Mohon tunggu...
Mas Wahyu
Mas Wahyu Mohon Tunggu... In Business Field of Renewable Energy and Waste to Energy -

Kesabaran itu ternyata tak boleh berbatas

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

[KC] Cinta Ikan Merah

2 Oktober 2015   23:42 Diperbarui: 2 Oktober 2015   23:44 414
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Sepasang Ikan Merah"][/caption]

Sumber Gambar

 

Mas Wahyu. Nomer 24. 

 

"Ok dech, biar saya telepon orang tuamu dan bicara dengan mereka kalau begitu," pinta Mas Wahyu. Lin makin salah tingkah. Kok nekat, batin Lin. Akhirnya nya Lin menurut saja memberikan nomer handphone ayah Lin. Lin yakin pasti ayah Lin menolak permintaan Mas Wahyu. Tentu dong, khan begitu taktiknya. Ayah Lin mana mau menerima pinangan untuk anak gadisnya dari lelaki yang tidak dikenalnya. Biar orang tua Lin yang menjawab pertanyaan Mas Wahyu kepada Lin. Jadi nanti alasannya khan, orang tua Lin tak menerima. Kita sebaiknya berteman saja. Lin orangnya friendly dan familiar kok...!

"Nich telepon Papa,," Lin bacakan untuk Mas Wahyu yang langsung memenjet key pad hp pada nomer-nomer itu seraya berkata "Nomor Kamboja ya? Nope.  Saya pakai mode speaker on ya, supaya Lin juga mendengar percakapan saya sama Papamu." Lin diam saja. Suara connecting terdengar melalui speaker yang dinyalakan. Lin berdebar dan tegang juga. Lin berusaha menenangkan diri. My father will answer his question for Lin. Aha...!  Senyum kemenangan Lin pertunjukkan diam-diam. Hihihi. Ayah Lin khan tidak bisa bahasa Indonesia. Ayah Lin hanya bisa bahasa Perancis, Inggris, Vietnam dan bahasa Kamboja tentunya.

Lalu terdengar jelas di telinga Lin percakapan antara Papa dan Mas Wahyu.

“Hello, good evening. This is Wahyu from Surabaya Indonesia. Can I speak to Halimah’s father?”  Dari seberang Lin mendengar suara ayah Lin menjawab dan berkata.

“Yes good evening. It's Halimah’s father. Again, who is speaking please?

“This is Wahyu from Surabaya Indonesia, Sir. How are you?”

“Wahyu? I see. Oh, I am fine. Thanks. How about you?”

“I am pretty well, Sir. Thank you.

“Sorry, how do you know this number?”

“Sir, Halimah your daughter gave me your number. I am with Halimah right now. I am her boy friend. We are both getting dinner in a restaurant in Surabaya now.”

“I see. Is she all right?”

“Yes Sir. She is happy and fine right now, Sir.”

“Good. So, what is going on?”

“Sir, after talking to Halimah. Soon, I would like to visit you. I would like to propose Halimah as my wife. We love each other. Our plan, we want to continue this relationship to the next step. We need your permission to get married.

Lin melongo. Lin amat kaget, Mas Wahyu menyampaikan keinginannya kepada ayah Lin tanpa basi-basi. Straight away. Jelas. Tak ada ambigu. Malah, bilang saling mencinta lagi. Ketemu saja baru sekali. Huh..! Padahal Lin belum mengiyakan permintaan Mas Wahyu. Ini jelas fait accompli. Lin terpana. Tapi, Lin diam saja. Lin juga tak berusaha mencegah pembicaraan itu. Tangan dan mulut Lin kaku. Sesaat kemudian Lin mendengar ayah Lin berbicara.

“Oh really? We are happy to hear that. Halimah has never told about this matter before. Never mind." Suara ayah Lin terlihat senang mendengar uraian cerdik dan tricky Mas Wahyu.

"Wahyu, sorry, let me talk to Halimah for a second.”

“Yes Sir. With a pleasure. Hold on, please.” Mas Wahyu sambil tersenyum menyodorkan Hpnya. Lin menerima HP Mas Wahyu untuk berbicara dengan ayah Lin.

“Pa. Here I am. Halimah.”

“Hey, my peach blossom.” Suara ayah terdengar senang mendengar suara Lin. Ayah memang menyayangi Lin. Ia memanggil Lin selalu dengan panggilan begitu “Pumpkin. Peach Blossom.” Panggilan sayang seorang ayah pada anak gadisnya.

“I am happy to hear the news directly from your boyfriend. Finally, you found him well, right?” Lin sempat bingung mendengar ayah Lin sepertinya “iya” terhadap permintaan Mas Wahyu untuk datang melamar Lin. Lidah Lin tak bisa Lin kontrol lagi.

“Pa. I am .......” sedikit berteriak, belum selesai Lin bicara ayah Lin menyela.

It's okay my dear. I know your feeling right now. Please tell to Wahyu, we are pleasure to wait for him to propose you. Papa will inform this good news to your mother. Ok, Papa is in a hurry and busy right now. Enjoy your dinner. Bye darling. Love you"

“Pa..! Wait....” Ayah Lin menutup telepon mengakhiri pembicaraan kami. Akhirnya, "Bye..bye..Pa. Love you, too." Lin tak perlu mengulangi pembicaraan Papa. Mas Wahyu ikut mendengar.

Lin menyerahkan kembali HP itu kepada Mas Wahyu. Lin jengah. Perasaan Lin campur aduk. Malu, tapi diam-diam dalam hati senang rasanya. Lin melirik si ikan hias merah itu. Lin pasrah. Iiihhhhhh...!!

Tentu. Lin tidak bisa menelan ludah sendiri yang sudah dikeluarkan. Bukankah Lin tadi sudah katakan pada Mas Wahyu sebelumnya bahwa keputusan ada pada orang tua Lin. Baru saja ayah Lin sudah mengiyakan akan menunggu dan menerima kedatangan Mas Wahyu untuk melamar Lin. Lin harus gentle. Lin tak bisa plin-plan.

Di seberang meja terlihat Mas Wahyu tersenyum. Senyum kemenangan. Terlihat wajahnya berbinar bahagia. Ah, dalam pandangan mata Lin ia cukup pantas menang. Ia pandai bicara dan lebih cerdik, Lin kalah strategi. 1-0 buat Mas Wahyu.

“Hi my peach blossom...!,” tiba-tiba Mas Wahyu memanggil Lin dengan panggilan ayah kepada Lin. Mengagetkan. Lin terhenyak dari lamunan sekilas.

Lin sedikit tergagap dan spontan menjawab,“Oh. Yee-s. Here I am.” 

Mas Wahyu tertawa. Lin bengong sedetik. Akhirnya Lin pun juga mengikut tertawa. Lalu kami pun meneruskan dan menikmati makan malam kami dengan diskusi ngerumpi Kompasianer lain. Suasana cair dan riang. Ada bahagia sekarang.

“Aku akan segera melamarmu dan kita segera menikah,” cetus Mas Wahyu kepada Lin. Mau tak mau Lin menjawab dan mengangguk, “Insha Allah.” Iiiihhhh, kenapa dengan Lin ini. Kami berpandangan sebentar. Lantas kami saling memberikan senyum. 

Tapi suasana restoran ceria. Langit senja berbintang cerah. Terlihat amat indah.

Adakah cinta disana? Bisa ya bisa tidak. Lin percaya filsafat asli Jawa, filsafat suku Mas Wahyu, "cinta tumbuh karena terbiasa"

-------o0o-------

Untuk membaca karya peserta lain silahkan klik Fiksiana Community

Mari bergabung di FB Fiksiana Community

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun