Bisa saja apa yang dilakukan oleh Megawati Soekarnoputri mendeklarasikan Jokowi sebagai capres kembali pada Pilpres 2019 disebut blunder sebagaimana disebut oleh Kompasianer Lohmenz Neinjelen. Dalam artikelnya berjudul Blunder, PDIP Umumkan Dukung Jokowi Capres 2019 yang ditayangkan pada 24 Februari 2018 pukul 07:09 WIB keputusan itu disebutnya blunder karena diperkirakan pilpres 2019 tidak ramai dan menggairahkan.
"Dukungan politik PDIP kepada Jokowi untuk maju kembali pada Pilpres 2019 memang hanya tinggal soal waktu saja, tapi seharusnya tidak sekarang ini, melainkan menjelang penutupan pendaftaran capres agar suasana politik tetap ramai dan menggairahkan."
Boleh saja saya tak sependapat dengan tulisan Mbah Lohmenz tersebut. Walaupun demikian saya memang mengakui bahwa kali ini tak seperti kebiasaannya yang sering memutuskan di menit-menit terakhir, PDI Perjuangan (PDIP) mengumumkan lebih awal dalam memutuskan kembali Joko Widodo (Jokowi) --saat ini masih Presiden RI sebagai calon presiden di Pilpres 2019 yang akan datang. Keputusan itu diumumkan langsung oleh Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dalam pembukaan Rakernas ke-3 di Bali pada Jumat, 23 Pebruari 2018. Berikut uraiannya.
Sampai saat ini PDIP adalah partai ke-8 yang mengusung Jokowi sebagai capres dalam Pilpres 2019. NasDem adalah partai pengusungnya kali pertama, Surya Paloh mendeklarasikannya pada 19 Maret 2017. Setelah NasDem, dukungan kepada Jokowi silih berganti diumumkan oleh Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Golkar, Partai Persatuan Pembangunan, Hanura, Perindo, dan Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI).
Keputusan Megawati yang lebih awal mendeklarasikan Jokowi sebagai capres pada Pilpres 2019 bisa dibaca dan dipahami sebagai respons yang positif dari PDI Perjuangan terhadap aspirasi kebanyakan rakyat Indonesia terhadap kepuasan terhadap kinerja Pemerintah Jokowi.
Ya, hasil survey Centre for Strategic and International Studies (CSIS) menunjukkan tingkat kepuasan masyarakat terus meningkat dari tahun ke tahun atas kinerja Pemerintah Jokowi-JK. Â Jokowi tukang mebel itu --demikian lawan politik memanggil merendahkannya membuktikan kemampuannya mengelola pembangunan Indonesia. Tingkat kepuasan mencapai 68,3 persen pada 2017, naik dari 66,5 persen pada 2016. Pada 2015 tercatat 50,6 persen. Selengkapnya baca disini.Â
Berikut adalah contoh beberapa prestasi Jokowi.
Pada 2014 sebelum Jokowi dilantik dan memerintah Indeks Presepi Korupsi  skornya 34, namun begitu memerintah pada 2015 -- 2017 mendapatkan skor yang lebih baik, berturut-turut 36, 36 dan 37. Kecenderungan menaiknya skor tersebut secara otomatis mengubah urutan Indonesia menjadi lebih rendah. Pada 2014 ranking Indonesia berada pada urutan 107, namun lebih baik pada tahun-tahun berikutnya, pada 2015 di urutan 88, tahun 2016 di urutan 90 dan pada 2017 Indonesia berada pada urutan ranking 96. Selengkapnya bisa baca disini, disini dan disini.
Yang kasat mata, pembangunan infrastruktur yang dijanjikannya pun diselesaikannya satu persatu secara bertahap. Sejak 2014 Pembangunan infrastruktur dikebut untuk meningkatkan daya saing Indonesia yang selama ini sudah cukup tertinggal dibanding negara berkembang di kawasan lainnya.
Berikut capaian pembangunan infrastruktur Jokowi selama ia memerintah.
Hingga kini telah dirampungkan tujuh bendungan, yaitu Bendungan Jatigede di Sumedang -- Jawa Barat, Bendungan Titab di Buleleng - Bali, Bendungan Nipah di Sampang -- Madura -- Jawa Timur, Bendungan Bajulmati di Banyuwangi -- Jawa Timur, Bendungan Rajui di Pidie -- Nangroe Aceh Darussalam, Bendungan Paya Seunara di Sabang -- Nangroe Aceh Darussalam dan Bendungan Teritip di Balikpapan -- Kalimantan Timur.