Mohon tunggu...
OtnasusidE
OtnasusidE Mohon Tunggu... Petani - Petani

Menyenangi Politik, Kebijakan Publik dan Kesehatan Masyarakat

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pertobatan Lelaki Bermata Tajam

1 Desember 2021   09:55 Diperbarui: 1 Desember 2021   10:16 236
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jalan kaki sekitar lima puluh menit sampai enam puluh menit menjadi kebiasaan lelaki paruh baya di lapangan yang besarnya dua kali lapangan bola ini. Kucuran keringat yang membasahi tubuhnya malah membuat dirinya mempercepat langkahnya. Ketika matahari mulai menyengat dari balik Bukit Tunjuk justru dirinya seperti berlari-lari kecil bukan lagi berjalan kaki.

Buliran keringat mengalir deras dari rambutnya berbulan tak dipotong. Terkadang ketebalan alisnya yang melindungi matanya tak mampu menahan bulir keringat masuk ke mata. Pedih tetapi kepedihan di matanya diabaikan. Lelaki itu memiliki target akhir, dua putaran lapangan setelah matahari menyengat.

Pengangguran boleh dipredikatkan. Tidak ada pekerjaan tetap. Kalau diajak orang motret atau membuat video ringan untuk teman-temannya dilakoni. Bayaran tak pernah diharapkan. Tidak ada tarif. Urusan makan tak pernah ditakutinya. Selalu ada rezeki makan.

Tidak ada yang istimewa dari lelaki ini.  Hanya sorot matanya tajam menghujam. Seorang cenayang dari Filipina yang pernah mendaki Dempo pernah mengingatkan kalau si lelaki banyak diikuti oleh perempuan halus. Cukup banyak dari berbagai tempat.  Itulah yang membuat perempuan cemburu, tertarik denganmu.

Pernyataan cenayang Filipina itu disampaikan di tikungan kecil. Tempat berjajarnya orang berjualan lemang setiap harinya dan durian kalau lagi musim.

Satu pernyataan yang bikin lelaki itu bergetar adalah ketika sang cenayang berbisik halus, i want you. Just one night. Perempuan itu berusaha mengadu mata.

Begitupun ketika seorang perempuan meminta untuk menemaninya berjalan mulai dari pagi hingga malam di Yogya hanya untuk mencari kalimat pemicu agar proposalnya lolos. Pukul dua dini hari di becak, hujan deras si perempuan menyandarkan kepalanya ke bahu.

Perempuan juragan karet pernah memintanya untuk menemani menjual karet ke pengepul. "Aku servis kakak kalau ngawani aku, jual karet ini". Perempuan itu berkata di depan anak buahnya yang bertubuh kekar tanpa ke fitness center.

Belum lagi seorang perempuan dalam sebuah acara resmi, berkata "kau mau, apa yang ada dibalik baju ini kan". Rekan seprofesinya pun tersenyum.

Ratusan kelebat itu menghujam seperti SSD yang los dol.  Cenayang menyelesaikan pembayaran lemang dan teh manis. Tubuh si lelaki seakan terbang melucuti perempuan-perempuan yang  berputar di tembok memasang kondom ataupun bersenam di ruang yang ada palang sejajar. Whirlpool untuk pemanasan dan sauna urut garam menjadi pembuka birahi bertepi pagi.

Sore itu ketika sedang menikmati aliran Sungai Lematang di pojok menghadap Bukit Tunjuk, seorang perempuan datang. Perempuan yang mungkin dulu ditiduri atau tidak. Si lelaki sudah lupa.

"Aku minta tanggungjawabmu. Aku sakit," kata si perempuan.

"Bentuk tanggungjawabnya apa, sakitnya apa." Si lelaki menjawab tak acuh.

"Pergilah ke rumah sakit. Periksalah penyakit kelamin. Periksalah HIV/AIDS. Atau pergilah ke laboratorium yang bagus. Jangan lupa konsultasikan ke dokter spesialis".

Si lelaki dingin tak beranjak. Selama seminggu terakhir aku akan disini menunggu hasil pemeriksaaan dan diagnosis dari dokter spesialis.

HIV/AIDS berproses bisa bertahun. HIV menjadi AIDS bisa lima tahun, 10 tahun bahkan 20 tahun. Setiap individu berbeda satu sama lain untuk mencapai stadium AIDS. Pukul rata 10 tahun sejak pertama kali tertular.

Lebih satu minggu duduk di bebatuan Sungai Lematang, si perempuan peminta tanggung jawab tidak muncul. Si lelaki memberi tenggat sendiri sampai 3 hari ke depan. Eh, si perempuan muncul dan langsung ngomong tanpa meminta maaf atas tuduhan beberapa hari lalu.

"Gejala menopause dan diminta untuk menjaga kesehatan dan kebersihan kelamin," kata si perempuan.

Si lelaki beranjak meninggalkan batu Sungai Lematang. Meninggalkan si perempuan tanpa berkata. Si lelaki masih memiliki mata tajam menghujam "rasa". 

Pertobatannya adalah monogami pada perempuan bertato. Pertobatannya adalah kaul. Titik.

***
Cerpen ini adalah fiktif belaka. Hanya untuk mengingatkan kalau perilaku gonta ganti perempuan/lelaki untuk bisa menikmati orgasme bisa membahayakan diri sendiri dan orang lain. Penularan HIV seiring dengan teriakan kenikmatan sekaligus penanaman panen AIDS bertahun kemudian. Jangan pernah menuduh orang menjadi penyebar. Bertanggungjawablah dengan perilaku mengejar kenikmatan yang tak akan ada batas imajinasinya.

Salam Kompal

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun