/Pertama/Â
Sore di jalan protokol di Punggung Bukit Barisan Sumatra, ada seorang ibu-ibu yang sedang menelpon dengan semangat. Muka dan nada suaranya sumringah. Beberapa orang yang ada di samping dan belakangnya pun jengah.
Si ibu ini sepertinya lupa daratan. Tidak tahu sedang berada di mana. Padahal dia berada di tempat umum. Di tempat makan ayam bakar dan bakso.
Si ibu membicarakan mengenai keburukan suaminya. Suaminya yang selingkuh. Suaminya yang tidak seperakpun membiayai anak-anak mulai dari melahirkan ngurus akte hingga ke biaya kuliah. Suaminya yang tidak pernah sekalipun memberi uang belanja.
Beberapa orang sudah batuk-batuk. Ibu-ibu lain yang kebetulan ada di belakang sudah berdehem-dehem.
Sayang, batuk dan  deheman orang lain itu tak mempan. Ibu itu sambil terus mengumbar keburukan suaminya. Si ibu berhenti ketika membayar makanan dan kemudian naik motor pulang ke rumah.
Ada orang bilang, ada tiga orang yang lupa daratan di dunia ini. Satu orang yang sedang jatuh cinta. Satu orang yang sedang selingkuh. Satu pendukung aliran politik dan kelompok tertentu. Apapun nasehat dan juga penjelasan dari orang lain tak ada yang masuk ataupun diterima.
Si ibu ini kemudian melanjutkan pembicaraan di rumahnya. Kembali si ibu menceritakan mengenai keburukan suaminya.
Sang lawan bicara yang juga lelaki beristri pun menanggapi dan bahkan setiap hari menelpon menjelang kerja, sedang kerja dan juga menjelang pulang kerja. Mereka setiap hari bervideo call.
Sudah ada kesepakatan kalau lelaki beristri itu pulang ke rumah maka selingkuhan perempuan yang bersuami itu tidak akan menghubunginya. Begitupun kalau si istri ada suaminya maka si lelaki selingkuhan tidak akan intens menghubunginya.Â
Sudah ada kesepakatan dari mereka agar hubungan ini tidak boleh diketahui oleh pasangan masing-masing. Walau demikian, si ibu yang sedang jatuh cinta ini ketika ditanya oleh si lelaki, bagaimana kalau ketahuan oleh suaminya maka jawabannya adalah tetap memilih lelaki selingkuhan.