Kalau ada seorang anak yang masih kuliah meminta uang seratusan ribu rupiah untuk minum kopi dan berkumpul dengan teman-temannya dalam mengerjakan tugas kelompok di tempat kopi bermerek yang sudah internasional banget, Â apakah nggak bikin ngilu?
Kemudian ada juga seorang anak yang baru masuk kuliah minta uang seratusan ribu rupiah juga pada orangtuanya untuk kumpul malam minggu dengan teman-temannya.  Pa nggak  nyut-nyutan  tuh kepala orangtuanya.
Pada satu waktu, rombongan Kompal kumpul bareng ditraktir oleh bos Kompal, Om Kevin dan kawan-kawan di sebuah tempat makan di kawasan Veteran Palembang, ada sekitaran 10 anak remaja duduk di meja di sebelah kami. Seorang perempuan yang memasuki usia tua, juga anggota Kompal yang  memiliki bujang tanggung bergumam, "kalau anak aku minta duit. Terus kumpul-kumpul seperti ini kah?," tanyanya.
Aku dan Rap yang berada di dekat perempuan ini cuma tersenyum dan tidak memberikan jawaban. Â
Anak muda zaman sekarang memang berbeda dengan anak muda zaman 80-an dan 90-an. Anak muda zaman sekarang fasilitasnya semua lebih. Nggak percaya, lihat tempat parkir, halaman sekolah setingkat SMP dan SMU di desa maupun di kota. Belum lagi telepon pintarnya bikin geleng-geleng kepala.
Di tingkat perguruan tinggi apalagi. Lahan parkir sepertinya selalu kekurangan, karena hampir semua mahasiswa membawa kendaraan bermotor baik mobil ataupun motor. Sebuah indikator kemakmuran? Bisa jadi memang begitu.
Anak zaman 80-an dan 90-an, yang kuliah pakai motor ke fakultas bisa dihitung dengan jari. Mereka biasanya memang benar-benar anak orang kaya. Apalagi yang bawa mobil, lima jari pun tak penuh.
Waktu kuliah mengerjakan tugas kelompok dulu, biasanya akan dikerjakan di jam usai kuliah ataupun di rumah, di tempat kos teman yang tempatnya dekat dengan kampus. Semuanya diperhitungkan dengan prinsip ekonomi dan juga memperhatikan teman-teman yang tinggalnya jauh dari kampus.
Lalu pertanyaannya adalah apakah anak-anak zaman sekarang tidak berempati atau mau enaknya sendiri? Dan orangtua tidak bisa memberikan pilihan atau orangtua tidak kuat memberikan pilihan? Susah untuk memberikan jawabannya.
Paling tidak dari seorang ibu-ibu yang tidak lagi muda dan memiliki dua anak lelaki yang berkulit taning dan badannya baik tinggi maupun beratnya agak di atas rata-rata dengan lembut mengungkapkan kalau zaman memang sudah berubah.
"Apakah dirimu tidak ingat, bagaimana dirimu terkejut ketika seorang perempuan, teman si sulung mengundang makan malam bersama keluarganya di Kelapa Gading. Kamu kocar kacir kan pulang dengan pesawat terakhir?," ujar si kaki kupu-kupu yang masih suka goyang dayung.