Virus bernama Covid 19 itu seakan-akan membuat dunia berhenti berputar tak terkecuali di nusantara. Padahal kota bernama Wuhan di Tiongkok dengan kebersamaan dan keberanian dokter dan perawat serta warganya bahu membahu menuju harapan. Mereka tidak putus asa apalagi menyalahkan pemerintah pusatnya atau menjadi pakar dadakan serta mendadak pahlawan. Mereka terus bergerak karena harapan itu masih ada.
Mereka bergerak sesuai dengan kemampuan. Mereka menyongsong harapan. Pada saat itulah ada kejutan asa, orang yang bertanggungjawab mendisain dan membangun RS darurat Covid 19 adalah kelahiran nusantara. Sungguh kejutan yang bikin merinding semerinding ketika mereka terus berjuang untuk menyelamatkan nyawa-nyawa yang sekarat tak bisa bernafas.
Semerinding keikhlasan Fr. Giuseppe Berardelli (72) memberikan alat respirator (yang dibelikan umatnya) pada seorang anak muda yang tak dikenalnya. Berardelli meninggal karena Covid 19 di Italia. Semerinding ketika Garibaldi Thohir menyumbang Rp 20 miliar untuk penanggulangan Covid 19 kepada BNPB Indonesia. Paragon yang menaungi Wardah Kosmetik pun menggelontorkan dana untuk penanggulangan Covid 19.
Tidak ada yang siap dengan pandemi ini. Bahkan negara-negara di Eropa yang maju pun kewalahan. Negara adidaya seperti US juga sama. Butuh kerjasama semua stake holder dan masyarakat untuk menghentikan penularan. Itulah kuncinya.
Dalam waktu dua bulan, Wuhan dalam hal ini Tiongkok membalik keadaan. Mereka menunjukkan kalau persatuan dokter, penunjang medis, perawat, polisi, tentara dan masyarakat serta pemerintahannya berhasil mengatasi wabah bahkan mereka kini membagi ilmu dan juga peralatan medis mulai dari APD, masker, masker N95, kit test dan peralatan penunjang lainnya ke berbagai negara mulai dari Eropa hingga Afrika.
Para miliadernya pun tak ketinggalan membagi, menebar kebaikan dengan memberikan bantuan ke seluruh negara lain yang membutuhkan. Mereka adalah orang-orang yang melihat dunia sebagai bagian dari dirinya.
Apakah tindakan mereka disambut baik? Tentu tak semuanya menyambut baik. Ada juga yang katanya ngakunya kritis. Wajar dan sangat manusiawi. Walau demikian barangkali mereka yang kritis tapi tak bergerak bertindak adalah orang orang yang tidak bisa melihat dunia sudah borderless. Dunia sudah berubah dan mereka masih belum berubah.
Tiga anak-anak nakal dan bahkan kadang menyebalkan, siang pasca belajar mandiri mencari tempat bekas cat di gudang. Mereka dua lelaki dan satu perempuan mengobrak-abrik gudang. Mereka sudah izin dengan bapaknya yang nunjauh di Bukit Barisan Sumatra. Bagi mereka untuk urusan izin yang agak konyol, sedikit menabrak pakem, memberantaki gudang dan teras rumah maka izin dengan bapaknya yang somplak lebih efektif dibandingkan dengan izin emaknya. Mereka tahu itu.
Bor manual, lilin, dan lem serta plester sambung pipa pun dikumpulkan. Sabun batangan dan sabun cair stok bulanan dikeluarkan. Emaknya belum tahu rencana anaknya. Dan biasanya kalau sudah dapat izin bapaknya, proyek selesai baru lapor emaknya.
Sulung yang memiliki alis lebat dan mata menawan, hampir selalu mampu meluruhkan emaknya kini memiliki tugas berat untuk meminta izin dengan emaknya. Bapaknya sudah mengingatkan melalui WA dan video call kalau emaknya lagi tegangan tinggi karena harus mengawasi warungnya dengan baik.
