Mohon tunggu...
Yulius Roma Patandean
Yulius Roma Patandean Mohon Tunggu... Guru - English Teacher (I am proud to be an educator)

Guru dan Penulis Buku dari kampung di perbatasan Kabupaten Tana Toraja-Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan. Menyukai informasi seputar olahraga, perjalanan, pertanian, kuliner, budaya dan teknologi.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Guru Honorer Tangguh yang Setia Mengajar di Kecamatan Simbuang

27 September 2023   12:02 Diperbarui: 14 Oktober 2023   01:11 811
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bapak Daniel Maraya, guru dan wakasek di UPT SMPN Satap 2 Simbuang. Sumber: dok. pribadi.

Perjalanan ke UPT SMPN Satap 2 Simbuang di Lembang Puangbembe Mesakada, Kecamatan Simbuang tidak sekedar memberikan pengalaman berharga akan medan perjalanan yang harus dilalui untuk bisa tiba di sana. Ada hal lain yang menarik perhatian saya, secara khusus yang terkait dengan pendidikan di sana.

Di sela-sela perbincangan sewaktu bangun subuh, saya berkenalan dengan tiga orang ibu guru muda. Saat itu mereka bangun subuh untuk membuat kue. Sebenarnya mereka bertiga tidak mengajar di UPT SMPN Satap 2 Simbuang. 

Mereka justru mengabdi di UPT SMAN 13 Tana Toraja. Kedua sekolah berbeda jenjang ini berada dalam satu lokasi. Nah, semua guru pendatang di Puangbembe Mesakada yang tidak memiliki kontrakan memilih tinggal di bekas bangunan ruang kelas SMP. 

Ibu Riris, salah satu guru honorer yang masih setia mengajar di Kecamatan Simbuang. Sumber: dok. pribadi
Ibu Riris, salah satu guru honorer yang masih setia mengajar di Kecamatan Simbuang. Sumber: dok. pribadi

Satu ibu guru Muslim, ibu Riris ada di antara ketiganya. Dua lainnya beragama Kristen. Sekedar informasi, mesjid terdekat hanya ada di Lekke, pusat kota kecamatan Simbuang. Sementara jarak dari Puangbembe ke Lekke' sekitar 9 km. 

Dua diantara ibu guru tersebut berstatus guru honorer. Seorang lagi adalah guru PNS mengajar bidang studi Pendidikan Agama Kristen. Kampungya ada di belakang lokasi patung Yesus di Buntu Burake, Makale, yaitu Lembang Lea. 

Kalau ibu Riris yang berhijab berasal dari Mengkendek, Tana Toraja; maka seorang ibu guru muda lagi berasal dari Wasuponda, Kabupaten Luwu Timur. 

Masih ada satu lagi guru honorer yang bersama mereka, namanya bapak Syahrul Mubarak, ia juga Muslim. Ia adalah eks siswa saya dulu sewaktu mengajar di SMAN 1 Mengkendek beberapa tahun yang lalu. Namun, pak Syahrul sedang tidak ada di Puangbembe. Ia ada di kampungnya.

Lalu apa yang menjadi penyebab para guru muda ini sampai tiba di Simbuang dan bahkan betah di sana? Awalnya mereka bertiga bertugas dalam program Sulawesi Selatan Mengajar. 

Program ini menyasar sekolah-sekolah di wilayah 3T di Provinsi Sulawesi Selatan. Selama kurang lebih satu tahun ajaran mereka dikontrak Pemprov Sulsel. Nah, setelah kontrak mereka habis, bukannya mereka buru-buru meninggalkan Kecamatan Simbuang.

Seperti yang dikenal selama ini, Kecamatan Simbuang adalah daerah "hukuman" bagi PNS. Namun, pada pendaftaran CPNS banyak juga yang mengincar sekolah-sekolah di Kecamatan Simbuang. 

Akan tetapi, ada sejumlah guru yang telah terangkat sebagai PNS di Simbuang justru memilih meninggalkan satuan pendidikan mereka ketika telah menerima SK 100% PNS. Artinya, sekolah-sekolah di wilayah terpencil Kecamatan Simbuang hanya menjadi batu loncatan bagi sejumlah orang. 

Beragam alasan menjadi penyebab para guru PNS mengajukan mutasi ke kota setelah menerima SK full. Mulai dari alasan akses jalan yang ekstrim, jauh dari keluarga, sakit-sakitan hingga yang beraroma mistis.

Pernah ada seorang guru yang terangkat  CPNS pada satu sekolah di Puangbembe Mesakada berujar bahwa ia dan beberapa rekannya dari kabupaten lain tidak betah selama tinggal di sana. 

Menurut guru bersangkutan, bekas bangunan ruang kelas yang juga saya tempati satu malam tidur di sana ada penunggunya. Banyak aktifitas-aktifitas gaib yang mengganggu ketentraman tidur mereka. 

Sehingga, jika turun ke sekolah, mereka memilih tidur di sekitar mesjid yang ada di Lekke'. Pada akhirnya, mereka pun meninggalkan Simbuang dan mutasi ke sekolah di daerahnya masing-masing. 

Oleh karenanya pendidikan di Simbuang kembali kekurangan sosok guru PNS. Garda terakhir adalah kepala sekolah dibantu guru-guru honorer. 

Salah satu potret ruangan bekas ruang kelas yang dijadikan tempat tinggal oleh guru-guru di Puangbembe. Sumber: dok .pribadi
Salah satu potret ruangan bekas ruang kelas yang dijadikan tempat tinggal oleh guru-guru di Puangbembe. Sumber: dok .pribadi

Saya pun mendapat informasi serupa dari guru dampingan saya di program pendidikan guru penggerak, bapak Kristian. Katanya, dulu biasa terdengar suara sedang ada kegiatan belajar di bangunan tua itu. Informasi-informasi dan cerita-cerita tersebut justru menjadi kekayaan tersendiri dalam perjalanan  perdana saya ke salah satu surga pemandangan di balik gemerlapnya peradaban kota.

Nah, apa yang menjadi alasan sehingga ibu Riris, ibu guru Hana dari Luwu Timur dan pak Syahrul tetap setia tinggal di sana selama tiga tahun terakhir dengan kondisi yang ada? 

Jawaban yang sesungguhnya ada pada mereka. Saya belum sempat menelusuri alasan logis yang membuat mereka betah mengajar di wilayah terpencil Simbuang tersebut. 

Jika karena alasan mistis, pasti mereka juga sudah lama kembali. Persoalan gaib dan mistis, menurut saya pasti ada di semua daerah, apalagi kalau di kampung-kampung. Namun, cara menghormati dan menghargai kearifan lokal warga setempat wajib dijunjung tinggi pula sehingga kehidupan sosial budaya dan agama bisa berkolaborasi membawa keselarasan jiwa yang bermuara pada kesejahteraan bathin. 

Namun, tentramnya hidup, tenangnya bathin kembali ke persoalan iman, keyakinan dan bagaimana memperlakukan serta menghargai kearifan lokal setempat.

Melihat rutininitas dan aktifitas dari para ibu guru muda di waktu subuh, saya menyimpulkan bahwa mereka telah menikmati suasana hidup selama berada di Puangbembe Mesakada. 

Mereka kreatif selama di sana, yakni dengan membuat kue untuk dijajakan di sekitar sekolah-sekolah terdekat. Selain itu, mereka juga katanya sesekali belajar membuat kain tenun Simbuang. 

Kegiatan-kegiatan inilah yang membuat mereka betah dan bahkan melanjutkan pengabdian mereka sebagai guru honorer di UPT SMAN 13 Tana Toraja. 

Foto bersama di halaman sekolah UPT SMPN Satap 2 Simbuang bersama bapak Kristian dan siswanya. Sumber: dok. pribadi.
Foto bersama di halaman sekolah UPT SMPN Satap 2 Simbuang bersama bapak Kristian dan siswanya. Sumber: dok. pribadi.

Sekiranya bertanya soal besaran gaji, sudah bisa dipastikan honor yang mereka terima terbatas. Dengan jumlah siswa hanya beberapa puluh saja untuk semua tingkatan kelas dan tidak ada sumber dana dari orang tua siswa/komite sekolah.

Maka, mereka hanya berharap honor dari Pemprov Sulsel yang dibayar setiap tiga atau enam bulan sekali. Honor ini pun hanya dieruntukkan bagi guru/tenaga kependidikan yang telah terdaftar di dapodik sekolah. 

Bagi saya, para guru-guru muda honorer dan guru PPPK seperti pak Kristian yang masih setia melayani pendidikan di wilayah Kecamatan Simbuang ini adalah guru yang luar biasa. 

Tidak banyak menuntut hak tapi memaksimalkan kewajiban mencerdaskan anak-anak bangsa. Bersedia menjalankan setiap peran yang diberikan olek kepala sekolah mereka, baik sebagai operator dapodik maupunhanya sebagai guru mata pelajaran. 

Ekstrimya akses jalan bersama bumbu-bumbu cerita mistis perjalanan dan lokasi ternyata tak membuat para pahlawan tanpa tanda jasa ini menyerah untuk membangun negara lewat pendidikan dari wilayah 3T. 

Semoga suatu waktu nanti, status guru honorer ibu Riris, pak Syahrul dan rekan-rekan guru honorer lainnya yang masih setia mengabdi di wilayah 3T akan mendapatkan kesempatan untuk lolos sebagai ASN PPPK. 

Selain itu, komitmen mereka untuk melayani pendidikan di Simbuang tetap terjaga tanpa terpengaruh oleh komentar atau previllege yang bisa saja menghampiri di tahun politik 2024.

Bapak Daniel Maraya, guru dan wakasek di UPT SMPN Satap 2 Simbuang. Sumber: dok. pribadi.
Bapak Daniel Maraya, guru dan wakasek di UPT SMPN Satap 2 Simbuang. Sumber: dok. pribadi.

Di sela-sela menjalankan tugas negara yakni Pendampingan Individu Program Pendidikan Guru Penggerak ini, saya berkesempatan bertemu dan bersenda gurau dengan saudara saya bapak Daniel Maraya. Beliau adalah warga lokal Puangbembe Mesakada yang menjabat wakil kepala sekolah di UPT SMPN Satap 2 Simbuang. 

Salam Guru Penggerak
Salam Merdeka Belajar

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun