Mohon tunggu...
OtnasusidE
OtnasusidE Mohon Tunggu... Petani - Petani

Menyenangi Politik, Kebijakan Publik dan Kesehatan Masyarakat

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Permendikbudristek PPKS Implementasikan dan Evaluasi

15 November 2021   07:39 Diperbarui: 15 November 2021   07:41 392
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Permendikbudristek No 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Perguruan Tinggi detil dalam melindungi korban. Kalau ada pro kontra biasa saja. Ada yang setuju boleh. Ada yang tidak setuju juga boleh. Ada yang bilang melegalkan zinah juga dipersilahkan. Ada yang bilang cabut, nanti dulu.

Gaduh. Wait. Ini bukan gaduh. Ini justru ukuran demokrasi di Indonesia. Soal, tanpa persetujuan korban, soal gitu aja kok repot. Soal logika. Betul. Barangkali tulisan pertama Tanpa Persetujuan Korban boleh menjadi salam dari Binjai. Woiiii. Jangan. Nanti kebon pisang banyak rusak. Tulisan itu boleh menjadi latar belakang untuk memahami.

Kalau mbuat proposal untuk penelitian harus ada latar belakang. Latar belakang berdasarkan fakta yang terjadi. Bukan di awang-awang alias pikiran kita sendiri. Fakta, kejadian, bisa dari pengalaman, bisa dari media cetak dan elektronik.

Setelah terkumpul, dipilah. Mana yang memang betul-betul masalah. Mana yang tidak, bukan. Mari iseng, ketik di Google "dosen lecehkan mahasiswa" kemudian tekan enter. Pagi kemarin, keluar 50 ribu hasil.

Kumpulkan dan analisis terlebih dulu. Misalnya pelakunya siapa? Bagaimana kronologinya?  Bagaimana kelanjutan kasusnya? Bagaimana kondisi korban? Buat tabel sederhana. Silahkan simpulkan untuk membuat tabel tersebut pantas atau tidak untuk menjadi sebuah masalah.

Budaya perguruan tinggi itu membaca, berpendapat, penelitian, fakta, analisis, saran dan solusi. Beda pendapat boleh. Cuma harus ada perspektif keilmuan dan dukungan fakta atau penelitian dari ahli-ahli terdahulu. Kalau tidak nanti dulu.

Warga kampus itu biasa soal variabel. Variabel zina, kekerasan seksual, pelecehan seksual, dating rape, pemerkosaan ketika mabuk, janji manis dan lain sebagai. Ada indikatornya. Zina dan kekerasan seksual samakah? Silahkan dicari.

Perlu diingatkan sekali lagi. Permendikbudristek PPKS untuk PTN dan PTS. Permendikbudristek itu perlu diberi garis bawah, ditebalkan, dimiringkan, pokoknya supaya bisa eye catching. Sekali lagi yang lain di luar PTN dan PTS boleh juga bersuara. Permendikbudristek ini spesifik, khas tidak ngurusi lembaga lain.

Kementerian agama mendukung Permendikbudristek No 30 Tahun 2021. Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas akan segera membuat surat edaran agar melaksanakan Permendikbud di perguruan tinggi keagamaan negeri. "Kami mendukung kebijakan yang telah dikeluarkan Mas Menteri. Karenanya, kami segera mengeluarkan Surat Edaran (SE) untuk mendukung pemberlakuan Permendikbud tersebut di PTKN (Perguruan Tinggi Keagamaan Negeri)," ungkap Yaqut, dikutip dari laman Kemenag, Selasa (9/11/2021). Link.

Rektor ITB bahkan sudah lama menunggu untuk menjadi dasar mereka membuat PPKS. "Kami mengapresiasi inisiatif Kementerian. Kita sudah tunggu-tunggu sejak tahun lalu. Jadi dengan terbitnya Permen tersebut, sekarang ITB bisa segera tanda tangan peraturan rektor tentang PPKS," ujar Rektor ITB Prof Reini Wirahadikusumah dalam keterangan tertulis, Kamis (11/11/2021). Link.

Ada yang mendukung. Ada yang menolak. Ada yang mendukung dengan syarat perbaikan. Itulah pernak pernik sebuah aturan yang mendapat perhatian dari masyarakat. Kalau tidak mendapat perhatian nggak asik. Lebih baik mendapat perhatian dari seluruh kalangan agar lebih teruji.

Nah, apakah sebuah aturan sempurna? Tidak. Sudah pasti. Ada yang dilepaskan karena sudah ada aturan yang lebih besar yang mengaturnya. Demikian pula dengan perguruan tinggi memiliki tatanan norma yang harus dipatuhi. 

Masalahnya, terkadang karena tidak ada aturan yang tertulis serta satuan tugas sehingga bobol juga, ada celah ketika terjadi kekerasan seksual terjadi di perguruan tinggi.

Senioritas, kekuasaan dan inferior merupakan relasi klasik kekuasaan. Yakin mau melawan dosen. Dosen punya kuasa nilai dan lulus atau tidak lulus di ujian konprehensif. Demikian pula dengan mahasiswa senior, kakak tingkat, itu punya relasi kekuasaan dengan adik tingkatnya.

