Kalau dulu seorang lelaki diundang oleh teman perempuannya untuk makan bersama keluarga, artinya sudah bagaimana gitu? Artinya  hubungan sudah serius. Tapi itu dulu... zaman memang sudah berubah.
Si kaki kupu-kupu memang pekerja keras. Padahal dirinya termasuk dalam keluarga menengah ke atas. Sejak kuliah dia mengajar les privat matematika pada tetangga dan orang yang membutuhkan bantuannya untuk menyelesaikan soal matematika. Kerja serabutan  juga dilakoni mulai dari menerjemahkan  jurnal berbahasa Inggris hingga lagu-lagu pop barat atas permintaan teman-temannya. Imbalan les privat lebih besar dibandingkan menerjemahkan bahasa Inggris.Â
Semua imbalan itu ditabung dan dibelikan emas. Belakangan, emas itu dijual ketika mengambil kuliah lanjutan yang membutuhkan biaya yang banyak. Ini model investasi zaman  old.
Kita memang tidak bisa memukul rata anak muda zaman  now.  Aku  memilah dan melihatnya sebagai  pie  chart.  Ada yang manja. Ada yang mandiri. Ada yang tergantung dengan orangtua. Ada yang wirausaha. Belum ada yang melakukan penelitian secara komprehensif mengenai pola prilaku anak zaman sekarang. Walau begitu, mereka adalah realitas sosial yang memang sedang  booming.
Lalu kenapa permintaan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani agar anak milenial yang aku sebut sebagai anak zaman  now  mengurangi jajan kopi (1), menuai komentar beragam, bahkan ada yang mempertanyakan kepiawaiannya dalam mengurusi keuangan negara (2).  He  he  he.  Itulah demokrasi. Kalau nggak demokrasi  ya  nggak bisa komentarnya beragam.
Sebenarnya sederhana kok. Pernyataan Menkeu itu, untuk mengajak anak zaman  now  berpikir cerdas dan berinvestasi bagi masa depannya. Dengan mengurangi minum kopi merek-merek terkenal dari luar negeri maka anak zaman sekarang bisa berinvestasi dengan memulai membeli polis asuransi ataupun berinvestasi reksadana. Silahkan dihitung nilainya di masa mendatang. Ini model investasi zaman  now.
Sekali minum di kedai kopi yang ada di mal-mal itu harus merogoh kocek seratusan ribu rupiah. Kok bisa. Hitung kalau naik Onjol, kalau pake mobil, motor pribadi, berapa ongkos parkir, dua jam saja sudah Rp 10.000 di Jakarta. Harga kopinya macam-macam. Toppingnya. Ukuran gelas. Belum lagi harga kuenya. Celeguk. Kalau pake tumbler bawaan sendiri biasanya dapat potongan harga.
Ngilu aku kalau minum kopi bermerek terkenal luar negeri tapi duitnya dari minta dengan orangtua. Ngilu kalau minum kopi cuma untuk kongkow dengan teman-teman agar dibilang eksis. Ngilu plus naik asam lambung kalau duit dari orangtua dipakai mentraktir  gebetannya.
Emang nggak boleh minum kopi? Bolehlah. Siapa bilang kita tidak boleh minum kopi. Siapa bilang kita tidak boleh meningkatkan konsumsi. Pada akhirnya pilihan kebutuhan atau keinginan menjadi filter yang paling mujarab untuk masa depan.
Si kaki kupu-kupu, tidak pernah melewatkan minum kopi terkenal di bandara. Hampir setiap minggu naik pesawat ke empat kota dalam sebulan. Dia minum kopi terkenal itu karena adanya fasilitas dari kartu kredit dan juga  boarding  pass.  Sayang kalau fasilitas itu tidak dimanfaatkan.  Ini trik pintar dalam mengelola keuangan.
Sewaktu jalan-jalan ke luar negeri, si kaki kupu-kupu juga menyempatkan diri mampir dan menikmati suasana kopi bermerek itu. Satu tumbler pun dibeli sebagai kenangan.