Mohon tunggu...
Oumi Nuraida
Oumi Nuraida Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswi

Tugas kuliah Peradaban Islam dan Islam Nusantara

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Gender dan Pendidikan, Problematika Gender dalam Pendidikan, Kesetaraaan Gender dalam Pendidikan

23 November 2023   11:05 Diperbarui: 23 November 2023   11:14 173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan dari sulbi (tulang belakang) anak cucu Adam keturunan mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap roh mereka (seraya berfirman), "bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab, "Betul (Engkau Tuhan kami), kami sekitarnya." (Kami melakukan hal seperti itu) agar di hari Kiamat kamu tidak mengatakan, "Sesungguhnya ketika itu kami lengah terhadap ini" (QS. Al- A'raf ayat 172).

4.Laki-laki dan perempuan mempunyai hak untuk berprestasi

Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman), "Sejujurnya Aku tidak menyia- nyiakan amal orang yang beramal di antara kamu, baik laki- laki maupun perempuan" (Qs. Ali Imran ayat 195).
Dari perspektif Al-Quran, terlihat bahwa kedudukan laki-laki dan perempuan dianggap sama. Tidak ada diskriminasi terhadap generasi muda dalam hak mereka atas pendidikan  
Keadilan dan kesetaraan adalah prinsip-prinsip pokok yang menjadi pijakan, target, dan misi utama dalam upaya peradaban manusia untuk mencapai kesejahteraan, membangun harmoni dalam kehidupan bersama, dan mendukung keluarga bahagia. Dengan hampir setengah jumlah penduduk Indonesia terdiri dari perempuan, mereka memiliki potensi besar untuk mencapai kemajuan dan meningkatkan kualitas hidup. Kesetaraan gender menciptakan situasi yang setara bagi laki-laki dan perempuan untuk memiliki kesempatan dan hak yang sama sebagai manusia dalam berpartisipasi dalam berbagai aspek kehidupan seperti politik, hukum, ekonomi, budaya, sosial, dan pendidikan. Kesetaraan gender mengacu pada perlakuan yang sama antara laki-laki dan perempuan, dan tidak ada dasar untuk diskriminasi berdasarkan perbedaan biologis dalam hak-hak sosial, budaya, hukum, atau politik tertentu. Selain itu, keadilan gender juga berarti pembebasan dari penentuan peran yang kaku dan beban ganda yang biasanya dikenakan pada perempuan dan laki-laki.
Ketidaksetaraan gender merupakan akibat dari ketidaksetaraan atau ketidaksesuaian kondisi di mana laki-laki dan perempuan memperoleh peluang dan hak asasi manusia yang memungkinkan mereka mengembangkan peran kemanusiaannya dan berpartisipasi dalam masyarakat di semua bidang kehidupan.  sosial budaya, pendidikan, keamanan nasional (hankamnath), yang darinya muncul prinsip kesenjangan antara laki-laki dan perempuan.  Ketidaksetaraan ini meliputi: :
1.Marginalisasi terhadap perempuan
Marginalisasi adalah tindakan menempatkan perempuan dalam posisi yang terpinggirkan, seringkali dengan cara mencitrakan mereka sebagai individu yang lemah, kurang rasional, dan memiliki tingkat emosional yang lebih tinggi daripada laki-laki.
2.Subordinasi terhadap perempuan
Pandangan ini adalah penilaian atau asumsi bahwa  peran perempuan lebih rendah dibandingkan peran laki-laki, sehingga banyak yang memandang bahwasanya perempuan selayaknya menjadi yang nomor dua, pandangan ini menyebabkan perempuan takut untuk menunjukan kemampuannya. Laki-laki menyimpulkan bahwa perempuan tidak mampu berpikir seperti mereka
3.Stereotip terhadap perempuan
Stereotip adalah label atau pandangan negatif terhadap kelompok atau gender tertentu. Salah satu  stereotip yang melekat di masyarakat adalah bahwa mencari nafkah adalah pekerjaan laki-laki dan  perempuan yang lemah, emosional atau emosional sebaiknya tinggal di rumah.
4.Kekerasan terhadap perempuan
Kekerasan terhadap perempuan adalah serangan terhadap fisik atau psikologis seseorang  terhadap lawan jenisnya. Kekerasan berbasis gender dapat berupa pelecehan, kekerasan (fisik maupun non fisik), pemerkosaan, pemukulan, penyiksaan, prostitusi, pornografi, dan lain-lain.
5.Beban kerja yang berlebihan (beban ganda)
Pekerjaan yang diberikan kepada perempuan akan memerlukan lebih banyak waktu untuk diselesaikan daripada jika diberikan kepada laki-laki. Hal ini disebabkan oleh tanggungan pekerjaan rumah yang masih ada pada perempuan yang berkarir, bahkan jika ada bantuan pembantu rumah tangga, karena biasanya pembantu rumah tangga juga perempuan
6.Perempuan dirancang sedemikian rupa sehingga tugas utamanya mengurus rumah tangga, sedangkan laki-laki dirancang untuk berperan di ranah publik. Pekerjaan perempuan yang lebih terfokus pada ranah domestik (segala sesuatu yang berkaitan dengan kegiatan di dalam rumah tangga) menimbulkan asumsi dan penilaian bahwa pekerjaan istri yang profesional merupakan beban ganda, karena  perempuan terikat oleh asumsi-asumsi tentang gender sejak awal kehidupannya di keluarga tempat mereka berintegrasi ke dalam masyarakat, sementara laki-laki secara budaya tidak diwajibkan  untuk melakukan hal tersebut.

c.Contoh kesetaraan gender dalam pendidikan
1.Olahraga dan Ekstrakurikuler: Sekolah harus memberikan kesempatan yang sama bagi laki-laki dan perempuan untuk berpartisipasi dalam olahraga dan kegiatan ekstrakurikuler, serta mendukung tim dan klub yang terdiri dari siswa dari berbagai jenis kelamin.
2.Fasilitas Inklusif: Fasilitas sekolah seperti toilet dan ruang ganti harus dirancang untuk memastikan kenyamanan dan keamanan bagi semua siswa tanpa memandang jenis kelamin.
3.Penghapusan Pelecehan Gender: Sekolah harus memiliki kebijakan yang kuat untuk mencegah dan mengatasi pelecehan gender, termasuk pelecehan verbal, fisik, dan online.
4.Mendukung Pengembangan Karir: Mendorong siswa, terutama perempuan, untuk mengejar karir dalam bidang yang mungkin secara tradisional didominasi oleh laki-laki, seperti polisi, sains, teknologi, teknik, dan matematika.

DAFTAR PUSTAKA

Ace Suryadi, Kesataraan Gender dalam Bidang Pendidikan, (Cet Ke-1 Bandung: PT Genesindo, 2004)

Achmad Muthia'in, Bias Gender dalam Pendidikan (Surakarta UMS, 2001)

Achmad, S. Membangun Pendidikan Berwawasan Gender, Jurnal Studi Islam Gender dan Anak, (2019)

Ahmad Barizi, Pendidikan Integratif: Akar Tradisi dan Integritas Keilmuwan Pendidikan Islam (Malang: UIN Maliki Press,2011)

Alfian Rokhmansyah, Pengantar Gender dan Feminisme Pemahaman Awal Kritik Sastra Feminisme. (Yogyakarta: Garudhawaca,2016)

Astuti, Tri Marhaeni Puji. Antropologi Gender. Modul Perkuliahan Fakultas Ilmu Sosial. Universitas Negeri Semarang 2007

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun