Mohon tunggu...
Mas Wahyu
Mas Wahyu Mohon Tunggu... In Business Field of Renewable Energy and Waste to Energy -

Kesabaran itu ternyata tak boleh berbatas

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Standar Ganda Aktivis HAM dan Barat Atas Hukuman Mati Di Indonesia dan Amerika Serikat: Laporan Eksklusif

20 Januari 2015   01:49 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:47 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_365138" align="aligncenter" width="620" caption="Death Penalty in United States of America"][/caption]

Sumber Gambar

Pendahuluan
Mengherankan. Itulah yang ada dalam benak saya ketika memperoleh fakta bahwa hukuman mati di Indonesia mendapatkan kecaman yang deras dan heboh dari aktivis HAM, negara Barat dan PBB. Sama-sama menerapkan hukuman mati, namun Amerika Serikat sedikit sekali menuai kecaman bahkan nyaris tak terdengar suara dari aktivis HAM dan negara dunia lainnya termasuk PBB. Padahal AS adalah negara dimana dunia berkiblat kepadanya dalam hal pelaksanaan HAM. Aktivis HAM, negara Barat dan PBB melakukan standar ganda, itu kesimpulan saya. Tak adil dalam menilai dan mengecam.

Jika mereka konsisten dengan HAM yang mereka anut; tidak peduli apakah yang dieksekusi oleh AS itu adalah warga negaranya sendiri atau asing, banyak atau sedikit seharusnya penilaian dan kecaman juga harus dialamatkan kepada Pemerintah AS. Jumlah antrian terpidana mati di AS mencapai 3,035 tahun 2014. Pada Januari - Desember 2015 Pemerintah AS sudah menetapkan jadwal eksekusi terpidana mati sebanyak 57 orang, bahkan di tahun 2016 sampai Juli ada 6 orang yang sudah ditetapkan untuk dieksekusi.

Sedangkan di Indonesia Presiden Jokowi baru berencana menolak grasi 64 terpidana mati, itupun baru 16 orang yang ditolak grasinya dan hanya 6 orang yang dieksekusi mati pada dinihari Minggu 18 Januari 2015.

Sehubungan dengan itu, saya mencoba membuat laporan sederhana atas pelaksanaan hukuman mati di Indonesia dan di Amerika Serikat berdasarkan hasil riset yang saya lakukan dari beberapa sumber data berupa laporan, artikel dan berita-berita yang ada. Diperoleh fakta bahwa terpidana mati yang menunggu eksekusi di AS jauh-jauh lebih banyak di bandingkan terpidana mati di Indonesia, namun sedikit sekali yang menilai dan mengecam Pemerintah AS, sebaliknya dengan Pemerintah Indonesia.

Sekali lagi, tulisan ini panjang dan saya menyarankan apabila Anda tertarik untuk membacanya sampai tuntas, jangan membaca pada saat Anda sedang bekerja di kantor dan saat Anda mengemudi. Yang satu --jika Anda lakukan, Anda melakukan korupsi, sedang yang kedua membahayakan diri sendiri.

Semoga bermanfaat dan selamat menikmati

--------

Ancaman hukuman mati secara eksplisit ditegaskan dalam berbagai materi muatan peraturan perundang-undangan baik di Indonesia maupun di Amerika Serikat (AS). Penerapan hukuman mati dilakukan secara spesifik dan selektif. Spesifik artinya hukuman mati diterapkan untuk kejahatan-kejahatan serius mencakupi teroris, pelanggar HAM yang berat dan pembunuhan berencana serta korupsi, pengedar narkotika dan lain-lain. Sedangkan yang dimaksud dengan selektif adalah bahwa terpidana yang dijatuhi hukuman mati harus benar-benar yang telah terbukti dengan sangat meyakinkan di pengadilan bahwa memang dialah sebagai pelakunya.

"Antrian" Hukuman Mati di AS, Sepi Kecaman
Walaupun menyebut diri pada 2014 adalah tahun yang paling sedikit mengeksekusi terpidana mati sejak 20 tahun terakhir yaitu hanya 35 orang, namun di AS yang selama ini dikenal sebagai negara kiblat pelaksanaan HAM di dunia, dari 50 negara bagian tersebut 32 diantaranya masih memberlakukan hukuman mati. Di tahun 2014 itu juga Death Penalty Information Center melaporkan hanya 7 negara bagian yang melakukan eksekusi mati. Jumlah paling sedikit dalam sejarah AS selama 25 tahun. Namun demikian, menurut laporan yang berjudul THE DEATH PENALTY IN 2014: YEAR END REPORT oleh Death Penalty Information Center (DPIC) halaman-2 paragraf-5 masih ada sekitar 3,035 terpidana yang menunggu putusan hukuman mati di ke-32 negara bagian itu. Negara bagian California mencatat paling banyak antrian itu yaitu 745 terpidana, diikuti oleh Florida (404) dan Texas (276), bahkan Pemerintah AS sendiri terdapat antrian 63 orang selain tiga negara bagian yang menghapus hukuman mati di masa mendatang masih menyimpan antrian terpidana mati yaitu New Mexico (2), Connecticut (12) dan Maryland (4), dan tiga negara bagian lain yang masih menunda hukuman mati yaitu Colorado (3), Oregon (36), and Washington (9).

[caption id="attachment_365140" align="aligncenter" width="525" caption="Death Row per States in USA per October 1. 2014"]

1421665693181510371
1421665693181510371
[/caption]

Sumber Gambar The Death Penalty in 2014: Year End Report page-3 by Death Penalty Informastion Center

Di tahun 2015, AS merencanakan untuk mengeksekusi 57 orang, tiga di antaranya sudah dieksekusi sebelum laporan ini ditulis. Sedangkan di tahun 2016 sudah terjadwal sampai Juli ada 6 orang terpidana mati. Selengkapnya baca "Transparansi Hukuman Mati di Amerika Serikat, Pekerjaan Rumah buat Kejagung RI"

[caption id="attachment_365142" align="aligncenter" width="608" caption="."]

1421666156861144473
1421666156861144473
[/caption]

Sumber Gambar Dokumen Pribadi

Sedikit Hukuman Mati Di Indonesia, Heboh Kecaman
Dengan berbagai alasan yang logis yang sekaligus juga ditetapkan sebagai amanat undang-undang yang berlaku, seperti halnya di negara AS, di negara Indonesia di bawah Pemerintahan Jokowi - JK pun melakukan hal yang sama, yaitu masih memberlakukan hukuman mati ,terutama untuk kasus terorisme, narkotika dan pada kasus khusus tindak pidana korupsi. Filosofi hukuman mati pada pelaku kejahatan perdagangan narkotika perlu diterapkan adalah untuk memberikan efek psikologis kepada masyarakat agar tidak melakukan tindak pidana narkotika. Kejahatan narkotika merupakan kejahatan dengan exremely grave conseguences, akibat buruk yang dahsyat. Pemerintah Jokowi mengumumkan bahwa di Indonesia darurat narkotika. Presiden Jokowi pun menegaskan ulah para bandar narkoba tak bisa dibiarkan. Lebih lanjut Presiden Jokowi menyampaikan, ada 4,5 juta orang yang terkena narkoba. Dari jumlah itu, 1,2 juta tidak bisa direhabilitasi karena sudah sangat parah.

Selain itu, komitmen tinggi untuk memberantas kejahatan narkotika yang sudah mencapai taraf darurat tersebut adalah alasan pokok lainnya Pemerintah Jokowi untuk melakukan eksekusi mati 6 bandar narkoba telah dilaksanakan dinihari 00.30pagi Minggu, 18 Januari 2015. Lima terpidana mati terdiri dari empat warga negara asing satu warga negara Indonesia menghadapi regu tembak di Nusakambangan yaitu Ang Kiem Soei, Daniel Enemuo, Namaona Denis, Marcho Archer Cardoso Moreira dan Rani Andriani, sedangkan satu orang warga negara asing yaitu Tran Thi Bich Hanh dilakukan di Boyolali (selengkapnya lihat tabel berikut). Eksekusi mati yang seharusnya dilaksanakan selambatnya pada akhir Desember 2014 itu telah dilakukan dinihari tadi.

Sebagaimana yang telah diumumkan oleh Presiden Jokowi yang rencananya akan menolak permohonan grasi 64 terpidana mati kasus narkoba pada 9 Desember 2014 lalu sehari menjelang hari peringatan HAM Dunia, 10 Desember 2014. Dari rencana itu pada 30 Desember 2014 sebanyak 12 orang terpidana mati (9 orang kasus narkoba, 3 orang kasus pembunuhan berencana) sudah dikeluarkan keputusan penolakan grasinya oleh Presiden Jokowi, pun demikian juga pada 9 Januari 2015 sebanyak 4 orang terpidana mati kasus narkoba.

Artinya sampai sekarang telah ada 16 terpidana mati yang harus dieksekusi mati oleh Kejaksaan Agung (Kejagung). Setelah eksekusi 6 orang terpidana mati Minggu dini hari 18 Januari 2015, tersisa 12 terpidana yang siap dieksekusi mati oleh Kejakgung. Di meja Presiden tertinggal 48 berkas permohonan grasi lagi yang siap ditandatangani untuk ditolaknya. Sumber disini

[caption id="attachment_365143" align="aligncenter" width="630" caption="."]

1421666321490076026
1421666321490076026
[/caption]

Sumber Tabel dokumen pribadi

Hujan Protes Hukuman Mati di Indonesia
Ketegasan apapun jenis dan dimanapun tempatnya, apalagi soal hukuman, pasti tidak memuaskan semua pihak. Demikian juga ketegasan Presiden Jokowi yang ditunjukkannya beberapa bulan sejak menjabat sebagai Presiden. Presiden menolak grasi pelaku kejahatan narkotika, bahkan hukuman mati segera diterapkan begitu grasi diputuskan. Permohonan ampun dengan alasan kemanusian telah diajukan oleh Presiden Brasil Dilma Rousseff terhadap warga negaranya, namun ditolak oleh Presiden Jokowi. Eksekusi mati terpidanan mati narkotika warga negara Brasil Marcho Archer Cardoso Moreira tetap dilaksanakan, karena seluruh proses hukum sudah dilalui oleh Marco.

Demikian juga halnya upaya permohonan Raja Belanda untuk warganya, Ang Kiem Soei, Presiden Jokowi bergeming. Presiden Jokowi lebih memilih untuk menjalan undang-undang negara Indonesia dalam menghukum mati kejahatan narkotika, kejahatan luar biasa yang mempunyai konsekuensi dan dampak yang dahsyat pada 4.5 juta rakyatnya. Kedua negara itu pun pada akhirnya menarik dubesnya dari Jakarta.

Menlu Kerajaan Belanda menilai bahwa eksekusi mati yang dilakukan oleh Pemerintah Jokowi adalah "merupakan pengingkaran terhadap martabat dan integritas kemanusiaan".

[caption id="attachment_365148" align="aligncenter" width="477" caption="Federica Mogherini"]

142166762482312889
142166762482312889
[/caption]

Sumber Gambar

Tak hanya kedua negara itu, lembaga-lembaga yang bersentuhan dengan hak asasi manusia pun melakukan kecaman terhadap eksekusi mati yang dilakukan pertama dalam lima tahun terakhir di Indonesia. Adalah perwakilan tinggi Uni Eropa untuk urusan luar negeri dan kebijakan keamanan yang sekaligus sebagai wakil presiden komisi Foderica Mogherini menyesalkan hukuman mati untuk semua kasus.

"Pengumuman eksekusi mati enam terpidana termasuk seorang warga negara Belanda karena pelanggaran narkoba adalah sangat disesalkan," kata Federica di Brussel Belgia Kamis lalu 15 Januari 2015 seperti dilansir oleh www.thejakartapost.com.

Lebih lanjut, Federica menegaskan bahwa hukuman mati adalah kejam dan tidak manusiawi. Selain itu, ia meminta pemerintah Indonesia untuk menghentikan eksekusi dan mempertimbangkan melakukan moratorium penerapan hukuman mati sebagai langkah pertama menuju penghapusannya.

[caption id="attachment_365146" align="aligncenter" width="480" caption="Rupert Abbott Direktur Riset Amnesti Internasional untuk Asia Tenggara dan Pasifik"]

1421667419208736433
1421667419208736433
[/caption]

Sumber Gambar

Tak hanya Uni Eropa, Komite Hak Asasi Manusia PBB (UNHR) pun juga mengecam keputusan Presiden Jokowi untuk melanjutkan eksekusi. Anggota Komite dan Pelapor Khusus untuk Indonesia Cornelis Flinterman, mengatakan bahwa pemerintah harus menghapuskan praktek penerapan hukuman barbar.

"Kejahatan yang melibatkan narkotika tidak dapat dianggap sebagai kejahatan yang paling serius di mana hukuman mati digunakan sebagai hukuman yang sah," katanya saat jumpa pers di Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat lalu 16 Januari 2015.

Sedangkan Imparsial menyatakan bahwa eksekusi mati menunjukkan rendahnya komitmen Presiden Jokowi terhadap Hak Asasi Manusia. Tak ketinggalan Komnas HAM Indonesia mengungkapkan bahwa eksekusi mati tersebut adalah legitimasi pembunuhan manusia. Selain itu kecaman juga datang dari Direktur Riset Amnesti Internasional untuk Asia Tenggara dan Pasifik Ruppert Abbott. "Hanya beberapa tahun lalu, Indonesia mengambil langkah positif meninggalkan hukuman mati. Namun, Pemerintah Indonesia saat ini mengubah posisi negeri itu ke arah yang berbeda," seperti dilansir oleh www.kompas.com.

Dukungan dan Tanggapan Positif atas Eksekusi Mati Gembong Narkoba
Jaksa Agung M Prasetyo pada saat mengumumkan pelaksanaan eksekusi mati 6 gembong narkoba itu menyatakan bahwa hukuman mati tersebut merupakan perwujudan tekad Pemerintah untuk membasmi kejahatan narkotika.

Tanggapan positif atas eksekusi mati para gembong narkoba itu dinyatakan oleh Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia Cabang Jakarta Raya (Papdi Jaya), Dr Ari Fahrial Syam, dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Minggu (18/1/2015), seperti dikutip Antara.

[caption id="attachment_365153" align="aligncenter" width="631" caption="Presiden Jokowi"]

1421667990192239111
1421667990192239111
[/caption]

Sumber Gambar

"Komitmen yang tinggi untuk memberantas narkoba sudah ditunjukkan oleh pemerintah saat ini, yaitu dengan menolak grasi para terpidana mati kasus narkoba," katanya. Secara medis, ujar dia, komplikasi akibat menggunakan kokain, salah satu narkoba yang sering diselundupkan ke Indonesia, bisa meliputi gangguan banyak organ. "Komplikasi yang terjadi bisa pada jantung, paru, ginjal, hati, saluran pencernaan, sistim syaraf baik otak maupun sistim syaraf lainnya," katanya. Selain gangguan kesehatan yang terjadi secara perlahan-lahan sampai terjadi kematian, para pecandu bisa mengalami kematian mendadak akibat narkoba.

Melihat dampak buruk dari narkoba, Ari menegaskan bahwa komitmen pemerintah memang harus tinggi terhadap pemberantasan narkoba. Hal itu dinilai mesti dilakukan tidak saja menolak grasi bagi terpidana mati, tapi secara terus menerus melakukan razia untuk mencegah beredarnya narkoba.

"Mudah-mudahan eksekusi mati ini dapat membuat jera bagi para bandar bahwa saat ini Indonesia bukan lagi menjadi surga buat penyebaran narkoba ini," pungkas Ari sebagaimana dilaporkan www.kompas.com.

Jauh sebelumnya Presiden Jokowi dengan tegas menjawab kecaman yang ada pada saat itu bahwa “Itu hukum positif di Indonesia dan sudah diputuskan oleh pengadilan. Ya, semuanya harus hargai bahwa setiap negara itu mempunyai aturan sendiri-sendiri,” begitu kata Presiden Jokowi di Istana Kepresidenan, Jakarta. Selengkapnya silakan baca "Transparansi Hukuman Mati di Amerika Serikat, Pekerjaan Rumah buat Kejagung RI"

Artikel lain yang layak Anda baca
Pegiat HAM Mana Suaramu? Ini Fakta dan Data Hukuman Mati Di Amerika Serikat 1976 - 2014

-------mw-------

*) Penulis adalah Jokowi Lover yang lebih cinta Indonesia.
**) Sumber bacaan
1. Vietnam vet to be executed in Georgia Tuesday. 12 Januari 2015. Elizabeth Hinson. www.cbsnews.com. Web. 18 Januari 2015.
2. Oklahoma, Florida Inmates Executed Thursday. 15 Januari 2015. The Associated Press. www.abcnews.go.com. Web. 18 Januari 2015
3. Ang Kiem Soei, Raja Narkoba yang Akan Di Dor 18 Januari 2015. Andi Saputra. www.detik.com. Web. 18 Januari 2015.
4. Moreira: Kill Me Here, Jangan Keluarkan dari Penjara Ini…! Feature. 16 Januari 2015. www.sumutpos.co. Web. 18 Januari 2015.
5. Bich Hanh Sembilan Kali Masuk Indonesia. 16 Januari 2015. www.jowonews.com. Web. 18 Januari 2015.
6. Presiden Jokowi Tolak 64 Grasi Gembong Narkoba, Ini Kata Jaksa Agung. 9 Desember 2014. Dhani Irawan. www.detik.com. Web. 18 Januari 2015.
7. Warganya Dieksekusi di Nusakambangan, Belanda dan Brasil Tarik Dubes. 18 Januari 2015. Ervan Handoko. www.kompas.com. Web. 18 Januari 2015.
8. Drug convict executions spark international protests. 17 Januari 2015. Fedina S. Sundaryani, Ina Parlina and Hans Nicholas Jong. www.thejakartapost.com. Web. 18 Januari 2015.
9. The Death Penalty: Year End Report in 2014. Death Penalty Information Center. 2014. PDF. Web. 18 Januari 2015.
10. Pemerintah Dinilai Sudah Tunjukkan Komitmen Tinggi Memberantas Narkoba. 18 Januari 2015. Sandro Gatra. www.kompas.com. Web. 19 Januari 2015.
11. Gara-gara Eksekusi Mati Napi, Brasil dan Belanda Tarik Duta Besar di Jakarta. 18 Januari 2015. BBC Indonesia. www.detik.com. Web. 19 Januari 2015.
12. Capital punishment by the United States federal government. www.wikipedia.org. Web. 19 Januari 2015.
13. Death Penalty News. Web. 19 January 2015.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun