Namun, Pemerintah Australia tak menyerah untuk berhenti melobi pemerintah Indonesia agar mengampuni dua terpidana mati kasus narkoba tersebut.
Perdana Menteri Tony Abbot memaparkan alasan baru mengapa Andrew Chan dan Myuran Sukumaran patut diampuni sebagaimana diberitakan oleh Stasiun televisi Channel News Asia, Jumat, 23 Januari 2015. Abbott mengatakan selama ditahan di LP Krobokan Bali, dua warga negaranya itu aktif dalam kegiatan kemanusiaan. Termasuk membantu sesama napi kembali ke jalan yang lurus.
"Dengan begitu pengampunan patut diberikan pada kedua terpidana," kata Abbot.
Pernyataan terbuka itu merupakan lobi kedua yang dilakukan Abbot setelah Presiden Jokowi bergeming atas surat permohonan ampun yang dikirimkannya. Negeri Kanguru pun menegaskan tidak akan pernah menyetujui hukuman mati di dalam maupun luar negeri.
Dalam kesempatan itu, seperti diberitakan oleh media daring www.merdeka.com, Abbot memastikan pihaknya mengutus diplomat ke Jakarta dengan tugas melobi pejabat terkait secara kontinyu, agar Andrew dan Myuran tak jadi ditembak mati.
Seminggu kemudian, pada 30 Januari 2015 Dubes Besar Australia bertemu Wakil Presiden Jusuf Kalla untuk membicarakan mengenai rencana eksekusi hukuman mati terhadap dua warga negara Australia. Sebagaimana keputusan Presiden, Wakil Presiden menjelaskan hukuman mati untuk keduanya sudah berketetapan hukum. Hasilnya, kata dia, Dubes Australia bisa memahami hukum di Indonesia.
[caption id="attachment_366975" align="aligncenter" width="584" caption="Gembong Narkoba Bali Nine Andrew Chan dan Myuran Sukumaran: No Compromise"]
Selain kedua terpidana mati warga negara Australia tersebut, seorang warga negara Nigeria Silvester Obiekwe Nwaolise alias Mustofa juga direncanakan dalam eksekusi gelombang kedua yang akan datang.
Sementara itu, Jaksa Agung HM Prasetyo sedang mempersiapkan regu tembak (firing squad) dan mencari waktu yang tepat untuk mengeksekusi mati 6 warga negara asing dan 1 WNI. Setelah itu, Prasetyo akan mengeksekusi mati seluruh gembong narkoba itu sebagaimana perintah Presiden Jokowi yang menolak seluruh grasi gembong narkoba itu.
"Kita sedang mencari tempat yang ideal. Tapi, yang jelas, ada beberapa warga negara asing yang menunggu dieksekusi, yaitu dari Perancis, Brasil, Ghana, Cordoba, Filipina, Australia, dan Indonesia," kata Prasetyo saat rapat kerja dengan Komisi III di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu 28 Januari 2015.