Alkisah dahulu kala, ketika dunia belum diterangi oleh lampu-lampu listrik. Manusia masih menggunakan lentera berbahan bakar minyak untuk penerangan.
Suatu malam, salah seorang pemimpin sebuah kawasan dengan kekuasaan yang besar sedang menulis surat yang rencananya akan dikirimkan esok hari untuk negara tetangga. Ia menggunakan lentera yang memang menjadi bagian dari istana sederhana yang ia dan keluarga tempati.
Katika ia sedang serius menulis surat tersebut, tiba-tiba ada orang yang mengetuk pintu. Lalu sang pemimpinpun bertanya, "Siapa ?" Sang tamu pun membalasnya setengah berbisik, "Saya, Tuanku." Sang pemimpinpun sudah sangat hapal dengan suara sang tamu. Pengetuk pintu itu adalah sobat karibnya.
Sang pemimpin pun bertanya, "Maaf urusan apakah gerangan yang akan engkau sampaikan. Jika menyangkut urusan pemerintahan maka aku akan tetap menyalakan lentera ini, Namun jika engkau ingin menyampaikan sesuatu yang bersifat pribadi, maka aku akan mematikan lentera ini dan menggantikannya dengan lentera minyaknya berasal dari hasil keringatku sendiri".
Beberapa tahun kemudian ketika sang pemmipin ini meninggal dunia, dia tidak meninggalkan banyak harta bagi keluarganya. Namun, ia meinggalkan banyak kisah baik dan teladan bagi banyak orang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H