Kalau cuma kagum yo wes ben.  Lah,  si kaki kupu-kupu saja pernah bilang,  "hadewww gantengnya tuh masinis kereta LRT Palembang". Apa nggak sakit kepala pada tubuh yang sudah menua ini. Kalah kencenglah kulit ini dengan si brondong. Wak wak wak.
Tulisan ini dibuat untuk menggelitik teman-temanku yang masih ragu untuk memutuskan kawin. Kawinlah karena dengan kawin kita punya teman untuk ngobrol, berkelahi, bercanda dan tolong menolong dalam kehidupan.
Bila beruntung diberi titipan Tuhan untuk membesarkan anak. Terimalah dengan suka cita. Besarkanlah dengan cinta. Itu juga punya cerita.
Dan setiap hubungan antara lelaki dan perempuan apapun bentuknya, pertemanan, persahabatan, pacaran, selingkuh, perkawinan selalu punya cerita masing-masing. Favoritkanlah cerita kalian. Upsss, itu masuk memori, memori super besar yang juga belum bisa diproses oleh super komputer manapun di dunia.
"Tulislah aku," ujarnya satu waktu di temaram lampu malam tempat jualan kopi terkenal di sebuah bandara.
Sudah 10 tahun Kompasiana. Aku sendiri sebenarnya sudah dua kali membuat akun Kompasiana. Ini adalah akun yang kedua. Sebuah perjalanan panjang sebagai sebuah blog keroyokan.
Aku menikmatinya sebagai media untuk berekspresi dan berteman. Aku menikmatinya untuk berbagi satu sama lain dalam konteks yang sangat berbeda dengan Medsos yang ada pada umumnya.
Di temaram lampu tol bandara menjelang pulang, "menulislah. Memotretlah. Itu jiwamu. Biar aku yang cari duit," kata kaki kupu-kupu sambil menggenggam erat tanganku di Damri.
Akupun tersenyum, walau pada satu waktu dia sempat kesal karena jumlah hits tulisan berkurang. Pada lain waktu dia juga memintaku untuk pindah ke lain hati, pindah ke tetangga sebelah yang setiap tulisan yang ditayangkan dibayar berdasarkan setiap hits yang masuk.
Satu kecupan di poninya dan belaian lembut di rambut ikalnya dan satu bisikan mesra di kupingnya, membuat si kaki kupu-kupu tertawa bahagia. Adakah Kompasianer tahu apa yang kubisikkan?