"Ha ha ha. Banyak  sih  berseliweran  tuh  gambarnya di grup. Beberapa teman pun malah mengomentari dengan lugas".
"Apakah aku seperti itu menurutmu?" si kaki kupu-kupu balik bertanya.
Purnama di kota lintas Sumatra Selatan, Bengkulu dan Jambi ini sungguh indah. Sinaran lembutnya membuat hati si lelaki donat agak melembut.
"Kan aku nggak tahu," jawab si lelaki donat sambil menyembunyikan senyumnya.
Si kaki kupu-kupu tak menjawab.
Sesampai di hotel, si kaki kupu-kupu malah mengajak untuk mengobrol di taman. Ditemani secangkir kopi dan pisang keju, si kaki kupu-kupu memasang tampang serius. Sebuah tampang yang terkadang membuatku bergetar.Â
Tampang yang hampir sama ketika dia sedang memarahi anak buahnya. Sungguh ngeri dengan tekanan kata dan pandangan matanya yang tajam menghujam. Sebuah pemandangan yang selalu diingat oleh lelaki donat ketika anak buah si kaki kupu-kupu ternyata tidak menjalankan pekerjaan dengan prosedur yang benar.
Walaupun dinilai kejam dan judes untuk urusan pekerjaan. Bahkan oleh atasannya pernah disebut sebagai perempuan yang kaku tetapi ketika keputusan untuk diambil atau tidak diserahkan ke pihak manajemen, pihak manajemen pun mundur.
"Aku adalah perempuan sederhana. Aku tidak meminta cinta. Kalau untuk urusan cinta kamu sudah aku tinggalin sejak lama," katanya tajam.
Celeguukkk. Si lelaki donat pun seperti tikus yang dikejar kucing kemudian kecemplung di got.
"Aku menikah denganmu karena aku ingin punya anak dan juga ingin damai tenang bahagia denganmu. Damai, tenang dan bahagia itu mahal. Sudahlah, nggak usah cemburu kaum lelaki dengan si perut sobek. Semua sudah ada jodohnya," kata si kaki kupu-kupu.