Miss Saigon adalah sebuah drama musical yang mengisahkan hubungan asmara yang tragis antara seorang gadis Saigon dan tentara Amerika pada akhir perang Vietnam.Â
Untuk kita yang pada tahun 1980-an sudah membaca koran, mendengarkan radio atau menonton TV kita akan menumukan bahwa kata 'Vietnam' selalu berpasangan dengan kata 'perang' atau 'pengungsi'. Bagi sebagian besar kita generasi 80-an, kata Vietnam adalah kata yang berkonotasi kesedihan.
Pada kenyataan sejarah perang Vietnam berakhir pada tahun 1976-an dengan kekalahan Amerika. Sesudah itu pihak yang kalah harus meninggalkan tanah airnya menjadi pengungsi. Indonesia pada waktu itu menyediakan pulau Galang, sebuah pulau di dekat Batam untuk menjadi tempat pengungsian sebelum para pengungsi itu bermigrasi ke Negara yang mau menerima.
Sesudah perang Vietnam tahun 1970-an mulailah perang Afgan pada tahun 1980-an. Sesudah perang Afgan mereda, mulailah perang teluk pada tahun 1990-an. Masalah teluk belum sepenuhnya pulih, di Suriah pecah konflik bersenjata. Gelombang pengungsian kembali terjadi seperti kala perang Vietnam.
Kekejaman perang yang terjadi 40-an tahun yang lalu sepertinya sudah terhapus dari ingatan umum. Mungin saja orang-orang yang kita temui di jalanan adalah salah satu penyintas kekejaman perang itu.
Saya ingin sekadar menangkap raut wajah dan mencoba mengerti apakah masih ada raut kegetiran perang. Perburuan saya mulai dari dalam pesawat, di hotel, lalu di jalanan dan pasar.
Lensa 50mm biasanya juga dipakai kalau si fotografer ingin berkonsentrasi pada tokoh manusia dalam framenya. Kali ini saya kebanyakan memakai lensa potret 90mm pada kamera dengan sensor APS-C karena saya ingin menangkap ekspresi.Â
Bagi beberapa fotografer street, lensa 90mm dianggap tidak sahih menjadi lensa street tapi bereksperimen tentu tidak ada salahnya. Selamat bereksperimen di jalanan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H