Dari jaman dulu ketika orang belum populer kerja dari rumah, dia sudah kerja dari rumah dengan meremote warungnya melalui Android dan juga Windows. Palingan sebulan sekali harus berputar di empat pulau untuk melihat warungnya.
Sulung yang siap menjadi martir mengetuk pintu kamar. Berceloteh rialah dia mengenai Covid19 dan juga langkah aksi daripada berceloteh saja ataupun memainkan jari jemari tak benar di layar Android. Diungkapkan kalau dirinya sudah membolongi tempat bekas cat yang akan dijadikan tempat penampungan air bersih untuk warga kampung cuci tangan.
“Itu kerja tiga anak emak yang nakal dan selalu bikin sebel kalau pagi dan sore. Kami juga sudah minta izin pada bapak. Ini tinggal beli kran air saja di mini market depan,” kata sulung sambil terus memandangi muka emaknya.
Itu trik bapak yang diberikan pada ketiga anaknya kalau mau meminta sesuatu alias berasan dengan emaknya. Hanya sulung yang sering sukses, sedangkan tengah, kadang sukses tapi banyak gagalnya demikian pula bungsu selalu gagal karena tubuhnya selalu melintir melintir kalau ngomong kecuali kalau ngomong di depan kelas.
Selama sulung bicara, emak tetap fokus di layar monitor notebook, dan kadang melihat teleponnya. Emaknya tak berani memandang muka sulung. Ha ha ha karena sulung merupakan prototipe bapaknya. Bahkan lebih baik.
Sulung menunggu jawaban. Tegang. Bukan hanya sulung ternyata. Tengah dan bungsu di teras rumah juga tegang di depan bekas tempat cat yang sudah mereka bersihkan. Sekarang tinggal memasang kranan air.
Hanya saja kranan air itu harus dibeli di mini market depan. Mereka tahu selangkah saja mereka melewati pagar artinya mereka sudah melanggar #di rumah saja. Nah, loh.
Emaknya lalu mengambil kacamata berbingkai Oakley yang dibeli di Poncol. Sulung makin tegang. Kalau emak pakai kaca mata artinya pembicaraan makin serius.
“Kamu tahu kita sekarang sedang apa?” tanya Emak sambil menatap tajam mata Sulung.
Sulung balas tajam menatap, tahu dan harus di rumah. “Jangan keluar rumah dan harus berjarak satu meter dari orang lain kalau di luar rumah. Jangan keluar rumah kalau tidak penting atau kepentingan yang sangat mendesak”.
“Nah, itu tahu.”
“Bapak selalu berdoa setiap malam dan bangun pagi agar anak-anaknya bermanfaat bagi dirinya sendiri, keluarga dan masyarakat. Itu doa yang selalu bapak lantunkan. Selain mantra dut keredut yang dia ucapkan ketika kami kehilangan barang. Padahal mantra itu untuk menghibur kami, jangan putus asa mencari dan mengingat,” balas Sulung sambil memainkan jemari kakinya ke lantai.
“Nah, itu tahu. Dah, minta tolong Bude untuk belikan di mini market!”
“Jangan. Bude umurnya sudah lebih dari 40 tahun. Covid 19 cepat menyerang mereka yang berumur lebih dari 40 tahun. Aku masih muda dan kesehatan aku bagus. Virus menyerang mereka yang punya penyakit bawaan sebelumnya seperti asma, darah tinggi, jantung dan juga diabetes,” pinta Sulung.
“Sungguh kau ingin menjadi generasi ketiga?”
“Aku akan berusaha sebaik mungkin untuk mendapatkannya,” kata sulung sambil membungkukkan badan.
“Berangkatlah. Setelah pulang apa yang harus kau lakukan?”
“Ke kamar mandi. Masukkan pakaian ke tempat cucian langsung rendam pakai deterjen. Mandi” teriak lelaki yang dipastikan akan mengikuti kesomplakan bapaknya.
Adik-adiknya langsung bertepuk tangan ketika sulung menunjukkan jempol ketika membuka pagar. Budenya yang ingin mencegah sulung, tak jadi karena adik-adiknya bilang, “sudah diizinkan emak.”
Tak sampai lima belas menit, lelaki yang suka kaos oblong putih itu pulang, langsung ke kamar mandi belakang sambil membawa kran air, delapan sabun batangan dan sabun cair cuci tangan. Semua barang dicuci dengan sabun. Pakaian langsung diletakkan di tempat kotor, setelah mandi langsung direndam dengan deterjen dan dimasukkan ke mesin cuci.
Projek itupun diselesaikan. Tengah pun mengeprint petunjuk “Cara Cuci Tangan yang Benar” yang dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan. Bekas tempat cat itu lalu diisi air. Papan beroda yang sering dipakai untuk beli galon air dan tabung gas ke warung pun dikeluarkan untuk mengangkut tempat bekas cat dari samping rumah ke depan pagar. Berat bekas tempat cat itu sekitar 25 kilogram. Bude membantu mengangkat meja di dapur yang jarang digunakan untuk tempat bekas cat yang sekarang diisi air.
Bungsu pun membuat tulisan “Silahkan Cuci Tangan yang Benar.” “Ayo Cegah Covid 19 dengan Jaga Kebersihan Tangan.” Tiga kertas itu lalu ditempelkan di pintu pagar. Ada catatan dibawah, “kalau habis boleh teriak, air cuci tangan habis atau pencet bel biar air diisi lagi.”
Perempuan yang melahirkan tiga anak-anak itu melihat dari balik jendela kaca dengan mata berkaca-kaca. “Bapak kalian memang somplak. Kalian juga somplak kalau sudah begini.”
Menjelang sore ternyata banyak anak-anak yang walau sudah diminta di rumah tetap main di jalanan kampung. Mereka terlihat berusaha mencuci tangan yang benar dengan melihat gambar. Beberapa orang dewasa juga belajar cuci tangan yang benar. Abang pembuang sampah sore juga mencoba mengikuti cuci tangan yang benar dengan melihat gambar.
Sulung lalu mengambil selang dan menyambungkannya ke kran samping rumah ke ember bekas cat ketika ada yang teriak air habis. Setelah penuh kran samping pun dimatikan.
Sore yang menenangkan. Dari teras empat beranak minus bapak menikmati teh sore dan pisang goreng yang digorengkan Bude sebelum pulang.
Sulung dan tengah tersenyum. Masuk WA dari bapaknya yang jauh, “jadilah orang yang ikut serta dalam penanggulangan pandemi Covid 19. Walau hanya menyediakan sabun batangan dan sabun cair di depan pagar rumah. Itu dari uangmu sendiri kan, dari usahamu mendapat nilai 10 dan usahamu bersama Tengah mengajari bungsu agar dapat nilai 10. Seperti kata emakmu tabungan kalian lebih banyak dari bapak.”
Sulung dan tengah pun melakukan tozzz, lalu menghapus pesan WA dari bapaknya. Emaknya yang curiga langsung mengirim WA ke bapaknya. “Puas ya hari ini. Ngerjai aku. Tingkah mereka somplak seperti kamu. Aku kangen kamu.”
“Kita orang tua somplak di Pandemi Covid 19. If Tomorrow Never Comes,” balasku.
Salam Kompal
Untuk dokter, penunjang medis, perawat, petugas kebersihan rumah sakit, polisi, tentara, para penyumbang besar maupun kecil, para pengambil kebijakan, orang-orang yang sudah melakukan tindakan kecil untuk mencegah penyebaran Covid 19, orang-orang yang berdoa agar Pandemi Covid 19 segera berakhir dan kemanusian menjadi pemenangnya, terima kasih.
Tulisan ini hanya ingin mengajak kita semua untuk menjadi bagian memerangi Covid 19. Dimulai dari diri sendiri. Tetap di rumah. Jaga kesehatan. Semangat berbagi untuk bersama melawan Covid 19, saling menguatkan satu sama lain. Mari bergerak bersama karena masih ada harapan. Patuhi protokol memerangi Covid 19. Indonesia bisa melawan Covid 19.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H