Mohon tunggu...
OtnasusidE
OtnasusidE Mohon Tunggu... Petani - Petani

Menyenangi Politik, Kebijakan Publik dan Kesehatan Masyarakat

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Empat Lelaki Tua dan Empat Perempuan Muda

5 Agustus 2018   14:38 Diperbarui: 5 Agustus 2018   14:55 946
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Empat lelaki tua berjanji bertemu di sebuah bar sederhana. Bar sederhana itu milik seorang teman yang tidak menjual minuman racikan.

Si teman ini sudah mengetahui kebiasaan keempat lelaki. Lelaki pertama suka makan kangkung dan tempe. Lelaki kedua suka makan ikan dan olahan daging sapi. Lelaki ketiga suka makan apa saja. Lelaki keempat makannya pilih-pilih karena menjaga berat badan.

Bar yang semestinya menjadi tempat minum-minum berubah menjadi tempat makan asik yang dikhususkan oleh pemilik bar untuk keempat lelaki. Dua meja yang telah dipesan lalu diisi dengan makanan kesukaan masing-masing.

Si pemilik bar memang menyediakan satu tempat di sudut ruangan. Sudut itu salah satu tempat favorit untuk menikmati angin malam di kota pantai. Kerlap kerlip kapal nun jauh di lepas pantai menjadi pemandangan yang memanjakan mata.

Tamu-tamu lain nampak bingung dengan dua meja khusus tersebut. Beberapa pengunjung yang tertarik dengan makanan tersebut terlihat bertanya dengan pelayan, setelah dijelaskan kalau itu jamuan khusus pemilik bar kepada sahabatnya, para pengunjungpun mengangguk-angguk.

Usai makan, minuman berbagai jenis pun memenuhi meja. Ngobrol ke utara, selatan, timur dan barat. Keempatnya memang jarang bertemu. Jadinya meja itupun penuh dengan suara canda dan cerita masa lalu dan juga cerita pengalaman kerja masing-masing.

Satu hal yang membuat keempat lelaki ini awet bersahabat adalah mereka tidak pernah menyinggung cerita pribadi masing-masing. Privacy.

Menjelang pukul 22.00 ketika kepala mulai agak terasa goyang. Muncullah empat perempuan muda berpenampilan sederhana. Pakaian mereka  two  piece  dan semuanya ditambah blazer. Ditangan masing-masing memegang botol JD.

"Woooo.  Stop nggak kuat lagi," kata lelaki keempat.

"Nggak apa-apa kok Pak. Semua untuk bapak, termasuk kami," kata salah seorang dari mereka.

Lelaki kedua pun berusaha mengontak si pemilik bar dengan mengirimi WA. "Terimakasih sudah cukup. Nggak perlu ditambah lagi minumannya dan juga nggak perlu ditambah perempuan," tulis lelaki kedua pada pemilik bar.

Jawaban pemilik bar. "Tidak lima tahun sekali. Nikmatilah, kalau tekapar nanti ada anak buah yang akan angkat ke hotel di depan."

Lelaki ketiga sepertinya bisa langsung  tune  in  dengan teman perempuannya. Lelaki kedua malu-malu kucing. Lelaki keempat yang terus ditambah isi gelasnya mulai nggak bisa menahan diri. Lelaki pertama sepertinya kalem saja.

Minuman mengalir dari botol ke gelas dan ke tenggorakan. Setiap kurang lebih 30 menit, seorang pelayan memeriksa botol yang kosong dan menambahnya dengan yang baru. Beberapa kali keempat lelaki  itu ke toilet demikian pula dengan para perempuan bergaya sederhana tersebut.

Ketika pukul 00.01 lewat. Para pengunjung pun terlihat mulai meninggalkan bar. Secarik kertas dikeremangan disampaikan oleh seorang pelayan bar. Tertulis, "Silahkan dinikmati malam ini sampai pagi. Beberapa anak buah sudah kusuruh lembur".

Keempat perempuan itu pun ikut minum dan sepertinya semuanya sudah goyang. Para perempuan inipun sudah melepaskan blazernya masing-masing. Goyangan JD memanaskan tubuh mereka di ruangan yang ber-ac ini. Terlihat lekuk tubuh asli mereka walau masih dalam balutan, atasan dan bawahan merek ternama.

Keempat lelaki sepertinya mulai goyang. Hanya lelaki pertama sepertinya yang goyangnya kurang dari 20 persen. Tiga lelaki lainnya sudah di atas 50 persen.

