir Ambulans. Kami izin jalan duluan. 

Beberapa puluh meter setelah mendahului ambulans, kami dikagetkan oleh satu rombongan berkulit hitam yang melintas. Jumlahnya sekitar 3-4 ekor. Jantung saya berdegub keras. Ternyata babi hutan! Oleh karena sempat kaget, saya lupa mengabadikannya segera dengan video. Saya mengikutinya dengan rekaman video. Sayangnya gelap, lampu motor tak sempat menyorotnya. Pak Step kemudian menghentikan motor sejenak dan mencoba menyorot rombongan babi hutan yang melintas. Namun hewan tersebut dengan cepat hilang dibalik semak belukar. Hanya suara gemerisik dedaunan kering yang mereka tinggalkan untuk kami. 

Kami tertawa dan segera menyadari kekagetan kami. Perjalanan kami lanjutkan, dan meninggalkan ambulans yang melakukan perjalanan santai. Hari makin gelap ketika kami tiba di bibir jembatan yang melintasi sungai Massuppu. Sisa-sisa cahaya di langit masih terpantulkan oleh beningnya air sungai. Pak Step menghentikan motor tepat di tengah jembatan. Kami mengambil nafas sekitar satu menit. Gas motor dinaikkan, posisi duduk dibuat nyaman dan kami pun berlalu memasuki kampung Leppan, Lembang Makkodo. Itu adalah rute kedua yang ekstrim setelah jalur menukik turun dari Sandangan-Sa'dan. 

Sudah terlintas di pikiran, akan seperti apa jalur kampung Leppan menuju kampung Petarian. Jalur Sa'dan saja sudah berantakan. Mungkinkah Leppan akan memberikan kenyamanan bagi kami atau sebaliknya?

Bersambung .... 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun