[caption id="attachment_366702" align="aligncenter" width="606" caption="Momen Menjelang Jatuhnya Pesawat AirAsia QZ8501"][/caption]
Diungkap, dua fakta yang diperkirakan turut berkontribusi dalam jatuhnya pesawat Airbus A320-200 beregistrasi PK-AXC berkode rute QZ8501 milik AirAsia Indonesia: sistem komputer yang dimatikan dan kendali pesawat bukan pada pilot utama. Dua fakta ini diungkap oleh media daring yang berbeda; www.kompas.com dan www.thejakartapost.com pada Jumat, 30 Januari 2015.
Sebelum black box yang berisi Flight Data Recorder (FDR) dan Cockpit Voice Recorder (CVR) ditemukan tim Basarnas dan diunduh oleh KNKT, hampir seluruh pengamat memperkirakan bahwa penyebab utama jatuhnya pesawat adalah adanya awan cumulus nimbus (CB) yang berusaha dihindari oleh pilot dengan meminta izin pihak ATC Soeta Jakarta untuk bergeser ke kiri dan menaikkan pesawat menuju flight level 38.000 kaki dari posisinya semula di 32.000 kaki.
Sistem Komputer Dimatikan
Fakta pertama, sistem komputer pesawat AirAsia QZ8501 dimatikan oleh pilot, demikian rilis www.kompas.com pukul 20.21 wib pada 30 Januari 2015 berdasarkan keterangan dua orang yang terlibat dalam penyelidikan pesawat nahas yang jatuh pada Minggu 28 Desember 2014 lalu.
Flight Augmentation Computer (FAC) adalah sistem komputer yang mempunyai fungsi pencegahan terhadap pesawat terbang tidak terkontrol. FAC merupakan bagian dari komputer pesawat Airbus A320 yang mengontrol rudder (sirip tegak) di belakang pesawat. Sirip tegak tersebut berfungsi untuk mengontrol kemudi serong (yaw) pesawat.
Kepada Reuters, sumber yang tak mau disebutkan namanya tersebut mengungkap bahwa kru cockpit mematikan sistem komputer dengan cara memutus daya listrik. Karena pasokan listrik terhenti, secara otomatis seluruh sistem komputer baik pada sistem utama maupun cadangan tidak berfungsi. Akibatnya, sistem proteksi penerbangan pun lumpuh atau tidak aktif.
Lebih detail kompas daring menjelaskan bahwa sistem komputer dimatikan setelah kru pesawat berkali-kali berusaha mengatasi masalah peringatan yang muncul di komputer FAC. Kru pesawat—dikatakan oleh kedua sumber di atas—mematikan daya listrik yang memberikan suplai ke sistem komputer.
Menurut sumber tersebut, pilot memutuskan daya yang menyuplai komputer dengan cara melepas sekring yang ada di dalam kokpit.
Komputer FAC tersebutlah yang mengontrol modul rudder travel limiter (RTL) yang sebelumnya sempat dilaporkan rusak beberapa kali. Namun, menurut pihak AirAsia, kerusakan itu telah diatasi. Menegaskan, pihak Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) pun menyebut Airbus A320 PK-AXC dalam kondisi layak terbang saat hari kejadian.
Gerry Soejatman, seorang pengamat penerbangan menyebut "aneh" jika kedua sistem komputer pendukung penerbangan tersebut dimatikan secara secara bersamaan. "Normalnya kalau ada masalah, komputer di-reset (dimatikan kemudian dinyalakan kembali) satu per satu," ujar Gerry saat dihubungi Kompas.com, Jumat 30 Januari 2015. Lanjutnya, ia menyatakan tidak tahu prosedur apa yang memerlukan keduanya dimatikan secara bersamaan.
Pihak Airbus sendiri menyarankan bahwa cockpit A320 untuk tidak memutus daya sistem komputer tersebut, karena sistem pesawat serba komputerisasi, saling berhubungan satu sama lain. Menjadikan tidak aktif satu bagian berdampak pada bagian lain.
Lebih lanjut Airbus menyarankan jika terjadi malfungsi dalam sistem atau komputer kehilangan sumber daya listrik, maka sistem proteksi pesawat akan mati, namun pilot seharusnya bisa menerbangkan pesawat secara manual.
Kendali Pesawat Pada Copilot
Fakta kedua, seperti diberitakan oleh www.thejakartapost.com pukul 09.48 pagi harinya pada hari yang sama mengungkap bahwa kontrol kemudi pesawat QZ8501 ada pada copilot Remi Emmanuel Pesle bukan pada kapten pilot Iriyanto saat mengalami kecelakaan, demikian siaran pers pada Kamis, 29 Januari 2015 oleh kepala penyidik Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Mardjono Siswosuwarno. Saat itu, ungkapnya, kapten pilot Iriyanto sedang duduk di kursi sebelah kiri sedang berperan memonitor saat kecelakaan pesawat nahas itu terjadi.
Co-pilot Plesel adalah warga negara Perancis yang lahir di wilayah Karibia Martinique. Ia memiliki sekitar 2.200 jam terbang selama sekitar tiga tahun terbang untuk AirAsia. Sedangkan kapten pilot Iriyanto, telah berpengalaman 6.100 jam terbang selama di AirAsia.
Berdasarkan data yang diunduh dari black box (FDR dan CVR)AirAsia, sistem peringatan pesawat stall menyala saat pesawat mencapai ketinggian 37.000 kaki, beberapa menit sebelum jatuh. Peringatan stall biasanya datang pada saat pesawat naik pada sudut yang lebih dari 8 derajat, kata Mardjono.
Mardjono menambahkan bahwa awak pesawat yang memiliki lisensi dan sertifikat medis yang valid tersebut menegaskan bahwa mereka berada dalam kesehatan yang baik. Dia juga mengatakan, pesawat itu pun layak terbang dan beroperasi dalam keadaaan berat badan seimbang sesuai peraturan.
Lebih lanjut KNKT menjelaskan bahwa pesawat nahas itu meminta izin kepada ATC Soeta Jakarta untuk bergeser ke kiri menghindari gumpalan awan tebal cumulus nimbus di hadapannya. Pihak ATC pun segera menyetujui. Pesawat pun bergeser ke kiri sejauh 7 nautical miles (1 nautical miles = 1.62 km). Lalu, pesawat itupun meminta untuk menaikkan ketinggian, tetapi tak menjelaskan alasannya.
Beberapa menit kemudian pihak ATC menyetujui permintaan pesawat itu, namun tak ada respon dari pilot.
Penyidik KNKT lainnya yaitu Ertata Lananggalih juga mengatakan FDR menunjukkan bahwa sekitar waktu itu pesawat naik dari 32.000 kaki ke 37.400 kaki hanya dalam 30 detik, dan kemudian mulai turun kembali ke ketinggian sebelumnya dalam 30 detik berikutnya.
Pada 06:20wib, kedua FDR dan CVR itu pun berhenti merekam, katanya.
Pesawat AirAsia QZ8501 jatuh pada Minggu, 28 Desember, 2014, menewaskan 162 penumpang dan awak pesawat. Saat ini, Badan Search and Rescue Nasional (Basarnas) telah menemukan 73 jenazah, tersisa 89 korban dalam pencarian.
Kepala KNKT Tatang Kurniadi mengatakan timnya berencana untuk menyelesaikan laporan akhir penyelidikan dalam tujuh bulan ke depan.
-------mw-------
*) Penulis adalah Jokowi Lover yang lebih cinta Indonesia
**) Sumber bacaan
1. "Aneh, Sistem Komputer QZ8501 Dimatikan Bersamaan". 30 Januari 2015. Reska K. Nistanto. www.kompas.com. Web. 31 Januari 2015.
2. Co-pilot in control of crashed AirAsia flight. 30 Januari 2015. Nadya Natahadibrata dan Arnaud Richard-Ferraro. www.thejakartapost.com. Web. 31 Januari 2015.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H