"Yaaahhh, gambar hatinya hilang dechhh..!!" godaku saat aku diperlihatkan gambar grafik EKG itu.
"Pindah kemana ya gambar hatinya?" aku pura-pura bertanya dengan heran sambil memandangi wajahnya yang manis itu.
Suster Yuni tampak sabar, mungkin dia sudah hafal tingkah pasien semacamku. Jadi, dia tak menanggapi godaan. Dia melepaskan satu persatu elektroda itu dengan perlahan agar aku tak merasa tercubit yang memungkinkan aku mengeluh dan ada alasan untuk menggodanya lagi.
Ia kemudian mengambil tisu dan perlahan menyapu membersihkan gel bekas elektroda di dada dan kakiku. Aku diam saja. Namun aku menggodanya dengan menjauhkan salah satu kakiku dari jangkauannya. Ia berhenti sebentar. Ia tak berusaha menjangkau kakiku. Ia biarkan saja.
"Terima kasih, ya Suster," aku berkata saat Suster Yuni akan beranjak pergi. "Kalau gambar hatinya ketemu simpan aja buat Suster ya," kataku agak keras kepadanya setelah ia beberapa langkah meninggalkanku sendiri. Ia berhenti sebentar, memalingkan pandangannya ke arahku sambil tersenyum. Manis sekali.
Aku pun turun dari bed untuk ambil air wudlu segera shalat shubuh.
"Allahu akbar..!"
Kamarpun kembali sepi.
-------mw-------
*) Fiksi ini berdasarkan kisah nyata. Kesamaan nama, tokoh, karakter dan tempat adalah kebetulan semata.
**) Pernah ditayangkan di penatajam.com