Waktu adalah sesuatu yang sangat berharga. Waktu terus berjalan. Waktu tak bisa diputar balik.
Dan beberapa hari ini, waktuku hanya untuk dia, waktunya hanya untukku.
Perjalanan kami, baik buruk, suka duka bahkan sampai ke titik terendah kehidupan tak pernah kami sesali. Kami hadapi bersama. Satu hal, di antara kami ternyata tak ada yang  curhat ke media sosial apalagi dengan orang lain. Kami selalu  curhat kepada Sang Pencipta Kehidupan dan kepada belahan jiwa.
Satu hal, ternyata bunga wangi kopi usai tertimpa hujan beberapa hari lalu di Punggung Bukit Barisan Sumatra ternyata masih kalah romantis dengan feromon istriku. Ahhh. Semerbak Clinique itu membuatku hanyut dalam laut kasmaran sekali lagi kepada perempuanku.
Satu malam di gulita langit Yogyakarta, istriku berkata, "untuk menghadapimu aku harus kreatif. Aku sudah tak bisa lagi bilang pilih kopi atau diriku. Aku harus kreatif untuk mendidik anak-anak. Aku harus kreatif untuk menjagamu. Aku juga berharap kau menjaga diriku dengan kreatif".
"Jagalah cintamu padaku. Jagalah cintamu pada 3 anak-anak kita. Aku tak butuh uangmu. Aku butuh waktumu," katanya sambil berbisik.
Setitik airmataku menetes di helai rambut ikalnya. Ahhh. Cinta memang memberiku energi untuk terus hidup dan bertahan hidup.
Kurengkuh dirinya ke dadaku agar dia mendengarkan degup jantungku yang bergairah lagi menghadapi ombak kehidupan bersama perempuanku dan tiga makhluk cinta kami.
Based on true event.
Salam Kompal
Salam cinta dari Punggung Bukit Barisan Sumatra