Permendikbudristek PPKS adalah rambu. Rambu untuk mencegah agar jangan sampai kejadian kekerasan seksual.  Kalaupun sampai terjadi mahasiswa tahu harus menemui siapa, Satgas. 

Satgas yang akan bekerja cepat untuk melindungi korban, melakukan pendampingan, pemulihan korban  dan lain sebagainya. Lihat pasal 10-19. Ada 21 kekerasan seksual yang diatur pada Pasal 5 Permendikbudristek.

Pada opini, Tanpa Persetujuan Korban, penulis sudah kena kekerasan seksual, siulan. Kalau dilaporkan ke Satgas langsung kena. Begitupun dengan kata-kata ofensif, mayat hidup. Untunglah dulu tidak ada Satgas. Habis aku kalau dulu ada Satgas. Padahal sebenarnya aku waktu itu sudah tahu aku salah tapi ya masih nyiul dan berkata ofensif. 

Janji tidak lagi. Kan sudah tidak mahasiswa lagi. Itu bisa jadi moral untuk diri sendiri. Jangan lakukan lagi. 

Artinya sekarang dengan adanya Satgas, mahasiswa, dosen dan tenaga administratif perguruan tinggi sebelum bertindak, mikir dulu, kena atau tidak 21 kekerasan yang diatur di Permendikbudristek. Maaf otak jahat bertahan. Artinya relasi hubungan lelaki dan perempuan harus benar-benar dijaga dan saling dihormati.
*
Mari sedikit menganalisis pada kekerasan seksual yang diatur oleh Permendikbudristek, "memperlihatkan alat kelaminnya dengan sengaja tanpa persetujuan korban". Siapa yang tidak terkejut dan malu kalau seorang perempuan tiba-tiba ditunjukkan alat kemaluan laki-laki. Ibarat kata itu serangan mendadak yang membuat korban tidak bisa berkata apa-apa. Eksibisionis warga kampus di lingkungan kampus.

Permedikbudristek tidak mengatur hukuman. Permendibudristek mengatur sanksi administratif tanpa mengenyampingkan peraturan lain (Pasal 18 Permendikbudristek PPKS). 

Artinya pelaku bisa kena pasal administratif dari perguruan tinggi, dijerat pula dengan Pasal 36 UU No 44 Tahun 2008 tentang Pornografi dengan ancaman hukuman lebih dari lima tahun dan juga dijerat berlapis dengan Pasal 281 KUHP dengan ancaman hukuman 2 tahun 8 bulan. Keputusan tetap pada hakim pengadilan di ranah pidana.
**
Mari lihat kalimat heboh, "tanpa persetujuan korban". Pasal 5 Ayat 3.  Persetujuan Korban sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, huruf f, huruf g, huruf h, huruf l, dan huruf m, dianggap tidak sah dalam hal Korban:
a. memiliki usia belum dewasa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. mengalami situasi dimana pelaku mengancam, memaksa, dan/atau menyalahgunakan kedudukannya;
c. mengalami kondisi di bawah pengaruh obat-obatan, alkohol, dan/atau narkoba;
d. mengalami sakit, tidak sadar, atau tertidur;
e. memiliki kondisi fisik dan/atau psikologis yang rentan;
f. mengalami kelumpuhan sementara (tonic immobility); dan/atau
g. mengalami kondisi terguncang.

Misalnya, Pasal 5 Ayat 2 huruf L, menyentuh, mengusap, meraba, memegang,  memeluk, mencium dan/atau menggosokkan bagian tubuhnya pada tubuh korban tanpa persetujuan korban. 

Kalau dosen yang melakukan pada mahasiswanya maka dia sudah menyalahgunakan kedudukannya. Tanpa persetujuan korban tidak berlaku karena menyalahgunakan kedudukannya sebagai dosen. 

Satgas bekerja menyelidiki dan membuat laporan. Artinya sanksi administratif langsung proses. Berkejaranlah dengan sanksi pidana. Koreksi kalau analisis ini salah atau kurang tepat.

Barangkali simulasi Satgas bekerja, simulasi pengadilan pidana, menjadi materi baru di perguruan tinggi. Kebaruannya dapat. Mahasiswa dan dosen hukum dari fakultas hukum dan fakultas ilmu sosial dan ilmu (pidana dan kebijakan publik) bahu membahu untuk memperbaiki dan menyempurnakan dalam praktik. Salam kolaborasi. Jangan ketinggalan orang komunikasi dan psikologi boleh juga masuk.
***
Perbedaan perspektif adalah hal yang sangat biasa di perguruan tinggi, hal yang juga sama di dunia politik sebagai bentuk demokrasi.  Masing-masing tentu memiliki dasar dan tujuan yang berbeda. 

Hanya tinggal melihat fakta dan teori yang ada untuk menganalisis permasalahan kekerasan seksual di perguruan tinggi atau lebih spesifiknya pada kalimat "tanpa persetujuan korban".

Dalam teori kebijakan publik ada yang namanya evaluasi. Barangkali hal ini sering dilupakan. Implementasi dulu Permendikbudristek PPKS. Evaluasi perbaikan itu biasa. Kalau tidak biasa tidak akan ada yang namanya teori evaluasi.

Berbeda pendapat itu biasa. Saling menghormati dan tidak memaksakan kehendak itu luar biasa. Silaturahim ya jalan terus.

Salam Kompal

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun