Ibu ke dapur dan mengambil uang sisa belanja seminggu terakhir, ada lima ribuan, sepuluh ribuan dihitung. Uang sejumlah 250 ribu diberikan pada Bude, "ngopilah Bude dan Pak De siang ini ke Metropole. Pakai baju ini saja. Pak De juga pakai baju kerja Pak De. Nikmatilah hidup apa adanya".
Bude terdiam. Bude ragu. Bude menjadi gagu. Jantungnya berdetak lebih kencang seperti mau pecah. Tangannya gemetar ketika menerima 250 ribu. Bude dan Pak De naik bajaj tahu tempat itu karena mereka berdua pernah diminta Ibu untuk menjemput Sulung yang katanya sedang kumpul dengan temannya, tak tahunya hanya berdua dengan temannya yang sekolah di tempat lain.
Ibu menggoda, "Nah kan, jadi remaja lagi. Jadi anak muda lagi. Nanti seperti biasa Bude ya. Lihat-lihat dulu. Terus beli yang sesuai bujet saja. Kalau kelebihan atau kurang kabari saja. Nanti ibu susul. Tapi yakin kok aku sama Bude. Anggap wae ini kencan pacaran gaek minimalis. Intinya kan ngopi bareng. Pilih tempat di bangku/meja luar saja".
"Aku kok ndredek," kata Bude. Ibu pun tersenyum sambil memandangi Bude. Seorang perempuan yang tegar dan berani untuk bekerja menjadi asisten rumah tangga dan jujur. Semoga jujurnya terus bertahan.
Bahagialah Bude masih dredek kalau mau pergi kencan dengan Pak De. Ibu meminta Bude memperhatikan para peracik kopi dalam melayani pelanggannya. Bu De tunggu sebentar, nanti dipanggil namanya kalau kopi selesai, ambil kopinya dan layanilah Pak De. Nikmatilah suasananya.Â
Singkatnya. Usai mengantar Sulung pulang ke rumah, Pak De diajak Bude pergi. Ibu juga meminta agar tidak mengatakan rencana minum kopi bareng. Kecuali kalau sudah di lokasi. "Tarik-tarikan kalau Pak De nggak mau juga nggak apa-apa".
Telepon genggam dipantengin sejam lebih. Dan aman kalau sudah tidak ada telepon. Rencana berjalan sukses.
Pukul empat sore lebih sedikit Pak De, Bu De pulang. Anak-anak yang kebetulan tidak ada les menunggu mereka berdua di teras. Anak-anak sudah mendengar cerita Ibu. Ketika Bude membuka pintu bajaj, tepuk tangan dari tiga anak-anak menggema. Bungsu langsung berlari memeluk Bude.
Pak De turun menghampiri anak-anak dan memberikan gorengan (ubi, pisang, tempe, tahu) dan diserbulah oleh dua lelaki baru gede seperti kelaparan. "Gimana minum berdua dengan Bude. Deg deg ser kah?" tanya Sulung. Pak De, hanya bilang, "terima kasih, terima kasih". Mereka tertawa ngakak sebagai kaum lelaki.
Pak De membalas, "Sama seperti Sulung dijemput anak kantor pos dan Pak De nunggu di bawah jembatan penyebrangan UI Salemba". Ketiga lelaki itu tertawa kembali. Mereka bertiga klik kalau ada Bapaknya malah tambah rame lagi.
Ibu yang berdiri di depan pintu tersenyum lepas. "Aku ke belakang dulu mau cuci piring anak-anak yang makan siang tadi," kata Bude sumringah sambil menuntun Bungsu.
Ibu menahan Bude, meminta Bude untuk pulang, sambil membawakan tiga kopi sasetan dan sedikit kopi bubuk dari Pagar Alam. "Ngopilah di rumah besok pagi sebelum ke sini. Tersenyum dan buatkanlah kopi dengan cinta. Ajak ngobrollah. Ndak usah ngobrol yang ruwet, token listrik, air, gas. Itu ndak usah diobrolkan dulu".Â
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!