Alunan musik ketika pengunjung reguler sudah tak ada lagi menjadi semakin liar. Tawa-tawa pun makin liar. Demikian pula tangan-tangan juga makin liar satu sama lain.

Seorang perempuan mengajak lelaki nomor empat untuk melantai. Awalnya menolak. Setelah si perempuan membisikkan sesuatu dan menyorongkan dadanya, si lelaki keempat pun luluh.

Lelaki kedua pun mengikuti dengan pasangannya demikian pula dengan lelaki pertama dan ketiga. Semuanya di keremangan lampu saling merapatkan tubuh.

Operator lagunya emang jozzz. Turun, sedang dan naik serta pendinginan dimainkan dengan halus mulus. Empat pasang anak manusia itu mengikuti nafsu purba awal manusia.

Perempuan pasangan lelaki pertama sepertinya sudah panas. Tiba-tiba dia mencopot atasannya dan menempeleratkan tubuhnya ke si lelaki. Tangan perempuan itu pun mencari tangan si lelaki untuk memegang erat, meraih pinggangnya. Aksinya pun disambut tepuk tangan tiga teman perempuan yang lain.

Dan empat pasangan itupun semakin liar diiringi oleh musik yang semakin liar pula. Tingkat kesadaran pun sudah dikendalikan oleh nafsu purba awal manusia.

Sekitar pukul tiga dini hari, ketika semua sudah lelah, ada sekitar 10 orang yang membimbing kami untuk menyeberangi hotel. Kami pun masuk ke kamar masing-masing. Si lelaki pertama yang kegoyangannya sekitar 60 persen menyadari kalau perempuannya tak memakai atasan lalu memakaikan blazer sedangkan atasannya dipegang oleh anak buah si pemilik bar.

Sesampai di kamar hotel masing-masing. Kepala yang sudah menjadi purba pun seakan tak bisa ditahan. Walau demikian, tangan yang reflek pun menarik sarung walau sempat ditolak oleh si perempuan tetapi si perempuan akhirnya mengalah, mungkin daripada menggantung akan membuatnya sakit kepala tak tertahan hingga besok.

Lelaki kedua, ketiga dan keempat sepertinya bablas tak bersarung. Mereka selalu ceroboh dalam urusan nafsu purba. Zaman kuliah dulu, si lelaki pertama memaksa ketiganya ke dokter kulit dan kelamin karena mereka kepatil*) yang kalau setiap pagi menjerit kesakitan kalau kencing.

Pukul 11.00 ada tangan yang membangunkan tubuh yang berselimut. Tak ada kata.

Perempuan lelaki pertama yang menemani tidur semalam menyodorkan susu hangat.

Kepala lelaki pertama terasa berat dan sakit.  Nyut  nyut  nyut.

"Terimakasih," kata si perempuan yang masih tak berbalut.

"Untuk apa?" si lelaki pertama balik bertanya.

"Karena kau menjaga dengan baik dirimu. Kau juga pada akhirnya menjaga diriku," kata perempuan itu. Wajahnya terlihat lelah tetapi berusaha untuk menyunggingkan sebuah senyuman.

"Hanya untuk sarung semalamkah," kata si lelaki pertama sambil meneguk susu hangat yang melewati kerongkongan.

"Ia," katanya sambil meraih pinggang lelaki pertama. Muka si perempuan yang tak berias itu kini memandang tajam ke mata lelaki pertama. Si perempuan berusaha untuk mendekatkan bibirnya tetapi dengan cepat tangan si lelaki pertama dengan satu jarinya telunjuknya menutup mulut si perempuan yang sudah akan melumat itu.

Lelaki pertama pun masuk ke kamar mandi. Dan ketika si perempuan ingin ikut mandi, si lelaki mengangkat tangan tanda menolak. Si perempuan pun mundur.

Di dalam kamar mandi si lelaki pertama memeriksa gusinya usai menyikat gigi. Si lelaki takut jika ada pendarahan di gusinya. Sebuah lubang darah sekecil apapun yang sudah pasti akan membuatnya terpenjara dan menyesal seumur hidup.

Ketika keluar dari kamar mandi, perempuan teman tidurnya telah mengeluarkan  shaver. Entah darimana si perempuan itu mendapatkannya bersama dengan foam cukur.

"Sudah segarkah?" tanya si perempuan.

"Mendingan," jawa si lelaki pertama.

"Bolehkan aku mencukurkan kumismu yang berantakan itu".

"Nggak usah terimakasih".

"Kau lelaki pertama dengan inisiatif sendiri membawa dan menginginkan memakai sarung. Kau juga lelaki pertama yang entah kenapa membuatku ingin merawatmu," kata si perempuan terbata-bata.

Masih dengan handuk terlilit di pinggang. Si lelaki pertama tersenyum sambil memandangi perempuan yang duduk di pinggir tempat tidur yang berantakan.

"Aku tidak tahu namamu. Dan aku juga tidak ingin tahu namamu. Aku berharap kau mengerti. Engkau tidak seperti perempuan lain yang selalu berbicara mengenai tinggal lelaki, ditinggal pacar, menjadi orangtua tunggal. Ataupun cerita keluarga  bronken  home".

"Kau begitu menikmati malam dengan baik".

"Pagi ini kaupun sepertinya ingin membuat perpisahan yang manis".

"Aku sejak lama kalau potong rambut tidak pernah dirapikan dengan pisau cukur. Ataupun menggunakan  shaver  milir orang lain," kata si lelaki sambil meraih handuk dan meminta si perempuan untuk membalut tubuhnya.

Si perempuan menolaknya.

"Kau takut tertular HIV dan penyakit kelamin yang ditularkan melalui hubungan seksualkan," ujar si perempuan sambil memainkan  shaver  dan  foam  yang sudah ada di kedua tangannya.

"Shaver  ini baru. Lihatlah!". Sambil menyodorkan  shaver  itu ke tangan si lelaki.

Belum sempat si lelaki mengambil  shaver  yang disodorkan.

Si perempuan pun menambahkan, "izinkan aku memotong kukumu".

Shaver  merek terkenal itu mata pisaunya memang baru. Belum pernah digunakan. Di meja terlihat tasnya yang terbuka. Ada stok mata pisau yang masih terbungkus. Ada juga potongan kuku.

Tidak pernah si perempuan ini dan ketiga temannya memainkan hp barang sebentarpun semalam. Sepertinya memang mereka tidak membawa hp ataupun mereka menyimpannya entah di mana. Mereka memang menjadi fokus pada pekerjaannya. Paling tidak dia tidak memotretku ketika tidur tak berbalut.

"Mengapa kau lakukan ini padaku," kata si lelaki pertama sambil memandangi perempuan yang tak berbalut itu.

Si perempuan lalu mendekati si lelaki yang duduk di kursi dan memilih duduk di lantai. Mukanya mendongak.

"Kau berbeda dengan ketiga temanmu. Ketika aku memandangmu sewaktu memasuki bar kulihat kau lelaki yang baik," katanya sambil menatap tajam mata si lelaki.

Si lelaki pun tertawa, lalu mengungkapkan, "Lelaki baik itu tidak berhubungan badan dengan perempuan lain. Lelaki baik selalu mengurusi keluarganya. Lelaki baik itu memilih kerja yang mantap, tidak menganggur sepertiku".

Si perempuan kemudian menjatuhkan kepalanya ke paha lelaki. Aksi si perempuan membuat si lelaki terkejut. Tak menyangka dengan kebinalan si perempuan.

Si lelaki berusaha bangkit, tetapi si perempuan justru makin keras menekan. Sambil memiringkan kepalanya, si perempuan mengungkapkan kalau baru kali ini dia meminta bahkan sambil memohon untuk mengurusi orang yang ditidurinya.

"Aku membuatkan susu hangat. Karena aku memang  ingin membuatkannya untukmu. Aku ingin mencukur kumis dan jenggotmu atau paling tidak aku izinkan aku memotong kukumu. Semua itu karena memang aku ingin,".

"Aku suka kamu," katanya sambil mendongakkan kepalanya sambil tetap menahan si lelaki pertama di kursi. Dan kembali membenamkan kepalanya ke paha si lelaki.

"Wooo. Ini sudah hampir  check out,"  jelas si lelaki pertama berusaha untuk mengakhiri pembicaraan.

"Sudah diperpanjang semua," balasnya cepat sambil tetap mempertahankan tekanan di paha.

Kepala si lelaki pertamapun berusaha berpikir cepat untuk bisa menyingkir tekanan muka si perempuan di pahanya. Bagaimana dengan tiga lelaki temannya di kamar lain? Memang kalau sudah urusan begini, sudah jadi pakem. Tidak akan saling kontak. Titik pertemuan adalah bandara dengan pesawat terakhir, balik ke kota tujuan masing-masing.

Tidak mungkin melepaskan diri dengan kasar. Bahaya. Semua bisa terjadi spontan.

Si lelaki pertama lalu membelai lembut rambut si perempuan. Lehernya yang jenjang juga di elus.

