[caption id="attachment_318003" align="alignnone" width="592" caption="http://statik.tempo.co/data/2014/01/07/id_252389/252389_620.jpg"][/caption]
Tulisan berikut adalah kisah panjang perlawanan internasional terhadap tradisi perburuan paus oleh Jepang. Tulisan ini terdiri dari dua tulisan. Ini tulisan yang pertama dari dua tulisan itu. Semoga para pembaca bisa mengambil pelajaran dari kisah yang diuraikan dalam tulisan ini.
AKHIR PERSETERUAN PANJANG
Penantian Australia, Selandia Baru dan aktivis lingkungan Greenpeace serta Sea Shepherd sejak November 2010 tak sia-sia, akhirnya gugatan keduanya agar perburuan ikan paus oleh Jepang dihentikan dikabulkan oleh Mahkamah Internasional pada 31 Maret 2014. Mahkamah yang berpusat di The Hague, Paris itu memerintahkan Jepang untuk menghentikan praktek perburuan paus yang diklaimnya untuk penelitian, demikian rilis The New York Times Senin, 31 Maret 2014 kemarin.
“Berdasarkan fakta program penelitian JARPA II yang sudah berlangsung sejak 2005, Jepang telah membunuh 3.600 paus Minke,” kata hakim Peter Tomka dari Slovakia. Padahal, berdasarkan penelitian Australia, tidak dibutuhkan pembunuhan besar-besaran terhadap paus bila dilakukan untuk program penelitian. Sumber disini.
Mahkamah tersebut juga menutup kemungkinan Jepang membuka kembali perburuan ikan paus di masa depan jika Jepang mendesain ulang programnya. Tokyo mengatakan bahwa ia membutuhkan data untuk memantau dampak dari paus pada industri perikanan dan untuk memantau pemulihan populasi paus dari penangkapan ikan berlebihan.
Keputusan itu mengundang pujian langsung dari organisasi lingkungan, termasuk Sea Shepherd Conservation Society, yang beberapa kali telah mengirimkan kapal-kapal cepat di perairan terpencil dan dingin untuk memblokir dan mengganggu armada penangkapan ikan paus Jepang .
"Kami sangat senang mendengar keputusan Mahkamah Internasional itu," ungkap Geert Vons, perwakilan dari Sea Shepherd sesaat setelah meninggalkan pengadilan. "Kami tidak pernah mengira bahwa keputusan yang kuat itu ternyata diambil, yang mememerintah Jepang untuk membatalkan semua lisensinya di wilayah perairan samudra di bagian selatan."
Pengadilan juga menganjurkan bahwa Jepang juga mempertimbangkan kembali apa yang disebut program ilmiah kedua di Pasifik Utara, karena kasus yang diputus hanya terfokus pada belahan bumi selatan.
PERBURUAN YANG TAK BERHENTI
Australia dan Selandia Baru menilai aktivitas perburuan ikan paus oleh Jepang sudah keterlaluan. Apalagi perburuan ikan paus itu sebagian besar ditangkap di perairan internasional. Padahal, Jepang telah menandatangani moratorium perburuan paus pada 1986. Dimana pada 1986, Komisi Internasional Ikan Paus (International Whaling Commission/IWC)) mengizinkan beberapa negara, termasuk Jepang, untuk memburu ikan paus jenis Minke. Artikel-8 dari Konvensi Internasional Regulasi Ikan Paus bahkan secara khusus mengizinkan membunuh 400 hingga 500 ekor ikan paus setiap tahun untuk tujuan penelitian ilmiah. Namun faktanya, Jepang berburu 850 paus Minke setiap tahun di Kutub Selatan. Jepang berdalih hal ini sesuai dengan konvensi yang menyatakan pembunuhan paus diperbolehkan untuk penelitian. Sumber Australian Broadcasting News memperkirakan setiap tahun Jepang mengalokasikan dana tak kurang dari 2 milyar yen terutama untuk peningkatan keselamatan awak kapal pemburu. Sumber disini.
Bahkan fakta lain menyebut di tengah resesi ekonomi, ikan paus sebanyak 9,000 ekor telah dibunuh untuk keperluan riset ini sejak 1988, padahal penelitian dapat dilakukan tanpa membunuh ikan paus. Sejumlah 500 juta yen per tahun untuk Institut Penelitian Mamalia Laut (ICR) terbuang sia-sia, ditengarai penelitian itu dapat dilakukan tanpa membunuh ikan paus. Shohei Yonemoto dari Universitas Tokyo merasa bahwa penelitian ikan paus harus dihentikan. Sumber disini.
PERLAWANAN TERHADAP PERBURUAN
Perburuan yang berkelanjutan oleh Jepang itu menuai tekanan internasional. Selain kedua negara, Australia dan Selandia Baru, dua lembaga pecinta lingkungan Greenpeace dan Sea Shepherd tak ketinggalan turut mengganggu praktek perburuan paus oleh negara matahari terbit ini. Arief (2011) mencatat beberapa perlawanan kedua organisasi pecinta lingkungan sampai ke pengadilan.