Hujan Protes Hukuman Mati di Indonesia
Ketegasan apapun jenis dan dimanapun tempatnya, apalagi soal hukuman, pasti tidak memuaskan semua pihak. Demikian juga ketegasan Presiden Jokowi yang ditunjukkannya beberapa bulan sejak menjabat sebagai Presiden. Presiden menolak grasi pelaku kejahatan narkotika, bahkan hukuman mati segera diterapkan begitu grasi diputuskan. Permohonan ampun dengan alasan kemanusian telah diajukan oleh Presiden Brasil Dilma Rousseff terhadap warga negaranya, namun ditolak oleh Presiden Jokowi. Eksekusi mati terpidanan mati narkotika warga negara Brasil Marcho Archer Cardoso Moreira tetap dilaksanakan, karena seluruh proses hukum sudah dilalui oleh Marco.
Demikian juga halnya upaya permohonan Raja Belanda untuk warganya, Ang Kiem Soei, Presiden Jokowi bergeming. Presiden Jokowi lebih memilih untuk menjalan undang-undang negara Indonesia dalam menghukum mati kejahatan narkotika, kejahatan luar biasa yang mempunyai konsekuensi dan dampak yang dahsyat pada 4.5 juta rakyatnya. Kedua negara itu pun pada akhirnya menarik dubesnya dari Jakarta.
Menlu Kerajaan Belanda menilai bahwa eksekusi mati yang dilakukan oleh Pemerintah Jokowi adalah "merupakan pengingkaran terhadap martabat dan integritas kemanusiaan".
[caption id="attachment_365148" align="aligncenter" width="477" caption="Federica Mogherini"]
Tak hanya kedua negara itu, lembaga-lembaga yang bersentuhan dengan hak asasi manusia pun melakukan kecaman terhadap eksekusi mati yang dilakukan pertama dalam lima tahun terakhir di Indonesia. Adalah perwakilan tinggi Uni Eropa untuk urusan luar negeri dan kebijakan keamanan yang sekaligus sebagai wakil presiden komisi Foderica Mogherini menyesalkan hukuman mati untuk semua kasus.
"Pengumuman eksekusi mati enam terpidana termasuk seorang warga negara Belanda karena pelanggaran narkoba adalah sangat disesalkan," kata Federica di Brussel Belgia Kamis lalu 15 Januari 2015 seperti dilansir oleh www.thejakartapost.com.
Lebih lanjut, Federica menegaskan bahwa hukuman mati adalah kejam dan tidak manusiawi. Selain itu, ia meminta pemerintah Indonesia untuk menghentikan eksekusi dan mempertimbangkan melakukan moratorium penerapan hukuman mati sebagai langkah pertama menuju penghapusannya.
[caption id="attachment_365146" align="aligncenter" width="480" caption="Rupert Abbott Direktur Riset Amnesti Internasional untuk Asia Tenggara dan Pasifik"]
Tak hanya Uni Eropa, Komite Hak Asasi Manusia PBB (UNHR) pun juga mengecam keputusan Presiden Jokowi untuk melanjutkan eksekusi. Anggota Komite dan Pelapor Khusus untuk Indonesia Cornelis Flinterman, mengatakan bahwa pemerintah harus menghapuskan praktek penerapan hukuman barbar.