Mohon tunggu...
OVANTUS YAKOP
OVANTUS YAKOP Mohon Tunggu... Guru - Mengolah Hati dan Budi Melalui Menulis

SDN ANAM SMP SWASTA KARYA RUTENG SMAK ST. FRANSISIKUS XAVERIUS RUTENG STKIP ST.PAULUS RUTENG

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Stop Bullying! Budaya Kematian Fisik, Mental dan Kerohanian

21 Agustus 2024   00:23 Diperbarui: 21 Agustus 2024   02:10 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Stop Bullying ! Budaya Kematian: Fisik, Mental dan Rohani

Oleh: Ovantus Yakop

Manusia Sebagai Makhluk Sosial dan Perkembangan IPTEK

Saya berpikir kita semua akan sepakat jika salah satu kebutuhan utama manusia adalah rasa aman dan damai. Kapan dan dimana saja kita berada, tak mengenal ruang dan waktu. Harapan tersebut tak selalu berjalan mulus. Karena manusia tidak hidup sendiri. Ia membutuhkan manusia lain dalam mengarungi samudra fana ini.

Dalam pergulatannya manusia sering kali menemukan kata "masalah". Masalah yang dimaksud adalah sebuah tindakan yang merugikan orang lain dan diri sendiri. Tindakan yang dianggap masalah bisa saja langsung berupa tindakan fisik maupun verbal. Selain itu dalam tataran realitas seringkali kita menemukan persoalan yang sama melalui facebook dan youtube.

Bagaimana bentuk tindakan yang merugikan orang lain tersebut dalam kehidupan seharai-hari ?

Potret kemerosotan kemanusiaan tersebut ditandai dengan istilah bullyng atau perundungan. Bullying atau perundungan adalah suatu budaya kematian yang merusak citra diri manusia atau sesama. Baik dari segi fisik, mental dan kerohanian.

Apa saja jenis dari bullying atau perundangan itu? . Jenis perundungan itu beragam contohnya: menjatuhkan nama baik orang lain, menghina, menjelek-jelekan, mengintimidasi, menganggu dan mengancam. Apa dampaknya bagi pelaku dan korban ?. Bagi si pelaku mungkin merasa puas, karena meluapkan isi hatinya dengan cara yang salah. Tetapi menjadi persoalan adalah korban dari tindakannya. Apakah kita tetap membiarkan budaya tersebut?.

Apa Dampak dari korban bullying?

Pertama, kematian fisik. Orang yang mendengar atau menerima pesan negatif pasti ayu dan loyo dan kepikiran. Jika ia manusia kepikiran ada peluang muncul masalah baru yaitu tidak suka bergaul, saling sapa, dendam, marah, jengkel. Dan yang tak kalah penting adalah hilangnya gairah hidup sehingga susah berkosentrasi dan menjaga jarak dengan sesama atau lingkungan sosial. Bagaimana kalau korban tidak cepat menemukan solusi dalam situasi seperti itu?. Peluang untuk melakukan pembalasan sangat besar. Syukur kalau yang bersangkutan adalah tipe orang pemaaf. Kalau tidak pasti berakhir dengan bunuh diri. Satu manusia hilang dan pasti akan menimbulkan banyak persoalan baru bagi keluarga atau orang-orang tedekat si korban.

Kedua, kematian mental. Manusia yang menerima pesan atau tindakan negatif secara terus menerus akan mengalami gangguan psikologis. Gangguan psikologis contohnya stress yang berkepanjangan. Jika manusia stress besar kemungkinan hidup tidak terarah. Jika tidak terarah orang lain pasti menganggapnya sebagai penganggu dalam hidup dan berusaha untuk menghindarinya. Syukur kalau ada yang peduli, kalau tidak ia tetap berkelana dan menyendiri sampai ajal menjemput.

Ketiga, kematian rohani. Kematian rohani yang dimaksud adalah ia memandang Sang Pencipta "tidak adil" karena mengalami situasi hidup yang tidak nyaman dan damai. Ini membuka lebar pintu untuk menjauhkan diri dari Tuhan. Jika menjauhkan diri dari Tuhan, ada peluang untuk melakukan pemberontakan terhadap diri sendiri, orang terdekat, pelaku bullying dan lingkungan sekitar. Lantas, siapa yang bertanggung jawab?. Satu persoalan pun bertambah dan berkembang.

Sebagai manusia yang memiliki banyak keterbatasan pasti kita tidak mau terlibat dengan status (pelaku bullying) dan juga sebagai (korban bulliyng). Kalau setuju beri respon positif di bawah tulisan ini atau dalam hati sebut "amin, sah, atau setuju.

Potret Realitas Kehidupan Sosial Masyarakat

Ada tipe manusia yang suka mengumpat dan mencari-cari kesalahan kecil serta mencari aib kita, keluarga atau lingkungan kita. Selanjutnya mereka menyebarkan dengan menambah kata-kata yang bukan fakta. Pelaku biasanya memposisikan diri seolah-olah jauh lebih baik dari pada orang yang dihina atau difitnahnya. Kalau tidak berlebihan faktor penyebabnya adalah iri hati. Iri hati karena status sosial, cemburu, tidak menerima kenyataan hidup dan kurang luas wawasan, serta senang melihat orang lain susah dan susah melihat orang lain senang.

Ada pepatah mengatakan mencegah lebih baik daripada mengobati. Berikut adalah beberapa tawaran pencegahan dan penanganan Bullying.

Pertama, memiliki sikap berkepala dingin berhati teduh, tenang serta jangan mudah terpancing untuk bereaksi. Bereaksi yang dimaksud adalah "tidak muka merah, langsung loyo, langsung menghindar, dan tidak mau bangun komunikasi lagi dengan si pelaku. Disini korban mengedepankan rasa kemanusian yaitu "memaafkannya dan tetap berusaha untuk berdamai, meski hati terkeping-keping.

Kedua, mengajak si pelaku untuk dijadikan teman atau sahabat. Bisa saja, motifnya adalah ia ingin selaras dengan kehidupan si korban. Jika gagal, anda harus berefleksi kembali. Bahwa anda belum bisa menjadi pembawa damai.

Bagaimana kalau si pelaku setiap hari melalukan hal yang sama?. Ceritakan kepada orang tededekat seperti keluarga, guru di sekolah, tokoh-tokoh agama setempat. Jika tidak menemukan cara yang tepat tuntaskan masalahnya ke pihak berwajib yaitu ranah hukum.

Gulung, 21 Agustus 2024

Catatan: Refleksi penulis ditengah maraknya fenomena bullying di dunia nyata dan maya, yang melanda bumi pertiwi. Sebuah krisis moral kemanusiaan yang segera dicegah dengan mengedepankan asas kebijaksanaan dan kekeluargaan, dalam menjaga ketenangan dan kenyamanan bersama di tanah air.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun