Lalu apakah demo menyuarakan hak politik dan demo menyuarakan kesejahteraan pekerja tidak boleh. Bolehlah tetapi apakah harus dengan demo? Nah, mari direnungkan dengan jernih.
Beberapa tahun lalu sempat heboh, pabrik elektronik ternama menutup pabriknya di Indonesia dan memindahkannya ke negara tetangga. Pelaku ekonomi dan politik pun sempat heboh. Sekali lagi itu memang konsekuensi dari daya saing produk plus daya saing memikat investor.
Seorang teman di pondok kopi berkelakar. "Mang gawe tu sederhana saja. Warung yang jual gorengan tiga dua ribu pasti lebih rame dibandingkan warung yang menjual gorengan satu seribu rupiah."
Woiii  itu bukan apple to apple  kenapalah mesti apple to apple  tidak durian dengan durian membandingkannya. Becanda. "Mang lihat substansinya. Jangan lihat sepatu, kaos, kemeja dan barang elektronik dengan mata gorengan tiga dua ribu rupiah apalagi dengan pempek dos pistel seribu perak pelepas rindu."
Waduuuuhhhh.
Sudahlah. Teman lainnya pun tersenyum mengingat ada orang penelitian mengenai Hubungan Industrial Pancasila di Palembang lebih dari tiga dekade lalu. Apakah masih ada Hubungan Industrial Pancasila? Apakah masih ada lembaga Tripartit untuk menyelesaikan masalah ketenagakerjaan? Penelitinya telah hilang terlebur zaman karena membuat DNA baru.
Ngarep  diundang Gubernur Jateng Ganjar Pranowo untuk melihat kehidupan industri di Jateng.  Eh  ini ngarep beneran. Kompasiana do your magic.
Salam belajar di tiap dekade.
Salam dari Punggung Bukit Barisan Sumatra.
Salam Kompal