Seperti itulah. Semua ada, baik ada buruk. Ada yang cukup dan ada yang kurang. Tergantung pada bagaimana menyikapi suatu pekerjaan.
Seorang guru teman perempuan saya, pada suatu waktu memberikan nasehat yang sangat luar biasa. Walaupun aku sedang bermain basket di sebuah lapangan bersama Kakak, sayup-sayup kudengar guru itu mengatakan, "kalau kau mau maju dan sukses maka ajarilah anak buahmu itu dengan baik. Sampaikanlah seluruh ilmu yang ada, padanya. Seriuslah kalau menyampaikan ilmu. Ajari sampai bisa. Jangan sepotong-sepotong," katanya.
Aku dipanggil teman perempuanku itu lalu dikenalkan dengan gurunya. Gurunya tertawa ketika melihat diriku yang gondrong bersama seorang Balita yang selalu tertawa ketika gagal melempar bola dan malah guling-guling di lapangan.
"Ini suamimu. Itu anakmu," kata guru teman perempuanku.Â
"Ia Prof," jawab teman perempuanku.
Ketika pulang, iseng diri yang beruntung dan teman yang tak beruntung itu kutanya, "menyesalkah dirimu dengan lelaki pengangguran dan lelaki kecil yang tak mencerminkan anak seorang priyayi".
"Tidak," jawabnya.
Perempuan itu kini dipercaya mengurusi usaha di 4 pulau yang semuanya sangat tergantung dengan jaringan internet dan telepon serta Medsos. Hampir setiap dua jam sekali perempuan itu dihubungi oleh anak buahnya untuk melihat pekerjaan anak buahnya.
Saat di mana WA  down  dan jaringan  lemot. Perempuan itu tenang dan malah tertawa-tawa dengan anak buahnya di 4 pulau. Perempuan itu mengingatkan untuk selalu menjalankan SOP.
Anak buahnya menjadi mata temanku. Semua itu berkat ilmu yang diberikan oleh temanku pada seluruh anak buahnya. Ia menjadi mata. Mata anak buah itu menjadi mata temanku karena semua ilmunya sama. Temanku hanya meminta untuk mencek ulang apakah SOP sudah dilakukan atau belum untuk hasil-hasil yang agak meragukan.
Sebenarnya email pada waktu WA down masih berjalan baik. Dan itu menjadi pilihan terakhir ketika teman perempuan ragu dengan suatu hasil.