"Kau perempuan yang baik. Aku berharap suatu waktu bisa bertemu denganmu. Aku salut dengan pemahamanmu mengenai HIV**), STD***). Apakah kau membawa sarung?" tanyaku.

Si perempuan lalu mendongakkan kepalanya dan mengendorkan tekanan ke pahaku. "Bawa.  Are  we  make  it  again?",  katanya tersenyum lepas.

"Ia nanti," kata si lelaki sambil tetap mengelus rambut si perempuan.

Si perempuan lalu berdiri dan menuju ke meja telepon. Tanpa diperintah, si perempuan menekan nomor restoran hotel dan memesan makanan, minuman dan salad buah serta kue. Tak berapa lama pintu kamar diketuk, si perempuan meraih handuk dan kemudian membukakan pintu lalu menandatangani  billing  pesanan.

Si perempuan menata makanan dan menyiapkannya untuk si lelaki. Si perempuan bahkan hendak menyuapi si lelaki.

"Suatu hari aku akan mengabdi padamu. Aku akan bekerja hanya untukmu. Aku punya  asset  yang bisa bekerja sendiri untuk menghasilkan uang," ujarnya sambil melahap salad buah yang dipesannya hingga tiga porsi.

Si perempuan tidak bercerita mengenai kesedihannya. Si perempuan bercerita mengenai mimpi-mimpinya dan langkah untuk meraih mimpinya. Si perempuan menceritakan semuanya dengan nada pasti dan bahagia.

Menjelang matahari jingga di jendela kamar hotel, beberapa wisatawan terlihat di bawah menikmati pantai dengan hembusan angin sore. Kapal-kapal terlihat kecil di kejauhan.

Lelaki pertama dan si perempuan kembali bergumul dalam cerita sore. Entah itu apa namanya, hanya mereka berdua yang tahu.

Ketika turun di lobby, si perempuan dengan mesra menggamit lengan si lelaki dengan mesra. Si perempuan seperti tak akan melepaskannya dan  show  off.

Di depan hotel, sedan berwarna  fuchsia  menyambut kami berdua.

"Ikut aku, kuantarkan ke hotel tempatmu menginap," ujar si perempuan ketika sang sopir berlari kecil membukakan pintu mobil.

Satu tas tangan diserahkan oleh sopir ke si perempuan. Isinya ternyata tiga smartphone berbeda merek yang semuanya flagship.

"Tidak terimakasih," jawab si lelaki pertama.

"Aku pesankan taksi online. Di mana hotelnya?".

Si lelaki pun menyebutkan satu hotel di kawasan Jalan K. Si perempuan masih tetap menunggu hingga taksi online muncul.

Setelah taksi online muncul. Si perempuan meminta agar keningnya dikecup oleh si lelaki.

Si perempuan pun menatap mata si lelaki pertama. Satu kecupan terlontar dari si lelaki setelah si perempuan memejamkan matanya.

"Semoga kita berjumpa kembali satu hari nanti. Protokol pertama sudah kita jalani dengan baik. Tidak menanyakan nomor masing-masing. Aku suka dan sayang kamu lelaki lucu yang minum minyak zaitun dulu sebelum ke bar dan juga menyiapkan sarung. Kita pun tak bertukar cairan," ujarnya cepat nyaris tak terdengar.

Dalam perjalanan ke hotel, si lelaki pertama berusaha kilas balik semua peristiwa yang terjadi dengan sangat cepat itu. Perempuan itu tak memegang hp selama bertugas. Perempuan itu mengetahui STD. Perempuan itu masih menarik walau tak ber-make  up.  Perempuan itu pun cepat  panas.  Biarlah itu menjadi cerita.

Sesampai di bandara si lelaki pertama mengontak ketiga temannya dan mereka malah sudah belanja terlebih dulu sebelum ke bandara. Artinya, hanya si lelaki pertama yang tertahan lama di hotel.

Si perempuan yang dalam perjalanan pulang tersenyum puas. Akhirnya ditemukan lelaki yang tidak hanya mengandalkan nafsu purba. Lelaki yang mengetahui dan menjaga dirinya yang pada akhirnya juga menjaga orang yang dikasihinya.

"Kita ke rumah sakit dulu sebelum pulang. Aku mau cari tahu lelaki yang dipotong burungnya oleh sang istri. Semoga  tu  lelaki masih bisa menggunakannya untuk buang air kecil," kata si perempuan dingin pada si sopir. Si sopirpun berbalik arah menuju ke rumah sakit.

Salam Kompal

*) Raja Singa

**) Human Immunodeficiency Virus

***) Sexually Transmitted Diseases

dokpri
dokpri

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun