Mohon tunggu...
Mas Wahyu
Mas Wahyu Mohon Tunggu... In Business Field of Renewable Energy and Waste to Energy -

Kesabaran itu ternyata tak boleh berbatas

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pencapresan Jokowi Bukan Blunder, tapi Megawati Lain Dulu Lain Sekarang

24 Februari 2018   19:44 Diperbarui: 24 Februari 2018   19:52 1318
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Jokowi dan Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri (Foto Tribunnews)

Bisa saja apa yang dilakukan oleh Megawati Soekarnoputri mendeklarasikan Jokowi sebagai capres kembali pada Pilpres 2019 disebut blunder sebagaimana disebut oleh Kompasianer Lohmenz Neinjelen. Dalam artikelnya berjudul Blunder, PDIP Umumkan Dukung Jokowi Capres 2019 yang ditayangkan pada 24 Februari 2018 pukul 07:09 WIB keputusan itu disebutnya blunder karena diperkirakan pilpres 2019 tidak ramai dan menggairahkan.

"Dukungan politik PDIP kepada Jokowi untuk maju kembali pada Pilpres 2019 memang hanya tinggal soal waktu saja, tapi seharusnya tidak sekarang ini, melainkan menjelang penutupan pendaftaran capres agar suasana politik tetap ramai dan menggairahkan."

Boleh saja saya tak sependapat dengan tulisan Mbah Lohmenz tersebut. Walaupun demikian saya memang mengakui bahwa kali ini tak seperti kebiasaannya yang sering memutuskan di menit-menit terakhir, PDI Perjuangan (PDIP) mengumumkan lebih awal dalam memutuskan kembali Joko Widodo (Jokowi) --saat ini masih Presiden RI sebagai calon presiden di Pilpres 2019 yang akan datang. Keputusan itu diumumkan langsung oleh Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dalam pembukaan Rakernas ke-3 di Bali pada Jumat, 23 Pebruari 2018. Berikut uraiannya.

Sampai saat ini PDIP adalah partai ke-8 yang mengusung Jokowi sebagai capres dalam Pilpres 2019. NasDem adalah partai pengusungnya kali pertama, Surya Paloh mendeklarasikannya pada 19 Maret 2017. Setelah NasDem, dukungan kepada Jokowi silih berganti diumumkan oleh Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Golkar, Partai Persatuan Pembangunan, Hanura, Perindo, dan Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI).

Keputusan Megawati yang lebih awal mendeklarasikan Jokowi sebagai capres pada Pilpres 2019 bisa dibaca dan dipahami sebagai respons yang positif dari PDI Perjuangan terhadap aspirasi kebanyakan rakyat Indonesia terhadap kepuasan terhadap kinerja Pemerintah Jokowi.

Ya, hasil survey Centre for Strategic and International Studies (CSIS) menunjukkan tingkat kepuasan masyarakat terus meningkat dari tahun ke tahun atas kinerja Pemerintah Jokowi-JK.  Jokowi tukang mebel itu --demikian lawan politik memanggil merendahkannya membuktikan kemampuannya mengelola pembangunan Indonesia. Tingkat kepuasan mencapai 68,3 persen pada 2017, naik dari 66,5 persen pada 2016. Pada 2015 tercatat 50,6 persen. Selengkapnya baca disini. 

Berikut adalah contoh beberapa prestasi Jokowi.

Pada 2014 sebelum Jokowi dilantik dan memerintah Indeks Presepi Korupsi  skornya 34, namun begitu memerintah pada 2015 -- 2017 mendapatkan skor yang lebih baik, berturut-turut 36, 36 dan 37. Kecenderungan menaiknya skor tersebut secara otomatis mengubah urutan Indonesia menjadi lebih rendah. Pada 2014 ranking Indonesia berada pada urutan 107, namun lebih baik pada tahun-tahun berikutnya, pada 2015 di urutan 88, tahun 2016 di urutan 90 dan pada 2017 Indonesia berada pada urutan ranking 96. Selengkapnya bisa baca disini, disini dan disini.

Yang kasat mata, pembangunan infrastruktur yang dijanjikannya pun diselesaikannya satu persatu secara bertahap. Sejak 2014 Pembangunan infrastruktur dikebut untuk meningkatkan daya saing Indonesia yang selama ini sudah cukup tertinggal dibanding negara berkembang di kawasan lainnya.

Berikut capaian pembangunan infrastruktur Jokowi selama ia memerintah.

Hingga kini telah dirampungkan tujuh bendungan, yaitu Bendungan Jatigede di Sumedang -- Jawa Barat, Bendungan Titab di Buleleng - Bali, Bendungan Nipah di Sampang -- Madura -- Jawa Timur, Bendungan Bajulmati di Banyuwangi -- Jawa Timur, Bendungan Rajui di Pidie -- Nangroe Aceh Darussalam, Bendungan Paya Seunara di Sabang -- Nangroe Aceh Darussalam dan Bendungan Teritip di Balikpapan -- Kalimantan Timur.

Tak hanya itu Jokowi serius melakukan pembangunan 265.000 hektar jaringan irigasi baru dan rehabilitasi 1,05 juta hekta jaringan irigasi pun sudah dirampungkan.

Pembangunan 2.623 km jalan baru, termasuk di dalamnya Jalan Trans Papua, perbatasan Papua, Trans Kalimantan, perbatasan Kalimantan, dan perbatasan Nusa Tenggara Timur.

Jalan tol, hingga akhir 2016 tercatat ada 176 km jalan tol baru yang telah dioperasikan. Sedangkan hingga akhir 2017 ini, ada tambahan jalan tol baru yang dioperasikan sepanjang 392 km, yang terdiri dari Jalan Tol Trans Jawa dan Trans Sumatera.

Pemerintah juga tengah membangun jembatan baru sepanjang 29.859 meter, seperti Jembatan Tayan di Kalbar, Jembatan Merah Putih di Ambon, dan Jembatan Soekarno di Manado, Jembatan Teluk Kendari di Sultra dan Holtekamp di Jayapura.

Peningkatan kualitas lingkungan permukiman, telah dimulai pekerjaan Sistem Pengembangan Air Minum (SPAM) Umbulan di Jawa Timur yang gagasannya telah dimulai sejak tahun 80-an. Pengerjaannya berhasil dimulai melalui skema KPBU sehingga mengurangi beban APBN. Ke depan, juga akan dilakukan kontrak 3 KPBU SPAM lainnya, yakni di Karian, Semarang Barat dan Bandar Lampung.

Pengembangan kawasan perbatasan sebagai cikal bakal pusat pertumbuhan wilayah, Pemerintah Jokowi telah menyelesaikan renovasi 7 (tujuh) Pos Lintas Batas Negara (PLBN) dalam kurun waktu kurang dari dua tahun, yaitu Skouw di Papua, Entikong, Badau, dan Aruk di Kalbar serta Mota'ain, Motamasin, dan Wini di Nusa Tenggara Timur.

Dan, di bidang perumahan, tahun 2015 telah terbangun 699.770 unit rumah, dilanjutkan pada 2016 ada 805.169 unit rumah.

Jargon 'kerja..kerja..kerja..." yang dicanangkan Jokowi ternyata bukanlah isapan jempol semata, walau diakui ada kekurangan.

Selain tingkat kepuasan akan prestasi kerja Jokowi sebagaimana dijelaskan di atas, tingkat elektabililtas Jokowi walaupun stagnan namun masih tetap memimpin dibandingkan lawan terkuatnya Prabowo yang cenderung merosot. Menurut survey Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC)  yang terbaru merilis hasil survei elektabilitas Pilpres 2019 pada Selasa (2/1/2018). Hasilnya, Jokowi meraih 38,9% dan Prabowo 10,5%. Selengkapnya disini.

Tentu saja prestasi Jokowi tersebut di atas dan tingkat elektabilitasnya menjadikan partai-partai pengusung tersebut percaya diri dan mereka berpikir bahwa Jokowi  pantas mendapat kesempatan kembali setelah masa jabatannya berakhir pada Oktober 2019 sebagai Presiden Indonesia periode 2019 -- 2024 untuk melanjutkan pembangunan Indonesia.

Selain itu, bisa diartikan bahwa partai-partai itu ingin menyambut suara hati masyarakat Indonesia sebagai konstituennya yang masih berkinginan Jokowi meneruskan pembagunan yang telah dimulainya.

Keraguan pada Jokowi sebagaimana pada Pilpres 2014 sebagian terjawab sudah. Perjalanan waktu membuktikan itu, bahkan dunia internasional mengapresiasi apa yang dilakukan oleh Jokowi. Selengkapnya lihat disini.

Salam Dua Periode

-------mw-------

  Artikel ini ditayangkan di Penatajam.com dengan judul yang sama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun