Mohon tunggu...
OtnasusidE
OtnasusidE Mohon Tunggu... Petani - Petani

Menyenangi Politik, Kebijakan Publik dan Kesehatan Masyarakat

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Mati Listrik, Mikir

8 November 2021   22:15 Diperbarui: 9 November 2021   05:06 259
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hidup kalau dibuat serius capek. Hidup tidak serius juga bingung, kapan seriusnya. Hidup mengalir seperti aliran sungai, juga jangan. Sekarang tinggal di tepi aliran sungai bikin deg-degan, takut banjir bandang.

Berharap yang membaca tulisan ini juga tidak serius-serius nian. Memilih jalur pada tempatnya. Jalur kiri tol untuk kecepatan minimal sedangkan jalur kanan untuk kecepatan maksimal atau untuk memotong kendaraan.

Menjelang hujan deras semalam di Palembang kami keluyuran sebelum menghantarkan titipan naik kereta ke Lubuk Linggau. Berputar-putar. Menikmati jalanan Kota Palembang.

Ketika sedang menikmati perjalanan, seorang teman di grup WA mengabarkan kalau daerahnya mati lampu. Terkejutlah anak tua. Sumsel itu penghasil listrik (ada pembangkit gas, batubara dan diesel). Negeri tetangga terang benderang pun gasnya dari Sumsel.

Bikin niat makin kuat untuk menulis soal listrik setelah membaca status ibu hamil yang mengabarkan kalau di daerahnya mati lampu sejak pukul dua dini hari dan satu menit menjelang pukul 06.00 listrik masih mati.

Pagi ini sedang menikmati model gandum yang dijual oleh mamang dengan gerobak di depan pintu keluar Stasiun Kertapati. Sebelah kanan kami itu stock pile batubara. Belakang adalah Sungai Ogan dengan Jembatan Ogan. Lalu lalang ketek dan enceng gondok yang terbaru arus menambah deskripsi keindahan pagi.

Mamang penjual menawari Indomie tekwan. "Nanti sesi dua. Ini baru sesi pertama, model gandum dulu untuk pembuka rasa kangen," kataku. Empat lelaki tertawa ditambah  satu perempuan bertubuh atletis  tertawa. Mamang penjual ikut tertawa. Suasana guyub inilah yang ngangeni makan makanan tradisional di gerobak. On the site.

Kembali ke mati lampu. Lampu sebenarnya tidak mati. Lampu mati karena listriknya tak berenergi. Hi hi hi. Sama dengan lampu teplok. Lampu padam ketika minyak tanahnya habis. Listrik memang energi yang kini super duper kebutuhan primer. Tidak ada listrik, berhentilah kantor, berhentilah industri. Aktivitas rumah tangga tersendat. Bisnis bakal merayap, bukan lalu lintas padat merayap.

Teman yang lucu yang mengabari kalau daerahnya mati lampu dengan kocak mengungkapkan kalau dirinya mengungsi ke cafe. Ngopi, ngadem dan ngecas hp. Sungguh solusi jitu.

Para pemangku kepentingan semoga tahu daerah-daerah yang mati listrik. Bila sering mati artinya ada yang tidak handal dalam sistem kelistrikan. Bisa mati karena pemeliharaan, gangguan jaringan, kerusakan gardu listrik atau pembangkit yang sudah tua dan tidak bisa lagi berproduksi dengan kapasitas penuh. Identifikasi masalah mestinya secepatnya dilakukan.

Listrik merupakan sumber daya yang mau atau tidak kebutuhannya akan terus bertumbuh.  Orang dulu tidak ada hp sekarang ada hp. Orang dulu jarang memakai mesin cuci sekarang sudah pakai mesin cuci. Gosok mengosok sudah tidak pakai gosokan kuningan ayam jago lagi, sekarang sudah pakai gosokan uap.

Di kalangan tertentu microwave dipakai untuk menghangatkan makanan yang dibeli secara daring. Microwave minimal 1000 watt. Belum lagi AC, bumi yang makin panas AC menjadi satu kebutuhan. Ditambah lagi dengan air purifier. Nah itu butuh listrik paling sedikit 500 watt. Semakin sedikit watt yang dibutuhkan harga peralatannya semakin wauuuu.

Jadi para pemangku kepentingan please deh identifikasi masalah dan kemudian membuat kalkulasi kebutuhan dan pertumbuhan. Kebutuhan sekarang sudah tinggi tapi kalau pasokan tidak dijaga bisa pemadaman bergilir lagi. Flash from Fantastic Four, please do ur magic.

Lantas apa yang mesti diperbuat? Nikmati dulu model gandum daripada mikirin apa yang mesti diperbuat untuk mengatasi krisis listrik.

Serius makan model gandum di depan pintu keluar Stasiun Kertapati sungguh nikmat. Sesi kedua kami pun berlanjut. Empat lelaki memesan dua model ikan dan dua tekwan ditambah masing-masing Indomie goreng. Hanya perempuan bertubuh atletis yang memperlihatkan udelnya dan perutnya yang sick pack serta pahanya yang berotot yang tidak ikut sesi kedua. Dia memang diet karbohidrat.

Pembangkit hijau. Ah sudahlah. Itu sesuatu yang sangat mahal.  Bukannya tidak mau tetapi tingkat keekonomiannya belum nyampe untuk dinikmati. Semoga nanti kalau pembangkit hijau alias alternatif sudah murah dan efektif efisien baru dibangun secara masif.

Coba lihat Eropa ketika Revolusi Industri dimulai. Bagaimana dengan pencemarannya? Ada begitu banyak informasi mengenai hal tersebut. Kalau sekarang mereka ingin membeli karbon dengan segala macam persyaratan juga tidak masalah.

Mari dibalik, kasih kita teknologi pembangkit hijau dengan investasi murah untuk kebutuhan listrik kita yang berlipat pangkat. Lalu apakah Indonesia yang seluas ini akan meninggalkan pembangkit batubara. Wadidaaawww. Rugi dong. Masih panjang perjalanan untuk anak cucu. Paling penting sekarang kebutuhan listrik terpenuhi.

Penuhi jangan kedap kedip. Penuhi dengan keandalan kestabilan tingkat dewa. Solusinya bangun pembangkit. Caranya ada eksekutif, legislatif, investor, biarlah mereka yang memikirkan, merencanakan, mengeksekusinya. Mak itu bae pening. 

Berkelindanlah di sana, tarik menarik. Masuklah pemilik lahan dan lain sebagainya seperti roller coaster. Paling penting diputuskan untuk dibangun. Titik.

Usai menikmati makan tekwan, model ikan plus Indomie goreng terbaca WA kalau listrik di wilayah teman yang sedang hamil sudah hidup lagi. Kami pun selesai sarapan. Giliran kami mengantarkan perempuan bertubuh atletis untuk mengolah tubuhnya di gym POM IX. Udel dan paha teman ini memang bikin mata lelaki banyak yang meliriknya.

Walau terlihat hanya menjual tubuhnya yang atletis dan seksi serta berotot, teman perempuan kami ini lagi mengambil magister arsitektur. Sambil nyetir dia ngomong, "tinggal dihitung saja mudarat dan manfaat pembangkit batubara, air dan gas. Mati listrik. Mikir".

Tertawalah kami berempat. WA masuk lagi. "Jangan kau pandangi paha dan pinggangnya. Beda 15 tahun woi." Kubalas, "iri bilang bos. La yang minta aku duduk di depan, sopir".

Salam Kompal

Dok. Kompal
Dok. Kompal

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun