Mohon tunggu...
Mas Wahyu
Mas Wahyu Mohon Tunggu... In Business Field of Renewable Energy and Waste to Energy -

Kesabaran itu ternyata tak boleh berbatas

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Warisan Sampah Warga DKI dari Ahok kepada Anies

11 Oktober 2017   07:18 Diperbarui: 11 Oktober 2017   21:28 6585
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pengelolaan Sampah di TPA Bantar Gebang (antaranews.com)

Di negara ini sampah masih menjadi masalah. Bagaimana tidak, sampai saat ini pemerintah masih bingung bagaimana menanganinya, pemerintah tak tahu harus melakukan apa terhadap sampah itu. Pemerintah pusing tujuh keliling, pasalnya tiap tahun sampah membebani anggaran. Iya, selalu bertambah anggaran untuk menanganinya maupun menyediakan tempat untuk menimbunnya. Intinya, sekali lagi sampah tiap tahun bertambah, beban pengeluarannya pun bertambah pula. Nah, duit pemerintah khan duit kita juga. Lha, kita bayar lewat bejibun pajak. Ini yang lupa kita catet..!

Kita pun masih cuek bin acuh sampah. Kita masih tak tahu bagaimana memperlakukan sampah. Kita masih suka sembarangan membuangnya, kita masih tak tahu bahwa ternyata sampah organik dan anorganik itu seharusnya terpisah. Eh, jangan-jangan kita juga masih tak tahu apa itu sampah organik dan sampah anorganik. Tapi bisa-bisanya, kita pun masih ngejeplak, sampah itu urusan Pemerintah, bukan urusan kita punya.

Noh, data sampah Indonesia. National Geographic mengungkap hasil riset Jenna R Jambeck dan kawan-kawan (publikasi di www.sciencemag.org 12 Februari 2015) yang diunduh dari laman www.iswa.org pada 20 Januari 2016 menyebutkan Indonesia berada di posisi kedua penyumbang sampah plastik ke laut setelah Tiongkok, disusul Filipina, Vietnam, dan Sri Lanka.

Kompas.com menambahkan Menurut Riset Greeneration, organisasi nonpemerintah yang 10 tahun mengikuti isu sampah, satu orang di Indonesia rata-rata menghasilkan 700 kantong plastik per tahun. Di alam, kantong plastik yang tak terurai menjadi ancaman kehidupan dan ekosistem (Kompas, 23 Januari 2016).

sumber: cintaberita.com
sumber: cintaberita.com
Konon sampah di Jakarta dua hari saja jika ditumpuk sama besarnya dengan candi terbesar di dunia Candi Borobudur. Setiap hari warga DKI menghasilkan sampah sekitar 7.000 ton. Jumlah sampah sebesar itu kira-kira hampir setara 4% dari total timbunan sampah secara nasional (sekitar 178.082,19 ton per hari). Dan sampai saat ini sampah itu ditumpuk begitu saja di TPA Bantargebang. Konon lagi --ini yang lebih mengerikan-- bahwa sampah warga DKI Jakarta yang ditumpuk di Bantar Gebang stoknya sudah mencapai 100 juta ton. Coy, dah berapa candi Borobudur tuch Jakarta punye?

Stock sejumlah itu menempati 118 hektar lahan. Dan akan terus bertambah tuch luasan hektarnya tiap tahun. Memangnya Jakarta nggak mikir apa, kalau Bekasi juga sebenarnya tidak mau jadi tempat sampah? Bekasi juga pusing tuch memikirkan sampah mereka sendiri. Jakarta mau buang sampah kemana lagi di masa depan, kalau TPA Bantar Gebang sudah penuh? Memangnya Tangerang, Bogor, dan Depok atau daerah lain mau terima sampah Jakarta?

Pusing, Jenderal...!!

Nah, kalau ini bukan konon, tapi fakta, biaya kompensasi terkait sampah itu tahun 2017 saja sebesar 316 milyar! Bujug buneng, uang sebesar itu hanya buat urusan hidung: KOMPENSASI BAU. Sebesar itu harus dibayarkan oleh Pemprov DKI Jakarta ke Pemkot Bekasi. Belum lagi ongkos angkutnya, upah tenaga kerja mengumpulkannya, biaya investasi peralatan, biaya tambah lahan timbun sampah, biaya memanagenya, dan lain-lain. Total jederal anggaran dinas kebersihan DKI Jakarta total 2.5 triliun per tahun. SAMPAI 2.5 TRILIUN, Bro...!

Pengelolaan Sampah di TPA Bantar Gebang (antaranews.com)
Pengelolaan Sampah di TPA Bantar Gebang (antaranews.com)
Asal tahu saja, Dinas Kebersihan Pemprov DKI Jakarta tiap hari mesti menyiapkan 1.400-an truk, 53 alat berat, 31 kendaraan penyapu jalan, selain juga mempekerjakan sekitar 10 ribuan petugas harian lepas kebersihan dengan upah minimal 3.1 juta per orang. Catatan saya yang ada harga truk compactor per biji harganya 1.5 milyar. Gak usah dihitung berapa tuch total buat beli truck. Pusing kepala barbie, tar..!

Tahu tidak Kabupaten Mesuji? Itu Kabupaten yang terletak di ujung Provinsi Lampung, berbatasan dengan Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) dan Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Provinsi Sumatra Selatan, dengan luas wilayah 2.184,00 km2 atau 218.400 ha, terdiri dari tujuh kecamatan dan 105 desa.jumlah anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) Kabupaten Mesuji hanya sebesar Rp823 miliar pada 2016.

Yang hendak mau saya sampaiken, uang dua triliun setengah untuk sampah di Jakarta itu bisa menjalankan roda pemerintahan selama setahun sebanyak 3 kabupaten semacam kabupaten Mesuji. Uang 2.5 triliun untuk urusan sampah di Jakarta yang menempati cuma 118 hektar mengalahkan anggaran Pemerintahan Kabupaten Mesuji yang 218.400 hektar. Wow...wow...wow...!

Konon katanya juga di TPA Bantar Gebang, itu sampah "dikuasai" oleh raja-raja kecil yang memulung sampah. Ada perkampungan disana, total katanya sampai 100ribuan orang. Memulung memang koridor dalam koridor reuse-recycle, tapi jika stok sampah Jakarta ingin dikelola dengan pengolahan sampah modern misalnya sampah menjadi bahan bakar, pupuk, pakan ternak, mesti ribut-ribut dulu sama raja-raja kecil disana. Makin runyam saja, karena kalau soal mengganggu urusan perut orang, ujungnya pasti berantem. Ini mah biar Gubernur Anies yang punya kuasa menangananinya.

Lho, kenapa sich Jakarta tidak membangun pengolahan sampah yang modern saja? Teknologi bisa memilih, situasi sudah darurat, duit ada, ahli bejibun. Lalu apa pasal, sampah masalah di DKI? Ini kata Gubernur Ahok saat masih menjabat sebagaimana diberitakan detik.com, ini cuplikannya

Rencananya, PT Jakarta Propertindo (Jakpro) yang ditunjuk membangun ITF. Pembiayaannya dari uang Penyertaan Modal Pemerintah (PMP), Ahok menyebut biaya yang dibutuhkan adalah Rp 1,2 triliun untuk tiga tahun.

Namun ternyata, anggaran untuk membangun ITF itu hilang dari APBD DKI. Anggaran ITF ini hilang sejak 2013 dan di 2014 anggaran siluman juga malah muncul dalam bentuk anggaran UPS.

Jakarta darurat sampah, Jenderal....!

-------mw-------

Sumber Bacaan

  1. Kompas
  2. National Geographic
  3. Media Indonesia
  4. Republika
  5. Detik

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun