Mohon tunggu...
OtnasusidE
OtnasusidE Mohon Tunggu... Petani - Petani

Menyenangi Politik, Kebijakan Publik dan Kesehatan Masyarakat

Selanjutnya

Tutup

Sosok Pilihan

Bermain Politik kok Takut Politisasi

6 November 2018   10:18 Diperbarui: 6 November 2018   10:28 789
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Terus terang aku agak bingung sebingung-bingungnya dengan para politikus. Di satu sisi ketika kelompoknya sedang di atas maka  keseleoan  kelompok sebelahnya di-boom, di-blow up dari berbagai sisi. Bahasa gaulnya  digoreng  terus sampai mutung. Tetapi ketika kelompoknya yang sedang  keseleo  lalu minta ampun untuk tidak di-boom, tidak di-blow up atau digoreng sampai mutung. Bingungkan?

"Tolong jangan dipolitisir".

"Tolong jangan dipolitisasi".

Ketika harga-harga telur, daging dan ayam serta cabe naik maka ramailah jagat media maya. Satu kelompok politikus bilang harga sudah mencekik leher. Semua mahal orang susah. Mau makan susah.

Pernyataan itu apa nggak bikin mumet kepala.  Mumetnya pedagang. Mereka pasti akan dibilang ambil untunglah. Padahal pedagang juga ambilnya alias modalnya juga sudah gede, jualnya alias ambil untungnya, biasa saja ambil untung sedikit.

Ingat falsafah pedagang! Tidak mau barangnya mati. Tidak mau duitnya tidak berputar. Jadi mereka pasti akan ambil untung tidak besar-besar amat. Kalau ambil untung besar siapa yang mau belanja. Barang jadi mati dan duit tak berputar. Mati  beneran deh  alias bangkrut.

Jadi sebenarnya dengan membombardir harga kebutuhan pokok naik, terus terang akan membuat ciut pedagang di pasar. Konsumen pun akan mikir untuk ke pasar. Akhirnya yang rugi pedagang di pasar.

Konsumen kemungkinan besar akan memilih untuk berbelanja ke mini market ataupun ke mall-mall. Itu untuk konsumen yang ada di kota. Nah  untuk konsumen yang di dusun jelas mereka akan menghindari pasar kalangan. Mereka lebih memilih untuk ke ibu kota kabupaten atau kota.

Kalau sudah begitu, bagaimana dengan ratusan pedagang kecil yang menggantungkan hidupnya dari kalangan ke kalangan. Pedagang ikan di Lahat misalnya ketika ikan datang sekitar pukul 22.00 di PTM Square maka akan langsung dibagi kepada para pedagang khusus kalangan.

Sebelum mengambil ikan pada pengepul mereka membayar terlebih dulu ikan yang sudah diambil kemarin malam. Setelah itu baru boleh ambil ikan lagi untuk dijual di kalangan.

Pedagang  ayam pramuka  yang juga menggunakan motor juga melakukan hal yang hampir sama. Motor-motor kalangan itu akan berangkat dini hari agar bisa menggelar dagangannya sebelum matahari terbit. Demikian pula dengan pedagang bahan pokok mulai dari telur, beras dan gula serta minyak goreng yang biasanya menggunakan mobil. Mereka inilah yang akan terpukul.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosok Selengkapnya
Lihat Sosok Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun