Mohon tunggu...
Mas Wahyu
Mas Wahyu Mohon Tunggu... In Business Field of Renewable Energy and Waste to Energy -

Kesabaran itu ternyata tak boleh berbatas

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Akhir Kisah Sebuah Puisi

10 Mei 2014   15:26 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:39 541
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kemudian dialog pun sepi kembali

*******

Posted.

Tak berapa lama. Alarm khas Facebook berbunyi. Sontak aku kaget.

"Aku masih disini." Kubaca pesanmu. Di akhir deretan kalimat itu ada senyum terpasang. Lalu kitapun berchit-chat sana sini. Rindu kita pun terobati. Sejenak.

"Mau, kubuatin puisi lagi?" tanyaku menjelang berpisah.
"Mau..Mau..Mau..," katamu dengan nada seperti iklan anu. Manja. "Bayar berapa?" candamu dari seberang sana sambil tertawa. Ada emoticon tertawa.

Huh, tahu tidak? Aku senang dengan cara manjamu itu. Kamu manis kalau ceria begini. Tapi caramu itu, kamu dalam pandanganku tidak pede. Sok pemalu. Jinak-jinak merpati itu yang aku pusing menghadapinya. Aku benci banget kalau kamu begitu.

"Mas, kamu ababil penakut," cetusmu.
"Jangan pakai istilah yang aku tidak mengerti," protesku.
"ABG labil. Penakut. Hihihihi...."

Aku tersenyum kecut. Habis sudah kita. Bubar.

"Aku suka kamu. Kamu apa adanya, Mas," jelas kamu akhirnya. Menghibur sementara saja. Seperti biasa.

"Puisimu itu bikin aku mabok."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun