Ketika melihat ke  smartphone,  tidak ada sinyal. "Sungguh ini perjalanan gila," pikir perempuan.
Sudah  kadung.  Perempuan itupun menyeberangi jembatan gantung. Lantai jembatan banyak bolongnya. Jantungnya kini berdetak kencang.
Pondok itu kosong. Hanya ada perapian dengan sepanci air yang sudah mendidih. Ada ubi rebus.  Ada  sleeping bag.  Ada lampu kecil  solar cell.
Lelah lahir batin. Duduk di atas batu di pinggir sungai. Air matanya kembalil menetes. Doa kembali dilantunkan. Suara burung. Suara khas aliran deras. Orkestra alam.
Semburat jingga terlihat. Malam mendekat. Leher tercekat.
Seorang lelaki tiba-tiba muncul dari tikungan sungai. Perempuan itu melesat layaknya anak panah. Memeluk lelaki yang dicarinya. Tangis meledak.
"Apa yang terjadi. Tak ada kabar apapun. Kamu sehatkan?" katanya setelah menenangkan diri.
Sang lelaki tidak memberi jawaban. Hanya memberi kecupan di dahi dan menyodorkan ubi rebus. Ada pepaya.  Nangko belando alias sirsak.
"Jawab!" ujar perempuan meledak. Sang lelaki tidak menjawab justru memeluk dan mengusap air mata yang kembali mengalir di pipi perempuan yang kini terlihat samar. Lampu kecil  solar cell tak mampu melihat senyum kecil di wajah lelaki. Perempuan itu kelelahan dan tertidur.
Menjelang subuh, satu kecupan mendarat di wajah perempuan. Tubuhnya bergelung dan merenggang. Tangannya memukul-mukul.
Paginya si perempuan terpaksa mandi di sungai yang mengalir deras. Mandi bersarung. Airnya dingin. Menggigil. Si lelaki akhirnya memeluknya.