Mohon tunggu...
Mas Wahyu
Mas Wahyu Mohon Tunggu... In Business Field of Renewable Energy and Waste to Energy -

Kesabaran itu ternyata tak boleh berbatas

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Jokowi Ajak Kita Sengsara Dahulu, Senang Kemudian

17 Mei 2015   14:21 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:53 1817
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_384038" align="aligncenter" width="567" caption="Rencana Pembangunan Infrastruktur Pemerintah Jokowi"][/caption]

Sumber Gambar

-------
"Waktu pengalihan subsidi BBM November 2014 lalu, saya sudah diingatkan bahwa mengalihkan subsidi akan membuat popularitas jatuh. Itu resiko sebuah keputusan pemimpin, dan itu tidak ada masalah buat saya," kata Jokowi dihadapan ribuan relawan pendukungnya saat kegiatan Jambore Komunitas Juang Relawan Jokowi di Bumi Perkemahan Cibubur, Jakarta Timur, Sabtu (16/5/2015).
-------

Jokowi bukanlah seorang ekonom, apatah lagi seorang sarjana ekonomi sekalipun, ia bahkan sarjana kehutanan. Ia bukan pemikir ekonomi, tapi ia adalah praktisi "ekonomi". Ia pengusaha mebel yang sukses dalam berkarier di pemerintahan secara "berjenjang" dari walikota, gubernur dan sekarang menjadi seorang presiden sebuah negara besar, Indonesia.

Karena kedudukannya sebagai kepala pemerintahan negara yang berpopulasi sekitar 250 juta "memaksa"nya untuk memikirkan ekonomi bukan lagi dari sisi praktisnya, namun dari sisi strategis, tidak lagi sektoral namun global. Ia tak bisa lagi berpikir satu dimensi, ia harus berpikir multidimensi. Untuk itu, Ia menawarkan nawacita yang merupakan guideline selama ia memerintah. Dalam butir ketujuh "Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakan sektor-sektor strategis ekonomi domestik."

Dalam rangka mewujudkan salah satu dari sembilan cita-cita itu sejak memerintah Jokowi sudah dihadapkan pada persoalan pembangunan yang tidak merata. Fakta Pulau Jawa dan Sumatera (Indonesia bagian barat) lebih diutamakan oleh pemerintah-pemerintah sebelumnya, sehingga pulau-pulau lain seperti Kalimantan, Sulawesi dan Maluku, Sumbawa serta Papua (Indonesia bagian timur) tertinggal.

Pembangunan Infrasturktur adalah Soal Kepemimpinan

Perbaikan infrastruktur memiliki kontribusi dalam meningkatkan produktivitas dan diharapkan mampu mendukung pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang. Merujuk pada publikasi World Development Report (World Bank, 1994), infrastruktur berperan penting dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi di mana pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dijumpai pada wilayah dengan tingkat ketersediaan infrastruktur yang mencukupi. Identifikasi terhadap program pembangunan infrastruktur di beberapa negara menyimpulkan bahwa pada umumnya program ditargetkan dalam jangka menengah dengan fokus pada peningkatan kebutuhan dasar dan konektivitas manusia, mulai dari air, listrik, energi, hingga transportasi (jalan raya, kereta api, pelabuhan, dan bandara).

Muhammad Perkasa Al Hafiz menyatakan bahwa banyak pihak khususnya pemerintah yang menyatakan bahwa permasalahan utama dari pelaksanaan pembangunan infrastruktur Indonesia adalah pembiayaan. Namun, ada pula yang menyanggahnya dan berpendapat bahwa permasalahan utama pembangunan infrastruktur di Indonesia adalah kepemimipinan para pejabat negeri ini, khususnya presiden sebagai kepala pemerintahan.

Pembangunan infrastruktur itu terkait dengan kepercayaan investasi dari luar ke dalam negeri. Kebanyakan investor ingin mengetahui konsistensi dan stabilitas kepemimpinan seorang presiden di suatu negara dalam melakukan pembangunan di 5, 10 hingga 20 tahun ke depan. Besarnya komitmen pemerintah dalam melakukan pembangunan dapat meyakinkan para investor. Komitmen ini dinilai penting. Sebab, dalam pembangunan di Indonesia membutuhkan tekanan dari pemerintah untuk mencapai keberhasilannya.

Pembangunan Infrastruktur Sebelum Pemerintah Jokowi

Sebagaimana kita ketahui bersama, strategi kebijakan pembangunan ekonomi Indonesia dari pemerintah Orde Baru sampai Pemerintah SBY diarahkan untuk pencapaian pertumbuhan ekonomi yang tinggi, namun kurang memperhatikan tercapainya pemerataan hasil pembangunan di seluruh wilayah. Sehingga kecenderungan kebijakan pembangunan yang dirancang untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi justru memperburuk kondisi kesenjangan ekonomi antarwilayah di Indonesia.

Novi Maryaningsih (2014) menyebut secara lebih khusus kebijakan pembangunan infrastruktur yang terpusat di Jawa dan Indonesia bagian barat menimbulkan disparitas pendapatan per kapita masing-masing daerah di Indonesia, terutama di Kawasan Indonesia Timur. Lebih lanjut, Yanuar (2006) dengan menggunakan data panel 26 provinsi menunjukkan bahwa modal fisik, infrastruktur jalan, telepon, kesehatan, dan pendidikan memberikan pengaruh positif pada output perekonomian.

Selain itu, ketimpangan wilayah barat dan timur itu menurut pengamat kebijakan Publik Fakultas ekonomi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Banten, Dahnil Anzar Simanjuntak dapat menimbulkan disintegrasi NKRI.

Masih menurut laporan Novi Maryaningsih (2014) bahwa World Economic Forum (WEF) mengungkapkan bahwa tingkat daya saing Indonesia masih tertinggal (Tabel 1), terutama pada pilar infrastruktur, pilar kesiapan teknologi, dan pilar inovasi. Penilaian WEF ini menunjukkan bahwa kendala struktural yang dihadapi Indonesia (the most binding constraints) masih di seputar ketiga pilar tersebut dalam delapan tahun terakhir. Secara lebih spesifik, kendala pilar infrastruktur antara lain bersumber dari masih rendahnya kualitas jalan, pelabuhan, bandara, kereta hingga kualitas pasokan listrik (Tabel 2). Sementara, kendala pilar kesiapan teknologi dan inovasi di antaranya berasal dari tingkat penguasaan teknologi dan kegiatan inovasi yang masih rendah.

14318447272108283984
14318447272108283984
Sumber Gambar World Economic Forum dalam Novi Maryaningsih (2014)

1431844785122092352
1431844785122092352
Sumber Gambar World Economic Forum dalam Novi Maryaningsih (2014)

Pembangunan Infrastruktur Pemerintah Jokowi

Pemerintah Jokowi menyadari sepenuhnya hal-hal tersebut di atas. Karenanya ia menambah anggaran pembangunan infrastruktur hampir 100%. Dan ini tercatat sebagai yang terbesar dalam sejarah Indonesia untuk anggaran infrastruktur.

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2015 Pemerintah Jokowi sebesar Rp1.984,1 triliun disahkan Februari 2015 lalu. Dalam rincian anggaran tersebut anggaran infrastruktur tercatat sebesar Rp290,3 triliun. Anggaran itu disalurkan kepada Kementerian dan Lembaga (K/L) sebesar Rp209,9 triliun atau meningkat dari anggaran pada APBN 2015 sebesar Rp155,4 triliun. untuk non K/L Rp80,5 triliun naik dibandingkan APBN 2015 sebesar Rp35,9 triliun.

Angka Rp 290,3 triliun itu adalah terbesar yang pernah ada dibandingkan dengan anggaran infrastruktur yang ditetapkan oleh pemerintahan sebelumnya, demikian Menteri Keuangan Bambang Brojonegoro mengomentari soal APBN-P 2015 yang disahkan tanpa hambatan oleh DPR RI dalam sidang paripurnanya bulan Februari 2015 lalu.

Penambahan anggaran itu diperoleh dari pengalihan subsidi BBM. Subsidi BBM yang sejak lama membebani APBN dipangkas oleh kebijakan ekonomi Pemerintah Jokowi.

14318457441881208574
14318457441881208574
Presiden Jokowi

Mulai 1 Januari 2015, pemerintahan Jokowi memangkas subsidi untuk BBM jenis premium. Sedangkan untuk solar, diberikan subsidi tetap (fixed subsidy) Rp 1.000/liter. Ratusan triliun rupiah ‘terbakar’ di jalanan setiap tahunnya untuk subsidi BBM. Selain nilainya yang fantastis, subsidi BBM juga dinilai tidak tepat sasaran. Mayoritas subsidi BBM dinikmati oleh mereka yang mampu yaitu pemilik kendaraan pribadi.

Bahkan Presiden Jokowi pernah menyebut bahwa dalam 5 tahun terakhir subsidi BBM bernilai total Rp 1.300 triliun. Kebijakan ini berbeda dengan pemerintahan-pemerintahan sebelumnya yaitu menekan subsidi BBM dilakukan dengan cara menaikkan harga. Namun kenaikan harga BBM hanya ‘obat’ sementara, karena ‘penyakit’ subsidi masih menjangkiti APBN.

Dengan penghematan subsidi yang sangat besar, belanja infrastruktur tahun ini bertambah sampai Rp 100 triliun. Kebijakan ini juga mendapat respons positif, bahkan sampai ke luar negeri. David Fernandez, Managing Director, Head of FICC Research, and Chief Asia Economist dari Barclays (Inggris), mengatakan salah satu hal yang patut digaribawahi dari 100 hari pemerintahan Jokowi adalah mereformasi subsidi BBM. Baca "100 Hari Jokowi Hemat Anggaran BBM 194.19 Triliun".

Selain itu, untuk meringankan beban APBN tak tanggung-tanggung Presiden pun turut terjun langsung mengundang pihak luar negeri untuk turut berinvestasi pada pembangunan infrastruktur. Sebagaimana dirilis oleh media online www.setkab.go.id milik Sekretariat Kabinet Republik Indonesia, Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam Forum Kerjasama Ekonomi Asia Pasifik (KTT APEC) di Beijing, Tiongkok, mengajak kepada para pemimpin dunia dan para CEO perusahaan multinasional untuk berinvestasi di Indonesia dengan menawarkan beberapa proyek, di antaranya adalah pembangunan jalan baru sepanjang 2.000 km, pembangunan 24 pelabuhan baru dan perbaikan pelabuhan lama, pembangunan 10 bandara baru dan perbaikan bandara yang sudah ada, pembangunan 20 bendungan pada kurun waktu 2014-2019, pembangunan proyek pembangkit listrik sebesar 35 ribu mega watt pada kurun waktu 2014-2019, dan pembangunan jalur rel kereta api. Selanjutnya dalam forum tersebut, Presiden Jokowi juga berjanji akan memberi kemudahan dalam berinvestasi di Indonesia.

Membangun infrastruktur memerlukan waktu yang tidak dalam hitungan hari, minggu atau bulan, tapi tahun. Diperkirakan memerlukan waktu minimal 3 tahun sampai 5 tahun. Sebagaimana yang dinyatakan Presiden, misalnya untuk membangun tol laut saja ditargetkan selesai dalam jangka waktu 3-4 tahun.

Lebih jauh, Jokowi menuturkan, sejumlah kebijakan ekonomi yang ia susun bersama kabinetnya memang memberikan dampak besar terhadap pengurangan kesejahteraan masyarakat dalam waktu dekat. Namun, ia optimistis, bahwa kebijakan itu nantinya akan berdampak positif ke depan.

"Memang berat mengubah dari sesuatu yang nyaman menjadi tidak nyaman. Tapi ke depan kebijakan ini akan membuat masyarakat lebih produktif. Butuh kekuatan menderita untuk mencapai itu," kata dia.

Untuk masa depan yang lebih baik memang kita harus bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian. Mengapa tidak? Jadi, go ahead Mr. President..!

-------mw-------

*) Penulis adalah Jokowi Lover yang lebih cinta Indonesia
**) Sumber bacaan
1. Pengaruh Infrastruktur terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia. Novi Maryaningsih, dkk. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Volume 17, Nomor 1, Juli 2014. www.bi.go.id. Web. 16 Mei 2015.
2. Kesenjangan Ekonomi Bisa Menimbulkan Disintegrasi NKRI. 31 Maret 2015. Bayu Hermawan. www.republika.co.id. Web. 16 Mei 2015.
3. Era Jokowi, Anggaran Infrastruktur Hampir Rp300 Triliun. 17 Februari 2015. Kurniasih Miftakhul Jannah. www.okezone.com. Web. 16 Mei 2015.
4. IIF: Pembiayaan Bukan Masalah Utama Pembangunan Infrastruktur. 17 Desember 2014. Muhammad Perkasa Al Hafiz. www.marketeers.com. Web. 16 Mei 2015.
5. Keberanian Jokowi Terapkan Kebijakan Radikal Subsidi BBM. 28 Januari 2015. Hidayat Setiaji. www.detik.com. Web. 17 Mei 2015.
6. Jokowi: Kalau Impor Beras, Petani Kita Mau Makan Apa? 16 Mei 2015. Dani Prabowo. www.kompas.com. Web. 17 Mei 2015.
7. "Jangan Dipikir Jokowi Itu Penakut Ya". 16 Mei 2015. Dani Prabowo. www.kompas.com. Web. 17 Mei 2015.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun