Pihak Airbus sendiri menyarankan bahwa cockpit A320 untuk tidak memutus daya sistem komputer tersebut, karena sistem pesawat serba komputerisasi, saling berhubungan satu sama lain. Menjadikan tidak aktif satu bagian berdampak pada bagian lain.
Lebih lanjut Airbus menyarankan jika terjadi malfungsi dalam sistem atau komputer kehilangan sumber daya listrik, maka sistem proteksi pesawat akan mati, namun pilot seharusnya bisa menerbangkan pesawat secara manual.
Kendali Pesawat Pada Copilot
Fakta kedua, seperti diberitakan oleh www.thejakartapost.com pukul 09.48 pagi harinya pada hari yang sama mengungkap bahwa kontrol kemudi pesawat QZ8501 ada pada copilot Remi Emmanuel Pesle bukan pada kapten pilot Iriyanto saat mengalami kecelakaan, demikian siaran pers pada Kamis, 29 Januari 2015 oleh kepala penyidik Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Mardjono Siswosuwarno. Saat itu, ungkapnya, kapten pilot Iriyanto sedang duduk di kursi sebelah kiri sedang berperan memonitor saat kecelakaan pesawat nahas itu terjadi.
Co-pilot Plesel adalah warga negara Perancis yang lahir di wilayah Karibia Martinique. Ia memiliki sekitar 2.200 jam terbang selama sekitar tiga tahun terbang untuk AirAsia. Sedangkan kapten pilot Iriyanto, telah berpengalaman 6.100 jam terbang selama di AirAsia.
Berdasarkan data yang diunduh dari black box (FDR dan CVR)AirAsia, sistem peringatan pesawat stall menyala saat pesawat mencapai ketinggian 37.000 kaki, beberapa menit sebelum jatuh. Peringatan stall biasanya datang pada saat pesawat naik pada sudut yang lebih dari 8 derajat, kata Mardjono.
Mardjono menambahkan bahwa awak pesawat yang memiliki lisensi dan sertifikat medis yang valid tersebut menegaskan bahwa mereka berada dalam kesehatan yang baik. Dia juga mengatakan, pesawat itu pun layak terbang dan beroperasi dalam keadaaan berat badan seimbang sesuai peraturan.
Lebih lanjut KNKT menjelaskan bahwa pesawat nahas itu meminta izin kepada ATC Soeta Jakarta untuk bergeser ke kiri menghindari gumpalan awan tebal cumulus nimbus di hadapannya. Pihak ATC pun segera menyetujui. Pesawat pun bergeser ke kiri sejauh 7 nautical miles (1 nautical miles = 1.62 km). Lalu, pesawat itupun meminta untuk menaikkan ketinggian, tetapi tak menjelaskan alasannya.
Beberapa menit kemudian pihak ATC menyetujui permintaan pesawat itu, namun tak ada respon dari pilot.
Penyidik KNKT lainnya yaitu Ertata Lananggalih juga mengatakan FDR menunjukkan bahwa sekitar waktu itu pesawat naik dari 32.000 kaki ke 37.400 kaki hanya dalam 30 detik, dan kemudian mulai turun kembali ke ketinggian sebelumnya dalam 30 detik berikutnya.
Pada 06:20wib, kedua FDR dan CVR itu pun berhenti merekam, katanya.
Pesawat AirAsia QZ8501 jatuh pada Minggu, 28 Desember, 2014, menewaskan 162 penumpang dan awak pesawat. Saat ini, Badan Search and Rescue Nasional (Basarnas) telah menemukan 73 jenazah, tersisa 89 korban dalam pencarian.