Mohon tunggu...
OtnasusidE
OtnasusidE Mohon Tunggu... Petani - Petani

Menyenangi Politik, Kebijakan Publik dan Kesehatan Masyarakat

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Disparitas Elpiji "Menciptakan" Makhluk Ekonomi

12 Januari 2022   11:41 Diperbarui: 15 Januari 2022   08:45 885
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Elpiji hijau/gas melon I Foto: OtnasusidE

Disparitas harga. Itu adalah keniscayaan. Tidak ada yang bisa membantah. Manusia adalah mahkluk yang memiliki banyak kebutuhan. Manusia jugalah yang akan membatasi dan mengklasifikasi kebutuhannya.

Manusia juga akan memenuhi kebutuhannya baik untuk konsumsi sendiri maupun untuk mencari keuntungan (jangan rakus). Disparitas itulah yang membuat manusia bergerak untuk memenuhi kebutuhannya. Disparitas jugalah yang membuat makhluk ekonomi tercipta.

Memenuhi kebutuhan konsumsi juga membutuhkan disparitas harga. Beda 50 rupiah saja sangat signifikan di pasar tradisional ataupun di warung perkampungan. 

Bagi yang malas jalan kaki untuk membandingkan harga on the spot tidak masalah. Bagi yang hobi, menikmati tawar menawar, itu adalah sebuah kepuasan tingkat tinggi.

Beli printer saja untuk seorang perempuan rela mengunjungi empat mall di Jakarta. Bensin dan ongkos parkir tidak dihitung. Usut punya usut si makhluk mencari printer yang memakai wifi, bunga nol persen untuk kartu kreditnya, cicilan murah yang wajar dan jumlah bulan yang wajar.

Di dusun apalagi, disparitas itu masuk ke pilihan teratas. Buah durian yang ditawarkan murah di satu desa akan diborong dari pohon. Jualnya di pinggir jalan, di desa lain, baik masih dalam satu kecamatan ataupun beda kecamatan. Disparitas harga menjadi kunci selain lokasi.

Elpiji non subsidi alias 5 kg dan 12 kg naik. Cek di sini. Biasa saja. Lah, belum naik saja orang sudah mencari untung dengan disparitas harga si biru dan si hijau (melon). Isi si hijau dipindahkan ke si biru. Tautan. Silahkan dicari-cari, banyak jejaknya. 

Jika elpiji biru sudah naik, probabilitas pindah isi secara ilegal dari melon ke biru semakin besar. Atau, berpindah beneran dari menggunakan elpiji non subsidi menjadi elpiji subsidi (dari biru atau ungu ke melon).

Bagi yang tinggal di dusun, biasa kalau depot elpiji melon akan habis dalam hitungan kurang dari 3 hari. Ketika mobil pickup kecil mengantarkan ke depot penyalur, antrian motor pembawa elpiji melon sudah mengantri. 

Pemotor inilah yang menyalurkan lagi ke warung-warung di desa. Jadi silahkan dihitung harga ke konsumen.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun